Sebagai salah satu nasabah CIMB Niaga, beberapa bulan ini saya banyak menggunakan aplikasi OCTO Mobile. Secara umum ya lancar saja. Tapi, ketika saya sedang tidak berada di rumah, saya hanya menggunakan OCTO Clicks transaksi internet banking.
Sederhana saja, karena transaksi utama masih melalui BCA Mobile, dan juga e-wallet. Setelah saya pikir-pikir kembali, sepertinya mengaktifkan OCTO Mobile kembali tidak ada salahnya, kali saja butuh, dan ini akan bisa jauh lebih praktis dibandingkan saya harus transaksi melalui internet banking.
Dulu aplikasi mobile banking CIMB Niaga ini sudah saya gunakan di ponsel Android. Lalu, karena sudah sangat lama tidak pakai, dan pernah juga aktivasi kembali, tapi nyatanya proses reaktivasi akses ke aplikasi tidak kunjung saya selesaikan.
Penyebabnya sederhana: saya lupa empat digit nomor kartu ATM saya. Saya lupa kapan terakhir kali saya pegang kartu ATM CIMB Niaga milik saya. Jadi, ketika sudah melakuan otentikasi, dengan username dan PIN di OCTO Mobile, proses berhenti karena saya benar-benar tidak tahu nomor kartu ATM saya. Padahal, ini proses yang tidak bisa dilewati.
Harusnya sih urus kartu ATM memang di kantor cabang. Tapi, saya pikir lagi, sepertinya saya hampir tidak butuh kartu ATM.
Mendapatkan empat digit nomor kartu ATM
Ternyata caranya cukup mudah. Tinggal masuk ke OCTO Clicks, lalu masuk menu Rekening, pilh salah satu rekening. Dalam sebuah nomor rekening tabungan, ada informasi “Nomor Kartu” di sana.
Monitor Dell 27 inchi seri S2721DS yang saya beli satu tahun lalu berjalan dengan sangat baik. Walaupun, saya memang lebih jarang menggunakan dibanding istri saya. Dengan beberapa pertimbangan, akhirnya kami sepakat untuk membeli satu monitor tambahan, yang akan saya gunakan untuk kebutuhan saya.
Alasannya sederhana. Monitor dengan layar lebih besar akan terasa lebih nyaman untuk bekerja. Sempat saya pertimbangkan untuk membeli monitor dengan merek yang sama, toh secara umum saya suka dan sudah cocok juga.
Tapi, harga monitor saat saya melalukan pencarian beberapa bulan terakhir ternyata mengalami perbedaan harga yang cukup signifikan. Belum lagi, ternyata stok juga banyak tidak tersedia.
Saat ini, saya mempertimbangkan untuk membeli produk monitor dari AOC. Saya sempat melihat beberapa ulasan mengenai monitor ini. Dengan pertimbangan budget dan spesifikasi yang menurut saya sudah cukup saat ini — dan untuk masa mendatang — saat ini saya mempertimbangkan AOC CQ27G3S. Ukuran 27 inchi ternyata sangat pas.
Bulan Januari ini, saya memutuskan untuk membeli sebuah Mac Mini, yang mungkin akan menggantikan laptop yang ada di rumah. Mungkin “menggantikan” bukan kata yang paling tepat saat ini, karena laptop yang ada sebenarnya juga masih bisa digunakan.
Pertimbangan kenapa akhirnya membeli Mac Mini memang cukup banyak. Beberapa MacBook yang ada — baik punya saya ataupun istri — usianya sudah cukup lama. Punya saya mungkin adalah yang paling lama. MacBook Pro 13″ sudah berusia lebih dari 10 tahun, dan yang MacBook Pro 15″ (Retina Display) sudah hampir berumur 9 tahun.
Istri juga menggunakan MacBook yang sudah cukup lama usianya. Jadi, secara singkat ada beberapa “masalah” yang agak mengganggu:
Dukungan sistem operasi MacOS yang terhenti. Walaupun, hampir semua kebutuhan aplikasi masih bisa terpenuhi, tapi ada beberapa aplikasi yang cukup esensial sudah tidak didukung oleh versi sistem operasi yang cukup lama;
Performa mesin yang mulai agak kepayahan dengan aplikasi-aplikasi yang ada saat ini. Tak jarang mesin harus bekerja dengan lebih keras, dengan dibantu oleh kipas yang juga bekerja dengan tak kalah keras;
Mungkin kedua hal tersebut menjadi pertimbangan utama. Awalnya, sempat juga ingin membeli laptop saja, tapi ide ini akhirnya batal juga, karena:
Pekerjaan kebanyakan akan ada di rumah. Jadi, sebuah “desktop” mungkin akan lebih cocok;
Kalau laptop, agak susah untuk gantian;
Biaya yang mungkin akan muncul juga perlu diantisipasi. Selama menggunakan MacBook, saya pernah mengalami beberapa masalah/perbaikan seperti penggantian baterai, charger yang harus ganti karena kabel rusak/aus, papan ketik yang mati — yang akhirnya harus diganti semua — dan beberapa masalah lain. Nah, biaya penggantian untuk perangkat-perangkat yang rusak itu juga cukup lumayan juga;
Kalau terpaksanya harus bekerja di luar rumah, saya rasa laptop yang ada juga masih bisa digunakan, atau menggunakan iPad.
Pilihan Konfigurasi
Agak bingung juga awalnya mengenai konfigurasi yang saya pilih, RAM 8GB atau 16 GB, storage 256GB atau 512GB? Pilihan akhirnya jatuh ke konfigurasi RAM 16 GB dan storage 512GB. Beberapa pertimbangan saya:
Mac Mini ini akan cukup lama saya pakai. Paling tidak minimal dalam 5-6 tahun ke depan, atau bahkan lebih. Saya rasa ini alasan yang masih sangat masuk akal, mengingat produk Apple (MacBook, iPhone, dan iPad) yang saya gunakan semuanya berumur panjang.
Antisipasi bahwa nanti dengan perbaruan sistem operasi, dan banyaknya aplikasi yang mungkin akan lebih membutuhkan tenaga lebih banyak, RAM yang tinggi mungkin menjadi pertimbangan yang masuk akal.
Media penyimpanan sebenarnay bisa juga dengan tambahan ruang penyimpanan eskternal. Tapi, artinya akan ada tambahan barang dan kabel lagi. Juga, karena ini akan dipakai bersama dengan istri, termasuk juga untuk hal-hal teknis saya (dan istri juga), jadi storage perlu menjadi pertimbangan.
Untuk pembelian, saya melakukan transaksi pembelian melalui Tokopedia, setelah membandingkan beberapa harga produk dan menanyakan ketersediaan stok. Beruntung, saya mendapatkan harga dan pilihan konfigurasi yang sesuai.
Lalu bagaimana cara mengambil uang kalau tidak bisa masuk ke aplikasi sama sekali?
Walaupun jarang menggunakan Jenius untuk transaksi, tapi saya memang masih kadang pakai, sekadar untuk menerima pembayaran. Setelah dana masuk, saya yang akan mentransfer ke rekening bank lain. Ini untuk memfasilitasi beberapa pihak yang memilih menggunakan Jenius untuk mengiriman donasi dari kegiatan berbagi bersama yang saya lakukan.
Ketika selama ini saya gagal terus masuk ke aplikasi Jenius di iPhone, saya dapat melakukan transaksi melalui website Jenius. Setelah otentikasi di aplikasi mobile, saya dapat OTP, saya masukkan OTP, mengeset PIN, lalu saya gagal masuk ke aplikasi, dengan pesan session expired.
Apakah ini terkait dengan kondisi terakhir saya masih terotentikasi di ponsel Android? Tidak tahu juga. Yang pasti, ponsel Android saya memang tidak bisa dipakai saat ini. Akses transaksi melalui web yang sebelumnya berhasil, saat ini juga tidak bisa.
Solusi satu-satunya apakah menghubungi layanan nasabah, untuk sesuatu yang mungkin terkait dengan permasalahan di sistem?
Update: Sepertinya memang satu-satunya solusi adalah menghubungi pihak Jenius — sebelum akses melalui situs sudah kembali normal. Saya lihat di Twitter, ada yang mengeluhkan kondisi yang sama.
@jeniushelp mohon bantuannya, saya tidak bisa login aplikasi jenius diandroid. padahal sudah input password, email dan otp dengan benar pic.twitter.com/EWM05T6q8M
Dan, jawaban dari @JeniusHelp di Twitter ini saya rasa sudah cukup jelas.
Hi, Robeth. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya. Demi kenyamanan dan keamananmu, mulai tanggal 11 Juni 2021 akun Jenius hanya bisa login pada satu device atau perangkat yang sudah terhubung sebelumnya. (1/2)
Tiba-tiba saja, bluetooth di laptop saya tidak bekerja. Ketika mengklik ikon “bluetooth” di menubar MacBook saya, muncul tulisan “Bluetooth Not Available”. Masuk ke System Preferences untuk membuka menu terkait bluetooth, juga tidak membantu. Dan, ini sangat mengganggu.
Saat ini, ada beberapa piranti yang terhubung ke laptop melalui bluetooth yaitu: tetikus, papan ketik, dan headphone. Tetikus masih saya gunakan, karena saya lebih nyaman, dan saat ini saya menggunakan monitor eksternal. Jadi, laptop lebih untuk mesin saja. Saya gunakan papan ketik eksternal karena kebetulan ada salah satu tombol yang tidak berfungsi dengan baik, dan lagi-lagi karena saya tidak bekerja langsung dengan laptop saya.
Karena kondisi ini, otomatis semua perangkat tidak dapat digunakan. Ketika tanpa bluetooth, saya bisa menggunakan papan ketik dan trackpad. Tapi, tetap saja bagi saya ini kurang nyaman.
Solusi
Setelah melakukan pencarian untuk solusinya, bluetooth saya kembali normal. Solusi yang saya pakai adalah dengan menghapus berkas Property List terkait bluetooth ini. Caranya cukup sederhana:
Masuk ke direktori /Library/Preferences (bisa melalui Finder atau Terminal)
Hapus berkas com.apple.Bluetooth.plist
Masuk ke direktori ~/Library/Preferences/ByHost
Hapus berkas com.apple.Bluetooth.XXXXXXX.plist (sesuaikan nama berkas sesuai yang ada.
Selain itu, saya juga sekalian menghapus berkas System Junk.
Setelah proses di atas, saya matikan laptop saya lalu saya tunggu, hitung-hitung restart juga. Setelah beberapa saat, saya nyalakan kembali, dan ikon bluetooth sudah tersedia kembali, dan saya bisa menghubungkan kembali seluruh perangkat seperti sebelumnya.
I have been using password manager since 2017 since I think there should be an easy, secure, and handy mechanism to deal with passwords. Of course, by using password manager, life is a little bit easier.
Most “popular” password manager applications also offer similar subscription price, around US$36/year. My LastPass subscription will end next April, and I am thinking of moving to other application that does its basic jobs like storing password (of course!), generating good passwords, and managing credentials in categories/folders. Also, it should be also work on multiple devices and browsers.
After reading many articles, I decided to give Bitwarden a try. And, I read pretty much information about Bitwarden. One of the big differences with other password managers is that Bitwarden is open source. The other reason is on the pricing. It’s only US$10/year for personal use, or US$40/year for personal (family/organization).
My decision is not related to LastPass’ upcoming plan regarding the limitation for the free account since I was a paying customer since day one. According to a blog post:
We’re making changes to how Free users access LastPass across device types. LastPass offers access across two device types – computers (including all browsers running on desktops and laptops) or mobile devices (including mobile phones, smart watches, and tablets). Starting March 16th, 2021, LastPass Free will only include access on unlimited devices of one type
From the interface point of view, it’s not that beautiful — at least compared to LastPass. But hey, it’s about the features. As long as it works for me, I am fine with the interface.
Sesampai di Jakarta pada hari Minggu lalu, saya baru menyadari bahwa ada masalah di iPad saya. Ketika saya buka, ada tulisan “iPad is disabled. Connect to iTunes”. Padahal, seingat saya terakhir kali, iPad tidak ada masalah sama sekali. Kali terakhir adalah malam sebelum saya berangkat ke Jakarta, saya tutup iPad saya bersama dengan Smart Keyboard Folio, lalu saya masukkan tas.
Barulah ketika saya sampai di Jakarta, dan sudah agak malam, saya baru membuka kembali iPad saya. Bukan saat yang tepat untuk mengalami masalah ini, apalagi saya sedang berada di Jakarta.
Penyebab
Saya tidak tahu pasti apa penyebabnya, tapi kemungkinan besar adalah karena terlalu sering terjadi kesalahan passcode. Ini paling masuk akal, dan ada dua kemungkinan kenapa ada pengisian passcode yang salah dalam frekuensi yang banyak — kalau sampai 10 kali berturut-turut, memang iPad akan dalam kondisi disabled untuk alasan keamanan.
Pertama, bisa jadi karena anak saya sempat bermain dengan iPad. Jadi, tanpa sepengetahuan saya sempat memencet papan ketik dan memasukkan passcode yang salah sampai akhirnya iPad disabled. Kemungkinan kedua, bisa jadi karena selama di dalam tas, ada kondisi iPad yang ada dalam tas terguncang. Ya, karena saya memang mengendari mobil, dan tas berisi iPad tersebut saya letakkan di bagasi.
Intinya: iPad tidak bisa dipakai, dan sesegera mungkin masalah ini diatasi.
Terhubung ke iTunes?
Sebenarnya, menghubungkan perangkat seperti iPad atau iPhone ke MacBook yang saya miliki tidak ada masalah selama ini. Masalahnya saat ini adalah, iPad saya menggunakan konektor USB Type-C, sedangkan Macbook saya masih menggunakan USB biasa. Apalagi, sejak kali pertama saya beli, saya memang belum pernah mengkoneksikan iPad ke MacBook dengan kabel.
Saya sempat mencoba kemungkinan untuk pinjam kabel supaya iPad saya dapat terhubung ke MacBook. Tapi, ini juga bukan perkara mudah. Apalagi, selama ini tidak semua aksesories non-Apple bisa berjalan begitu saja. Beberapa teman menawarkan untuk meminjamkan kabel USB ke USB Type-C. Tapi, setelah saya pikir-pikir, sepertinya kecil kemungkinan untuk berhasil.
Dan, salah seorang teman saya juga bilang kalau solusinya ya memang cuma harus restore atau instal ulang. Pilihan saya jelas instal ulang, karena saya memang tidak pernah melakukan backup ke MacBook. Tapi, karena hampir semua berkas sudah tersinkronisasi ke beberapa layanan berbasis awan, jadi saya tidak terlalu khawatir.
Instal Ulang
Saya segera cari dimana lokasi saya bisa melakukan instal ulang iPad saya keeseokan harinya, sepagi mungkin. Saya lihat opsinya ada di Plaza Indonesia atau Grand Indonesia.
Senin pagi, akhirnya saya meluncur ke Plaza Indonesia terlebih dahulu. Setelah memarkir kendaraan di basement, saya menuju ke pintu masuk dari arah tempat parkir. Saat itu waktu menunjukkan pukul 10 pagi, lebih sedikit. Saya pikir sudah buka. Ternyata, satpam bilang belum buka kalau mau ke salah satu service center yang saya sebutkan. Saya diminta datang saja nanti pukul 11.00 WIB. Duh!
Saya coba ke Grand Indonesia, dan hasilnya kurang lebih sama. Karena tidak banyak lokasi lain yang saya ketahui, akhirnya saya putuskan ke Ratu Plaza. Kali terakhir ke sana dulu untuk urusan servis MacBook. Jadi siapa tahu disana sudah buka.
Sekitar 10.30 WIB, saya sampai sana. Gerai servis yang saya ingin tuju ternyata belum buka. Saya lihat dari luar sepertinya masih bersiap, dan memang tertulis baru buka pukul 11.00 WIB. Ada juga gerai servis produk Apple yang lain, tapi namanya bagi saya kurang familiar. Tapi, dari secara tampilan sangat meyakinkan. Dan, yang paling penting adalah gerai tersebut sudah buka!
Jadilah saya putuskan ke gerai tersebut. Saya langsung sampaikan apa mau saya, dan untuk dapat diproses instal ulang saja. Setelah pencatatan pemesanan layanan, saya diinfokan mungkin sekitar 30-45 menit saja. Bisa ditunggu, atau ditinggal kalau sudah selesai saya akan dikabari.
Saya memilih untuk berjalan-jalan saja sebentar di area Ratu Plaza. Tidak banyak yang bisa dilihat, tapi ya daripada saya hanya menunggu saja. Benar saja, sekitar 30 menit setelahnya saya dihubungi oleh gerai tersebut, yang menginfokan kalau proses telah selesai dan iPad dapat diambil. Oh ya, untuk biayanya sebesar Rp150.000,-. Harga yang oke juga menurut saya.
Masih di lokasi gerai tersebut, saya juga menumpang untuk mengunduh aplikasi-aplikasi yang saya butuhkan di iPad saya tersebut. Beruntung, koneksi yang ada di sana cukup kencang, jadi hanya beberapa menit saja saya mengunduh aplikasi yang sebelumnya ada di iPad saya. Setelah saya rasa cukup, akhirnya saya kembali ke tempat saya menginap, melewati Jalan Sudirman menjelang jam makan siang.
Minggu lalu, untuk kali pertama saya merasakan kondisi badan yang tidak nyaman karena (sepertinya) ada cidera otot. Saya lupa tepatnya karena apa, tapi bagian bahu dan punggung atas sebelah kanan rasanya sakit sekali. Ditambah dengan leher — terutama di bagian kanan — juga sakit luar biasa ketika dipakai untuk menunduk atau menengok.
Catatan
Saya tidak mendapatkan imbalan ataupun memiliki kerjasama dengan pemberi layanan. Semua yang saya tulis merupakan pendapat dan pengalaman pribadi. Hasil dan pengalaman berbeda mungkin bisa terjadi. Saya sarankan untuk mencari informasi terbaru terkait pemberi layanan. Tulisan ini berdasarkan pengalaman pada Oktober 2020.
Ada beberapa dugaan penyebab. Mungkin karena saya dalam posisi salah ketika mengangkat barang — karena kadang geser-geser meja atau angkat galon — atau mungkin juga ketika mau menggendong anak saya.
Saya sendiri banyak bekerja di depan meja menggunakan laptop, sangat bisa jadi ini juga memengaruhi kondisi badan terutama bagian atas.
Hari Selasa malam terasa cukup sakit. Ketika tidur, bahu sangat tidak nyaman. Apalagi ketika mau bangun dari posisi berbaring. Saya cukup kepayahan untuk bangun, karena mungkin memang ada bagian otot yang harus bekerja. Ketika berada di depan komputer, juga sudah sangat tidak nyaman.
Sempat terpikir untuk ke tukang pijat atau tukang urut. Tapi, karena saya yakin ini cidera, akhirnya saya putuskan untuk ke tempat fisioterapi saja di Jogja. Saya pernah baca, sebenarnya tidak masalah kalau ke tukang pijat atau tukang urut, tapi mungkin ketika untuk kasus badan capek, biar lebih segar, namun bukan untuk kondisi cidera. Jadi, bukannya tukang pijit/tukang urut itu jelek atau tidak direkomendasikan, kali ini soal pilihan saya saja.
Mencari tempat fisioterapi di Jogjakarta
Sebelumnya, saya sering dengar bahwa di Jogja memang ada beberapa tempat untuk fisioterapi. Mulai dari yang ada di rumah sakit, atau yang berpraktik secara mandiri. Di Universitas Negeri Yogyakarta, ada juga tempat semacam ini, namanya Physical Therapy Clinic FIK UNY.
Saya coba di internet, ada juga beberapa rumah sakit yang memiliki layanan fisioterapi. Semakin mencari, semakin banyak pilihan. Jadilah saya bertanya ke teman saya yang sebelumnya pernah juga melakukan fisioterapi di Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) UNY.
Setelah berdiskusi, saya mendapatkan opsi lain kalau mau, dan dia juga sudah mencobanya, dan merekomendasikan ke saya untuk coba ke Jogja Orthopaedic Sport Clinic (JOSC). Saya tanya kapan kali terakhir ke sana, katanya sekitar dua bulan lalu.
Booking appointment
Saat itu, saya lebih perlu untuk segera mendapatkan pertolongan. Saya buka dulu situs Jogja Orthopaedic Sport Clinic (JOSC) di jogjaorthosportclinic.com. Saya baca profil singkatnya, dan saya lakukan booking appointment. Sejujurnya, agak ragu apakah saya segera mendapatkan balasan atau tidak. Jadi, saya langsung coba kontak melalui WhatsApp.
Sekitar jam 09.00 WIB saya terhubung melalui WhatsApp dan saya langsung melakukan booking appointment untuk pukul 11.00 WIB hari itu juga.
Jadi, JOSC ini lokasinya ada di Jalan Colombo No. 6C, di kompleks ruko sebelah sisi selatan kampus Universitas Negeri Yogyakarta. Lokasi persisnya ada di sebelah Pizza Hut Delivery. Lokasi yang cukup menguntungkan untuk yang bawa kendaraan roda empat, karena parkir bisa langsung di depan lokasi.
Perbaruan info (Desember 2021): Lokasi JOSC yang baru berada di Jl. Pakuningratan No. 32A, tidak jauh dari Tugu Yogyakarta.
Terapi di JOSC
Saya datang sekitar pukul 11.00 (agak mepet dari jadwal) karena lalu lintas yang agak padat ketika menuju ke sana. Pertama untuk protokol kesehatan, ada tempat cuci tangan dan sabun yang tersedia di dekat pintu masuk. Ketika sampai di meja resepsionis, saya juga diperiksa suhu badan. All good.
Karena baru pertama kali datang, saya diminta untuk mengisi data melalui formulir yang disediakan. Data yang diisi juga data-data umum saja.
Yang menarik justru Xiaomi Poco X3 NFC, bukan soal fiturnya saja yang sangat tidak jelek sama sekali, tapi harganya juga sangat luar biasa. Kalau soal spesifikasi, bisa dilihat di GSM Arena atau melalu serangkaian cuitan dari akun POCO Indonesia di Twitter ini.
Karena POCO sudah dikenal sebagai brand yang mengutamakan performa smartphone, yuk kita mulai pembahasan #POCOX3NFC dari chipsetnya, yaitu Qualcomm® Snapdragon™ 732G, pertama di Indonesia dan sudah dilengkapi dengan Kryo™ 470 CPU. .#RealMidRangeKillerpic.twitter.com/KEYoc2rp6e
Lagi ikutan turnamen esports? Kamu cukup pakai satu hape, #POCOX3NFC krn teknologi Liquidcool 1.0 Plus akan menjaga kinerja chipset dgn menyebarkan panas ke area lain.
Sekarang kita beralih ke tampilan #POCOX3NFC nih, guys! Layar imersif 6.67" FHD+ yang sudah terlindungi dengan Corning® Gorilla® Glass 5. Nyaman digunakan dan pastinya tahan lama, guys!
Jangan lupa, #POCOX3NFC memiliki 240Hz touch sampling rate level flagship! Jadilah penembak tercepat di grup mabarmu.
Fitur lainnya: sertifikasi rendah cahaya biru TÜV Rheinland, HDR 10, dan sertifikasi Widevine L1. Bakal jadi temen baik streaming, nih.#RealMidRangeKillerpic.twitter.com/YCmVBZMWYK
Desain kamera #POCOX3NFC terinspirasi dari model kamera DSLR profesional yang sangat unik. Setup 64MP AI Quad Camera level flagship yang terdiri dari 64MP kamera utama yg mendukung video 4K, 13MP ultra wide angle, 2MP sensor kedalaman, dan 2MP kamera makro! .#RealMidRangeKillerpic.twitter.com/lnb1PNAROF
Eits, fitur filter seperti AI Skyscapping 3.0, mode gold vibes, dan mode cyberpunk juga tersedia untuk menjadikan momen pentingmu terasa lebih dramatis dan out-of-this-world.#POCOX3NFC#RealMidRangeKillerpic.twitter.com/fKs0YJyCk5
Fitur perlindungan #POCOX3NFC lainnya: tahan percikan air IP53 dan screen protector anti-bacterial, membuat hape ini juga ngejagain kamu sebagai penggunanya.
Tak terasa, bulan ini sudah dua tahun saya menggunakan Oppo F7 (warna merah) sebagai ponsel utama saya. Dulu, ponsel ini saya beli untuk menggantikan iPhone 6 saya yang hilang dalam sebuah perjalanan ke Tangerang. Secara umum, saat ini kondisi ponsel masih sangat baik, dan performa juga saya cukup puas.
Saya sendiri belum ada rencana untuk berganti ponsel. Pertama karena memang Oppo F7 saya ini juga masih berfungsi dengan baik, kedua karena membeli ponsel baru — secara dana — juga bukan menjadi prioritas.
Tapi, kalau ada yang memberikan saya ponsel baru untuk saya pakai, tentu saya tidak akan menolaknya. OPPO Reno4 sepertinya menarik, kalau ada yang memberikan dengan cuma-cuma, tentu saja. Kali saja Oppo Indonesia tiba-tiba terinspirasi untuk mengirimkan satu untuk saya setelah rilis di Agustus 2020 ini. Haha, tak apalah sedikit berkhayal walaupun sangat tidak masuk akal.
Sistem Operasi
Walaupun tidak selalu segera mendapatkan perbaruan/dukungan sistem operasi terbaru (Android) OPPO yang terbaru yaitu ColorOS, tapi Oppo F7 ini tidak mengecewakan juga. Misalnya, saat ini ponsel saya ditenagai dengan ColorOS 6.0.1 dan Android versi 9. Walaupun, perbaruan untuk ColorOS 7 dengan dukungan Android 10 untuk Oppo F7 sudah tersedia. Namun, sepertinya masih menunggu giliran mendapatkan upgrade.
Berikut harga berlangganan Netflix untuk beberapa pilihan paket layanan setelah pemberlakukan pajak.
Mobile (Ponsel) Rp 49.000 menjadi Rp 54.000
Basic (Dasar) Rp 109.000 menjadi Rp 120.000
Standard / HD (Standar) Rp 139.000 menjadi Rp 153.000
Premium / Ultra HD (Premium) Rp 169.000 menjadi Rp 186.000
Di halaman Netflix sendiri saat ini, harga juga sudah menampilkan harga terbaru:
Watch Netflix on your smartphone, tablet, Smart TV, laptop, or streaming device, all for one fixed monthly fee. Plans range from IDR54,000 to IDR186,000 a month. No extra costs, no contracts.
In my opinion, these are some key points about HEY. It’s not about my personal preference, but more about ‘what I — or probably you — should now by having a @hey.com account.
It’s NOT an email client. So, it’s not like Gmail for Android/iOS. It’s not Outlook you can have on your Android, Mac, or iOS devices. It’s not even close to Spark, Postbox, or Newton.
It’s an email service provider, with — currently — @hey.com domain for the email address created. That’s right, it’s like Gmail by Google, or Yahoo Mail, or Outlook. It’s also like how you have your email address, powered by your cPanel-based hosting, or maybe you have it installed yourself and having Roundcube as the interface. Creating an account at HEY is like you open an account at Gmail, or having an email at Yahoo Mail service.
It’s not free. It’s a paid service. To enjoy the full service at the moment, with the upcoming features in the futures, we need to pay US$99/year minimum. We need to pay extra if for ‘shorter’ username. 2-characters of username costs US$999/year, and 3-character of username will cost US$349/year. And, we need to pay a year in advance.
It offers “better” privacy. Hint: Gmail.
It might change your workflow. It might be better for some people, but probably it’s not for everyone.
Reading some of those points above, I was curious about how it works. I mean about the interface, functionalities, workflows, and more. It’s 2020, and making working with email to become an enjoyable experience — for those who work a lot with emails — is still a big challenge.
I am a Gmail user — or Gmail-based email, because I also use Google App for Work — and I use lots of Google services. I signed up for my Gmail account when it was still ‘invite only’ period.
My first question about HEY was, “If HEY is that good, how the integration between services I currently use?”. I have an Gmail email, and once I signed up for it, I can use all the other services right away. The integration between those [Google] service is already that good.
I still believe that HEY is not ‘just another email provider’. Basecamp is a reputable company. I follow Signal vs Noise blog. I bought both REMOTE and REWORK. It’s built by people who know what they do, and who want to make the idea of working to become something efficient and fun at the same time. If we’re talking about productivity, Basecamp should be mentioned here.
I already logged-in to my email account. I have HEY app installed on my iPad and Android phone. I also already sent my first email to it.
DANA adalah salah satu dompet digital yang saya pakai. Saya cukup nyaman menggunakannya, salah satunya karena melalui DANA saya bisa melakukan transaksi dengan kartu kredit saya jika kebetulan saya tidak ada saldo. Alih-alih melakuan top-up ke saldo, saya bisa langsung transaksi dari kartu kredit saya.
Karena saya tidak punya iPhone, saya mencoba menghubungkan akun DANA saya dari iPad. Dan prosesnya cukup sederhana.
Saya belum melakukan transaksi langsung menggunakan DANA di App Store ini. Mungkin nanti. Kalau bisa, saya lebih memilih untuk membayar langsung dari saldo DANA saya.
I could not remember exactly when I setup OpenVPN for the first time. As far as I remember, it was not an easy task. But, I need to have it installed, and I found it easier. Probably, because it’s easier to setup on Ubuntu 18.04 LTS?
I need to have it setup because I have some sites blocked by my internet provider. Using Google’s DNS (8.8.8.8) or even ClouFlare’s 1.1.1.1. did not help either. Changing the DNS made my internet connection do not work.
So, I need to set OpenVPN up somewhere. I was thinking of having it setup on my own cloud server at Linode. Lucky that there is a straight-forward tutorial on how to setup OpenVPN on Ubuntu 18.04 LTS. I will write it down also here for my personal documentation.
Installation
First, update the system by running apt-get update and then apt-get upgrade. For me this is optional.
Beberapa waktu, ponsel Oppo A3S milik istri saya tiba-tiba saja mati. Tidak dapat diisi baterai juga, bahkan dengan menggunakan charger asli bawaan Oppo. Padahal, ponsel ini beli baru dan belum ada enam bulan.
Ketika dinyalakan, tidak ada respon sama sekali. Kalau overheating, saya rasa juga bukan. Terlalu lama diisi daya, tidak juga karena habis baterai karena tidak di-charge saja.
Ada beberapa solusi yang saya baca di internet. Mulai dari factory reset yang akhirnya tidak bisa saya lakukan, karena ponsel saja tidak bisa menyala.
Solusi untuk menggunakan Android recovery — menekan tombol power dan tombol volume down — juga gagal dilakukan. Dan, ada juga solusi untuk mencoba melakukan pengisian baterai dari sumber daya listrik lain. Akhirnya, dengan kabel charger yang ada, pengisian dilakukan dengan daya dari laptop.
Setelah menunggu, ternyata indikator bahwa ponsel sedang diisi daya menyala, dan terus naik angkanya. Setelah itu, ponsel bisa dihidupkan lagi dan kembali seperti semula.