Awal April lalu, saya melakukan pengecekan aki yang saya beli di Januari lalu di Shop and Drive. Kedatangan saya di Shop and Drive kemarin bukan karena aki saya ada masalah, tapi lebih supaya status garansi saya tidak hilang.
Aki yang saya beli memiliki garansi sampai dengan 18 bulan, dan akan tetap aktif kalau melakukan pengecekan rutin setiap 3 bulan.
Teknisi Pengecekan Aki di Shop and Drive
Prosesnya sendiri cukup mudah, saya langsung datang ke Shop and Drive terdekat — yang saat itu kebetulan saya melewati lokasi Shop and Drive tempat saya membeli aki. Saya sampaikan maksud kedatangan, dan langsung dilakukan prosedur pengecekan.
Singkatnya, aki dalam kondisi yang masih baik, tidak ada masalah secara fisik. Selain penggantian tersebut, ada juga bagian yang dilakukan pengecekan oleh teknisi. Filter udara di kendaraan saya ternyata sudah dalam kondisi yang sangat kotor. Jadi, sekalian saja saya ganti. Saya minta dibantu untuk cek apakah oli masih dalam kondisi baik.
Terakhir, teknisi juga menawarkan mau dicek sekalian untuk tekanan ban atau tidak. Tentu saja, dengan senang hati saya menerima tawaran itu.
Secara umum, semua biaya pengecekan gratis. Kecuali, untuk filter udara yang saya bayar terpisah. Terima kasih untuk layanan yang baik, Shop and Drive!
Hari Senin lalu, akhirnya saya mendapatkan AstraZeneca sebagai vaksin dosis ketiga saya. Bersama dengan istri saya, proses vaksinasi kami ikuti di RSUD Sleman.
Sebelumnya, saya pernah melakukan registrasi di RS Siloam, tapi di jadwal yang ditentukan, ternyata saya malah ada keperluan sehingga tidak dapat hadir sesuai jadwal. Waktu itu, saya juga dijadwalkan mendapat AstraZeneca.
Bersyukur sebenarnya karena cukup banyak pilihan tempat vaksinasi booster ini. Pilihan ke RSUD Sleman sebenarnya lebih karena lebih dekat dengan rumah saja. Kalau pilihan vaksin, yang banyak tersedia adalah AstraZeneca. Awalnya, saya dan istri berharap bisa dapat Pfizer atau Moderna. Tapi, tidak jelas juga kapan. Jadi, dengan alasan bahwa lebih cepat juga lebih baik, jadi yang ada saja.
Proses Vaksinasi
Proses registrasi saya laksanakan melalui WhatsApp ke 081548500500. Persyaratan membawa fotokopi KTP dan juga salinan sertifikat vaksin. Walaupun akhirnya ketika pendaftaran ulang, yang diperlukan hanya KTP saja. Pelaksanaan sendiri berjalan lancar saja tanpa kendala berarti. Saat itu, untuk setiap hari tersedia kuota 120 orang.
Kalau ingin langsung datang, juga bisa. Prosesnya akan sama. Datang ke loket informasi untuk mengambil nomor antrian vaksinasi, lalu naik ke lantai 4, datang ke meja registrasi, isi formulir, lalu tunggu prosesnya. Untuk layanan vaksinasi di jam 08.00-11.00 WIB.
Proses mungkin sedikit agak lama lebih karena saat itu hanya ada 1 petugas screening dan 1 petugas vaksinator. Ini mungkin juga disesuaikan dengan ketersediaan ruangan juga saya rasa. Tidak masalah.
KIPI
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) masih terasa. Malam harinya, badan terasa agak meriang, tapi tidak parah. Sendiri terasa agak nyeri, tapi ringan saja. Efeknya lebih ke agak susah tidur saja sebenarnya.
Keesokan harinya, cuma terasa badan agak lemas — bisa jadi ini juga karena malamnya kurang tidur — dan kepala agak pusing. Jadi, banyakan dipakai untuk istirahat saja. Demam tidak terasa, suhu badan normal saja.
Tapi, sore harinya, kondisi badan jauh membaik dan sudah bisa beraktivitas normal. Istri saya, malam hari badan hanya terasa sedikit hangat saja, tapi lainnya normal. Bekas suntikan juga hanya terasa pegal ringan saja ternyata.
Pemerintah melonggarkan syarat pelaku perjalanan domestik. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pemerintah menghapus syarat tes Covid-19 Polymerase Chain Reaction (PCR) dan antigen bagi pelaku perjalanan darat, laut, dan udara di dalam negeri yang sudah menerima vaksin corona dosis lengkap.
Masih terkait dengan kebjiakan tersebut, dari sumber artikel yang sama ada beberapa hal lainnya:
Kapasitas kompetisi olahraga dilonggarkan. Seluruh kegiatan kompetisi olahraga dapat menerima penonton yang sudah menerima vaksinasi Covid-19 dosis tambahan atau booster.
Terkait dengan kegiatan tersebut, pengunjung wajib menggunakan aplikasi PeduliLindungi.
Kapasitas penonton/pengunjung akan didasarkan pada penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di masing-masing wilayah.
Sebagian diri saya menyetujui kebijakan ini, tapi sebagian lagi juga kurang setuju karena walaupun prosentase vaksinasi semakin meningkat — termasuk pemberian dosis ketiga/booster — tapi angka kematian cukup tinggi.
Saya setuju dalam konteks supaya pergerakan masyarakat terutama untuk roda perekonomian tetap berjalan. Bukan hanya bagi mereka yang punya usaha, tapi bagi karyawan/pekerja ini juga sebuah ‘kemudahan’. Dalam melakukan perjalanan yang membutuhkan tes PCR atau antigen, tentu jadi ada penambahan biaya, dan jumlahnya otomatis tidak kecil.
Beruntung kalau biaya ini bisa dibebankan kepada pihak lain (perusahaan, misanya), kalau tidak?
Sedikit kurang setuju dengan kebijjakan ya mungkin karena kasus masih cukup tinggi. Bagi yang sudah mendapatkan vaksinasi dua dosis, efek apabila terkena COVID-19 cenderung tidak terlalu parah. Namun, bisa jadi kebijakan ini memiliki peran penambahan kasus menjadi signifikan.
Artinya, jumlah kasus naik, lebih banyak masyarakat yang perlu isolasi mandiri, yang otomatis bisa jadi kegiatan perekonomian akan terpengaruh kembali.
Sepertinya, hidup berdampingan dengan COVID-19 ini sudah semakin terasa. Semoga kondisi tetap untuk saling jaga dan waspada dengan protokol kesehatan di level pribadi tetap berjalan.
Saya memilih untuk melakukan registrasi di tempat yang sama yaitu di RS Siloam Yogyakarta. Tidak ada alasan khusus, tapi karena saya mendapatkan pengalaman yang baik sebelumnya di sana.
Saat ini sudah melakukan registrasi, dan menurut informasi, untuk jadwal akan menunggu pemberitahuan/undangan. Semoga dalam waktu dekat sudah mendapatkan giliran. Menurut informasi, rencana akan mendapatkan setengah dosis Pfizer.
Update: Informasi terbaru, vaksinasi dosis ketiga dapat diterima setelah 3 (tiga) bulan sejak dosis kedua. (Sumber: Kementerian Kesehatan RI)
Akhir Januari ini, saya perlu melakukan perpanjangan masa aktif SIM A milik saya. Saya sempat mencari informasi bagaimana proses perpanjangan SIM di kota Jogjakarta ini. Tetapi, informasinya masih agak membingungkan. Sempat juga banyak baca mengenai perpanjangan SIM secara daring. Dan, beberapa teman juga menginformasikan kalau perpanjangan secara daring ini bisa jalan lancar juga. Tapi, opsi ini sepertinya kurang cocok untuk kondisi saya (saat itu).
Perpanjangan SIM secara daring (online)
Beberapa kondisi yang menjadikan proses perpanjangan SIM secara daring ini menjadi pilihan cocok, apabila:
Masa berakhir/kedaluarsa masih cukup lama. Kalau tidak salah, ini bisa dilakukan bahkan tiga bulan sebelum kedaluarsa. Saya lupa tepatnya.
Tetap harus melakukan tes kesehatan dengan mendatangi dokter/fasilitas kesehatan yang telah ditentukan.
Awalnya saya sempat akan menggukan metode ini. Tapi, saya batalkan karena tetap harus melakukan tes kesehatan juga, dan saat itu tinggal 7 (tujuh) hari sebelum masa kedaluarsa SIM saya. Untuk prosesnya, kalau saya baca-baca di internet, dan juga melalui linimasa media sosial, layanan ini bisa menjadi pilihan. Tinggal ikuti saja prosesnya.
Perpanjangan SIM secara luring (offline)
Ada dua pilihan jika akan melakukan perpanjangan SIM dengan cara ini. Pertama, melalui layanan SIM keliling. Kedua, langsung ke Satpas Polresta Yogyakarta. Ketiga, datang langsung ke SIM Corner. Pilihan pertama sebenarnya bisa menjadi opsi. Kalau mencari di internet/berita, cukup banyak jadwal SIM keliling ini di Jogjakarta.
Karena saya belum tentu dapat hadir sesuai jadwal sesuai antrian di Satpas Polresta Yogyakarta, akhirnya saya juga melihat opsi ketiga: datang langsung ke SIM Corner. Setelah mencari informasi:
Jam buka operasi akan mengikuti jam buka mall, dan kalau kuota sudah terlayani semua, maka layanan selesai. Diperkirakan sekitar jam makan siang harusnya sudah selesai semua. Namun, untuk proses antrian sudah dapat dilaksanakan pagi hari. Tentang pengambilan antrian, saya mendapatkan informasi yang lebih jelas untuk pilihan lokasi yang di Ramai Mall Malioboro.
Tentang adanya program booster untuk vaksinasi COVID-19, saya termasuk yang menantikannya. Mungkin sama seperti waktu kali pertama saya menantikan dosis pertama vaksinasi, yang saat itu akhirnya saya mendapatkan AstraZeneca. Puji Tuhan, sampai dengan saat ini masih diberikan kesehatan. Dosis kedua AstraZeneca saya terima di akhir Agustus 2021 lalu.
Kalau merujuk kepada rekomendasi dari Kementerian Kesehatan RI, saya berpotensi untuk mendapatkan 1/2 dosis Moderna atau Pfizer, atau 1 dosis AstraZeneca kembali.
Semoga di akhir Maret 2022 nanti, dapat menerima booster ini. Dan, semoga semua selalu diberikan berkat kesehatan.
Bulan Januari ini, saya memutuskan untuk membeli sebuah Mac Mini, yang mungkin akan menggantikan laptop yang ada di rumah. Mungkin “menggantikan” bukan kata yang paling tepat saat ini, karena laptop yang ada sebenarnya juga masih bisa digunakan.
Pertimbangan kenapa akhirnya membeli Mac Mini memang cukup banyak. Beberapa MacBook yang ada — baik punya saya ataupun istri — usianya sudah cukup lama. Punya saya mungkin adalah yang paling lama. MacBook Pro 13″ sudah berusia lebih dari 10 tahun, dan yang MacBook Pro 15″ (Retina Display) sudah hampir berumur 9 tahun.
Istri juga menggunakan MacBook yang sudah cukup lama usianya. Jadi, secara singkat ada beberapa “masalah” yang agak mengganggu:
Dukungan sistem operasi MacOS yang terhenti. Walaupun, hampir semua kebutuhan aplikasi masih bisa terpenuhi, tapi ada beberapa aplikasi yang cukup esensial sudah tidak didukung oleh versi sistem operasi yang cukup lama;
Performa mesin yang mulai agak kepayahan dengan aplikasi-aplikasi yang ada saat ini. Tak jarang mesin harus bekerja dengan lebih keras, dengan dibantu oleh kipas yang juga bekerja dengan tak kalah keras;
Mungkin kedua hal tersebut menjadi pertimbangan utama. Awalnya, sempat juga ingin membeli laptop saja, tapi ide ini akhirnya batal juga, karena:
Pekerjaan kebanyakan akan ada di rumah. Jadi, sebuah “desktop” mungkin akan lebih cocok;
Kalau laptop, agak susah untuk gantian;
Biaya yang mungkin akan muncul juga perlu diantisipasi. Selama menggunakan MacBook, saya pernah mengalami beberapa masalah/perbaikan seperti penggantian baterai, charger yang harus ganti karena kabel rusak/aus, papan ketik yang mati — yang akhirnya harus diganti semua — dan beberapa masalah lain. Nah, biaya penggantian untuk perangkat-perangkat yang rusak itu juga cukup lumayan juga;
Kalau terpaksanya harus bekerja di luar rumah, saya rasa laptop yang ada juga masih bisa digunakan, atau menggunakan iPad.
Pilihan Konfigurasi
Agak bingung juga awalnya mengenai konfigurasi yang saya pilih, RAM 8GB atau 16 GB, storage 256GB atau 512GB? Pilihan akhirnya jatuh ke konfigurasi RAM 16 GB dan storage 512GB. Beberapa pertimbangan saya:
Mac Mini ini akan cukup lama saya pakai. Paling tidak minimal dalam 5-6 tahun ke depan, atau bahkan lebih. Saya rasa ini alasan yang masih sangat masuk akal, mengingat produk Apple (MacBook, iPhone, dan iPad) yang saya gunakan semuanya berumur panjang.
Antisipasi bahwa nanti dengan perbaruan sistem operasi, dan banyaknya aplikasi yang mungkin akan lebih membutuhkan tenaga lebih banyak, RAM yang tinggi mungkin menjadi pertimbangan yang masuk akal.
Media penyimpanan sebenarnay bisa juga dengan tambahan ruang penyimpanan eskternal. Tapi, artinya akan ada tambahan barang dan kabel lagi. Juga, karena ini akan dipakai bersama dengan istri, termasuk juga untuk hal-hal teknis saya (dan istri juga), jadi storage perlu menjadi pertimbangan.
Untuk pembelian, saya melakukan transaksi pembelian melalui Tokopedia, setelah membandingkan beberapa harga produk dan menanyakan ketersediaan stok. Beruntung, saya mendapatkan harga dan pilihan konfigurasi yang sesuai.
Beberapa bulan sebelumnya — atau mungkin malah sekitar satu tahun — ada kendala lantai yang popping, tapi tidak parah dan hanya terjadi di dua keping lantai. Karena tidak terlalu mengganggu, jadi memang tidak langsung dilakukan penggantian. Kebetulan, lantai di rumah menggunakan granit ukuran 60×60 sentimeter.
Namun, seiring berjalannya waktu, masalah sejenis muncul di beberapa titik lain, dan sudah mulai mengganggu aktivitas sehari-hari. Dengan beberapa pertimbangan, akhirnya diputuskan untuk melakukan renovasi penggantian lantai granit. Untuk jasa tukang, saya menggunakan jasa tukang yang sebelumnya saya pakai untuk pekerjaan pembangunan lain.
Mengganti yang Rusak Saja dan Estimasi Waktu
Begitu rencananya. Dengan perkiraan bahwa bisa dilakukan penggantian di area yang rusak saja, dibuatlah rencana pembelian dan estimasi waktu pekerjaan yang diperkirakan bisa selesai dalam waktu sekitar 5-7 hari kerja.
Karena pekerjaan ini akan membuat rumah menjadi sangat berdebu, jadi kami memutuskan juga untuk mengungsi ke tempat saudara, paling tidak selama satu minggu, ditambah beberapa hari untuk nanti membersihkan sisa-sisa debu.
Karena ini termasuk kegiatan yang tidak ada dalam rencana, jadi soal anggaran semoga tidak terlalu banyak. Beberapa waktu sebelum pengerjaan, estimasi kebutuhan material sudah didapatkan dan langsung saja dibelanjakan.
Mencari Granit
Masalah pertama adalah mengenai material granit yang akan digunakan. Ternyata, merek dan seri granit yang dipakai saat ini tidak mudah untuk didapatkan. Beberapa toko bangunan yang ada di Jogja sudah dihubungi, dan hasilnya nihil.
Sempat melakukan pencarian melalui internet, dan hasilnya ada yang jual tapi lokasi di Jakarta. Stok sangat terbatas hanya sekitar 4 dus saja (total 16 keping), dan ternyata harganya lumayan mahal, sekitar Rp300.000/dus (ukuran 1,44 m2/dus).
Karena stok tidak bisa diharapkan, jadi kami ambil keputusan untuk mencari granit dengan merek dan seri lain, dan semoga warna mendekati yang ada saat ini. Dan, ternyata sangat tidak mudah.
Setelah melakukan beberapa kali pencarian di toko/supermarket bangunan, akhirnya ditentukan merek dan seri yang akan digunakan. Karena anggaran, jadi pilihan jath ke granit yang lebih murah dari sebelumnya. Sesuai dengan estimasi, akhirnya beli sebanyak 8 dus, termasuk semen instan perekat granit.
Pengerjaan Awal
Pekerjaan dimulai dengan lancar. Granit yang harus diganti dilepas dengan hati-hati dengan cara dipotong, supaya pengganti bisa dipasang. Tapi, ternyata ada beberapa yang diluar perkiraan. Ternyata granit lain yang masih terpasang dalam kondisi yang rawan popping juga. Bahkan, ketika terkena benturan, ada beberapa yang jadinya terlepas, yang otomatis jadi harus diperbaiki. Pilihannya: pakai granit yang sebelumnya, atau ganti dengan yang baru.
Proses ini cukup memusingkan juga. Karena, jika pakai granit lama, pasti sudah dalam kondisi yang tidak presisi sekali. Bentuk sudah sedikit berubah walaupun masih bisa dipakai. Jika dipaksakan, salah satu efeknya ya jadi kurang rata saja di beberapa titik.
Duh!
Selama proses pengerjaan awal, saya selalu pantau. Dan, beberapa hari makin ragu, apakah keputusan mengganti granit yang rusak saja merupakan keputusan yang tepat (saat itu).
Awalnya saya dan istri sempat terpikir apakah lebih baik diganti semua atau tidak. Kalau iya, artinya secara anggaran akan cukup besar. Kami sempat membuat estimasi perhitungan.
Akhirnya, Diganti Semua
“Pak, bagaimana kalau kita ganti semua saja?,” begitu kira-kira yang saya sampaikan ke tukang yang mengerjakaan pekerjaan ini. Pertimbangan kenapa akhirnya semua lantai granit diganti semua:
Mengurangi potensi renovasi kembali di masa mendatang, karena mungkin kerusakan hanya soal waktu;
Keamanan, karena risiko dari mengganti sebagian ada beberapa area yang jadi kurang aman/rapi. Apalagi, di rumah ada anak.
Membayangkan segala keribetan yang terjadi kalau renovasi lagi merupakan salah satu alasan. Mulai dari pindah sementara, membersihkan debu, mengamankan barang-barang, sampai dengan aktivitas pasca renovasi lainnya.
Yang akhirnya, keputusan untuk mengganti semua ini mengubah banyak sekali rencana seperti:
Anggaran yang jadi jauh membengkak terutama material mulai dari granit, semen instan, semen biasa, pasir termasuk beberapa bahan lainnya. Kalau awalnya jumlah granit yang dibeli hanya sekitar 8 dus, akhirnya berakhir menjadi sekitar 80 dus;
Anggaran jasa tukang juga jadi bertambah. Awalnya hanya sekitar 7 hari, akhirnya menjadi sekitar 5 minggu. Ini juga termasuk pada akhirnya ada anggaran untuk pembuangan brangkalan material;
Karena harus berpindah tempat tinggal sementara, otomatis pengeluaran harian juga jadi bertambah.
Dengan segala proses yang terjadi, akhirnya selesai juga. Ada beberapa kondisi yang mungkin tidak sesempurna yang kami harapkan, tapi bahwa proses renovasi sudah selesai itu sudah sangat disyukuri.
Melalui program BI Fast Payment (BI-Fast), Bank Indonesia akan menurunkan biaya tranfer antarbank yang saat ini sebesar Rp6.500 menjadi Rp2.500. Rencananya, tahap pertama penyesuaian biaya akan dimulai pada minggu kedua Desember 2021.
BI FAST sendiri merupakan sistem baru yang akan menggantikan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI).
Tahap pertama untuk penyesuaian biaya akan berlaku untuk PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, PT Bank DBS Indonesia, PT Bank Permata, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Danamon Indonesia, PT Bank CIMB Niaga, PT Bank Central Asia Tbk, PT Bank HSBC Indonesia, PT Bank UOB Indonesia, PT Bank Mega Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Syariah Indonesia, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank OCBC NISP, Bank Tabungan Negara UUS, Bank Permata UUS, Bank CIMB Niaga UUS, Bank Danamon Indonesia UUS, Bank BCA Syariah, PT Bank Sinarmas, Bank Citibank NA, PT Bank Woori Saudara Indonesia.
Sedangkan tahap kedua yang rencananya akan mulai berlaku Januari 2022 akan berlaku untuk PT Bank Sahabat Sampoerna, PT Bank Harda International, PT Bank Maspion, PT Bank KEB Hana Indonesia, PT Bank Rakyat Indonesia Agroniaga, PT Bank Ina Perdana, PT Bank Mandiri Taspen, PT Bank Nationalnobu, Bank Jatim UUS, PT Bank Mestika Dharma, PT Bank Jatim, PT Bank Multiarta Sentosa, PT Bank Ganesha, Bank OCBC NISP UUS, Bank Digital BCA, Bank Sinarmas UUS, Bank Jateng UUS, Standard Chartered Bank, Bank Jateng, BPD Bali, Bank Papua, dan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).
Kalau selama ini saya lebih sering menggunakan Flip untuk transaksi transfer antar bank, saya rasa perubahan biaya antar bank secara konvensional juga akan bermanfaat.
Selain membeli obat atau vitamin secara daring melalui situs-situs niaga-el seperti Tokopedia atau Shopee, saya dan istri kadang juga membeli melalui apotek. Dan, sejak pandemi ini membeli secara daring sesekali kami lakukan. Kalau soal kesehatan, puji Tuhan, kami semua sehat, dan jarang sakit.
Kami banyak memanfaatkan Halodoc dan pesan langsung ke apotek-nya dan nanti kirim menggunakan. Tidak ada alasan khusus metode mana yang lebih kami sukai. Kadang, memang situasional saja.
Salah satu alasan menggunakan Halodoc adalah mengenai integrasinya — mulai dari pemesanan, pembayaran, sampai dengan pengiriman menggunakan layanan Gojek — yang sudah sangat baik. Beberapa kali saya memesan melalui aplikasi ini, dan semua mendapatkan pengalaman yang baik.
Soal harga, ketika secara acak saya bandingkan, memang kadang lebih mahal — misal ketika dibandingkan dengan harga di situs niaga-el. Tapi, jika ini untuk kebutuhan yang mendesak, Halodoc jelas sebuah solusi yang perlu dipertimbangkan.
Terakhir kali saya pesan beberapa bulan lalu ketika anak anak kami sakit, kami perlu beli Pedialyte. Pemesanan saat itu sekitar pukul 00.30 WIB. Semua diproses dengan baik sekitar satu jam. Waktu sampai obat sampai di rumah terkesan lama, namun lebih karena jarak yang jauh saja dari apotek yang punya stok.
Langsung Pesan dari Apotek
Salah satu kebiasaan saya ketika membeli sesuatu di toko adalah mencatat nomor kontak. Jadi, jika dibutuhkan tidak repot. Beberapa apotek yang tidak jauh dari rumah sudah ada dalam daftar kontak.
Jika Anda mungkin belum memiliki kontak-kontak apotek di ponsel, sepertinya tidak ada salahnya sekarang mulai mencatatnya.
Ada dua apotek yang menjadi pilihan kami selama ini. Pertama adalah Apotek K-24, dan yang kedua adalah apotek Unisia. Keduanya kebetulan tidak terlalu jauh dari tempat tinggal kami. Ada alasan mengapa beli langsung dari apotek — khususnya kedua apotek tersebut — menjadi pilihan:
Bisa konsultasi atau bertanya terlebih dahulu mengenai obat yang diperlukan, aplagi kalau sedikit kurang yakin dengan kebutuhan.
Soal harga, bisa langsung ditanyakan.
Buka 24 jam. Walaupun selama ini saya belum perneah pesan lebih dari jam 21.00 WIB.
Seluruh pemesanan melalui apotek langsung hampir semuanya untuk kebutuhan yang tidak terlalu mendesak. Ketika saya butuh membeli perban elastis, saya tidak keberatan menunggu sekitar satu jam untuk dikirim dari apotek pilihan saya.
Apotek K-24
Ada beberapa apotek K-24 yang tidak terlalu jauh dari rumah. Namun, ada satu yang selalu jadi langganan dengan beberapa alasan:
Bisa melakukan pembayaran secara non-tunai. Dulu, saat membeli di lokasi langsung dan melakukan pembayaran non-tunai menggunakan OVO, apakah bisa jika nanti pesan melalui WhatsApp, lalu saya bayar “jarak jauh”, kemudian saya kirim kurir (GoSend atau GrabSend). Ternyata bisa.
Cara ini ternyata tidak bisa — kurang familiar oleh karyawan apotek — dengan apotek K-24 yang sebenarnya secara jarak lebih dekat dari rumah.
Tentu aplikasi K24Klik juga dapat digunakan jika diperlukan. Saat ini, metode yang saya pilih sudah sangat mencukupi dan nyaman.
Apotek Unisia 24
Apotek ini didirikan/dikelola oleh PT. Unisia Polifarma (UII Farma). Di Jogja, apotek ini ada di beberapa lokasi. Beberapa alasan pilihan:
Lokasi tidak jauh dari rumah, jadi seandainya di ambil sendiri, atau dikirim melalui kurir, biaya tidak mahal. Namun, ada layanan antar gratis sampai jarak 5 km untuk pembelian minimal Rp50.000.
Ada pernah obat yang rencana saya mau beli ada stok yang kosong. Tapi, karena itu tidak mendesak, jadi bisa diganti dengan merek lain.
Pembayaran bisa dilakukan melalui transfer bank.
Sama dengan K-24, komunikasi dilakukan dengan WhatsApp. Soal respon, selama ini cukup cepat. Memang pernah saya menghubungi, namun tidak mendapatkan balasan, dan bahkan baru dibalas keeseokan harinya, dengan alasan chat yang tertumpuk/terlewat. Bisa dipahami karena melayanai dengan sistem WhatsApp potensi seperti ini bisa terjadi.
Saya cukup akrab dengan pemandangan beberapa becak yang mangkal di perempatan lampu merah yang lokasinya tak jauh dari tempat saya tinggal. Beberapa minggu lalu — Juni 2021– ada sedikit pemandangan yang berbeda. Sebuah tulisan yang dicetak diatas kertas bertuliskan “BECAK INI DI SEWAKAN” tertempel di sana.
Juni lalu, ada sebuah ‘kegelisahan’ yang saya rasakan, dan istri saya juga merasakan hal yang kurang lebih sama. Pandemi yang ternyata bukan membaik, tapi justru semakin memberikan dampak yang lebih berat lagi.
Photo by Mariana Kurnyk from Pexels
Saya hampir tidak baca bagaimana analisis perekonomian nasional dalam masa pandemi. Atau, bagaimana ekonomi secara global. Tapi, sama seperti milyaran manusia di bumi ini, saya tahu yang pasti: semua kena imbasnya. Tentu, ada juga yang secara ekonomi atau bisnis justru sedang menuai.
Itu satu hal.
Saya lebih memilih untuk melihat yang ada di depan mata. Yang sehari-hari terlihat, dan begitu nyata. Dan, semakin melihat banyak hal, semakin terusik perasaan saya. Sangat tidak enak. Saya tidak nyaman.
Dari sekian banyak hal-hal yang bisa dilakukan, segala macam rencana ini dan itu — dari beberapa hal yang sudah berjalan — saya bersama istri akhirnya menambahkan satu lagi komitmen kecil untuk merayakan bagaimana kami selama ini telah sangat dicukupkan.
Kami ingin melakukan hal yang telah banyak dilakukan oleh orang banyak, termasuk beberapa teman yang bahkan jauh lebih dulu. Dulu pernah juga ikut “nebeng” ke aktivitas yang dibuat beberapa teman, dan dengan senang hati melakukannya.
Iya, berbagi nasi/makanan. Karena, dengan kondisi pandemi saat ini, jika ada satu hal yang mungkin harus tercukupi, salah satunya adalah soal bagaimana bisa tetap makan.
Kemasan nasi bungkus yang dibagikan.
Begini rencana awalnya…
“Pesan ke salah satu saudara yang buka warung makan, minta tolong langsung dibungkus, dan nanti diletakkan di depan warung/area dekat situ. Bagi siapapun yang mau ambil, silakan ambil. Kalau habis, ya sudah. Komitmen untuk dua kali seminggu, tidak tahu sampai kapan.”
Kurang lebih rencananya seperti itu. Tidak ada yang sangat istimewa, dan setelah dipikirkan dan dipertimbangkan, harusnya sangat doable.
Soal mekanisme pemesanan, menu, dan lainnya secara detil sudah oke, dan dengan saudara kami ini, memiliki semangat yang sama, dan menyambut baik rencana ini.
Jadi, kami menyerahkan tentang kapan makanan ini akan di masak dan didistribusikan. Dan, karena distribusi tidak akan jauh dari tempat saudara ini, jadi harapannya soal “waktu” bisa lebih disesuaikan sesuai kebutuhan di area tersebut. Oh ya, untuk waktu walaupun bebas kami sepakat untuk tidak di hari Jumat. Karena sepengetahuan kami untuk Jumat sudah banyak saudara-saudara yang sudah berbagi berkat. Kami memilih dua hari yang lain.
Soal menu, kami inginnya tidak hanya soal kuantitas yang penting banyak, tapi harapannya juga secara komposisi cukup baik. Kalau telur atau daging bisa hadir, kenapa tidak?
Semua sudah OK, dana dari komitmen juga sudah ada untuk beberapa minggu ke depan. Jadi, bagaimana kalau langsung mulai saja?
Ya, sederhana saja, saat ini vaksinasi merupakan salah satu proses yang masuk akal untuk menekan lanju COVID-19. Dan, jika saat ini vaksinasi merupakan pilihan terbaik, kenapa tidak?
Yang sudah beredar banyak setelah Sinovac tentu AstraZeneca. Di awal Juni 2021 ini, yang banyak tersedia adalah AstraZeneca. Lalu, kenapa mau dikasih AstraZeneca, bukankan AstraZeneca itu bla-bla-bla-bla?
Ya, saya cukup banyak baca. Ada kasus penerima vaksinasi yang sampai meninggal karena pembeukan darah setelah menerima AstraZeneca, sedangkan sebelum-sebelumnya ketika pakai Sinovac aman saja.
Saya juga membaca opini bahkan dari orang-orang yang saya kenal bahwa AstraZeneca ini efeknya lebih keras — daripada Sinovac. Dan, yang ngomong rata-rata ada dalam kelompok yang belum vaksinasi sama sekali, dan berdasarkan baca berita atau dengar dari orang lain.
Apakah saya takut untuk menerima AstraZeneca? Perasaan was-was pasti ada. Pun kecil, kasus lanjutan setelah vaksinasi bisa terjadi kepada siapapun, termasuk saya. Tapi, di saat yang sama, bahwa saya bisa tertular COVID-19 atau menjadi carrier itu juga bisa terjadi, itu adalah fakta.
Jadi, alih-alih menunda untuk menghindari AstraZeneca, saya memutuskan untuk menerimanya. Apakah dengan tidak menerima AstraZeneca saya akan bisa menerima vaksin sesuai pilihan saya? Apalagi pilihan tersebut hanya berdasarkan “kayaknya yang A lebih aman”, atau “katanya si B bagus yang vaksin C”. Saya sendiri juga bukan orang medis, tapi satu hal yang saya pegang: vaksin yang beredar pasti sudah melalui proses penelitian, uji klinis, dan mendapatkan ijin edar. Puluhan atau bahkan ratusan ribu orang sudah menerima AstraZeneca sebelum saya. Jadi, kenapa tidak?
Efek Samping AstraZeneca
Sebelum vaksinasi pada hari Rabu, sehari sebelumnya saya tidak ada persiapan selain istirahat yang cukup saja. Dan, pagi sebelum vaksinasi — sekitar jam 11.00 WIB — saya sempatkan sarapan. Selebihnya, biasa saja. Saya sudah baca KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) untuk AstraZeneca di berbagai sumber, sepertinya tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Hari Pertama (Rabu)
Sebelum proses vaksinasi, diawali dengan pengisian data dan pernyataan persetujuan sebagai bagian dari proses screening. Suhu badan normal, tekanan darah normal, dan semua pertanyaan terkait antisipasi dan efek pasca vaksinasi dijawab apa adanya. Tidak ada yang serius dan menghalangi.
Proses observasi di tempat setelah vaksinasi juga tidak ada masalah. Belu ada gejala/efek lanjutan yang langsung terlihat. Bahkan, setelah vaksinasi, saya langsung beraktivitas seperti biasa, termasuk bekerja sampai sore hari.
Malamnya sekitar pukul 20.00 WIB, suhu badan agak naik, terasa agak demam, tapi belum sampai mengganggu sekali. Rasanya seperti mau meriang. Kepala sedikit pusing saja. Kondisi ini terjadi terus, sampai sekitar pukul 23.00 WIB. Saya putuskan untuk minum obat sakit kepala, karena ini diperbolehkan juga. Kondisi badan terasa dingin, tapi suhu badan agak naik. Lidah juga tidak pahit, bisa mengecap rasa seperti biasa.
Setelah minum obat, saya paksakan istirahat.
Hari Kedua (Kamis)
Pagi bangun masih agak demam, tapi tidak sepanas hari sebelumnya — yang dirasakan. Saya juga tidak sempat ukur suhu badan. Kepala masih sedikit pusing, tapi aktivitas biasa tidak terganggu.
Karena saya rasa tidak terlalu mengganggu, jadi aktivitas harian masih saya lakukan termasuk bekerja. Cuma, badan rasanya jadi terasa lebih lelah saja. Jadi, beberapa saat saya selingi dengan rebahan. Yang pasti, tetap makan dan minum saja.
Sampai malam hari, demam masih, tapi terasa berkurang termasuk sakit kepala. Tapi, secara umum badan terasa lebih enak dari hari sebelumnya. Ketika akan berangkat tidur, badan juga biasa saja. Tidak terasa dingin juga. Bagian lengan atas bekas suntikan agak terasa kaku/pegal. Di hari kedua, saya tidak mengonsumsi obat sama sekali.
Hari Ketiga (Jumat)
Jumat pagi ketika bangun tidur, kondisi badan semua sudah bisa dikatakan normal. Badan tidak ada demam sama sekali, efeknya seperti malam sakit, minum obat, lalu pagi bangun dengan suhu badan normal dan badan segar. Sakit kepala yang sebelumnya ada, tinggal terasa sedikit sekali.
Cuma memang badan masih agak terasa capek saja. Tapi, dengan sedikit dipaksa untuk bergerak, jalan-jalan sebentar di luar rumah, dan aktivitas biasa, badan justru terasa lebih enak.
Area lengan atas tetap terasa agak kaku dan pegal saja, tapi secara umum tidak menghalangi aktivitas sama sekali.
Vaksinasi Lanjutan
Berbeda dengan Sinovac yang memiliki jarak 28 hari dari dosis pertama ke dosis kedua, jarak vaksinasi kedua untuk AstraZeneca adalah 12 minggu. Untuk saya, dijadwalkan di minggu akhir Agustus 2021 untuk dosis keduanya.
Informasi mengenai tanggal vaksinasi dosis satu, termasuk jenis vaksin yang dipakai tertera dengan jelas di kartu vaksinasi. Saya sendiri mendapatkan AstraZeneca batch CTMAV 547.
Tunggu, memang ada terpikir untuk menutup akun Jenius BTPN. Tapi, alih-alih langsung menutupnya, saya pastikan bahwa akun kemungkinan tidak akan dipakai, karena saldo nol.
Dalam periode hampir dua tahun memiliki rekening di Jenius, tapi Jenius belum menjadi aplikasi perbankan yang sering saya gunakan. Transaksi yang sering saya lakukan adalah menerima pengiriman dana dari beberapa teman, yang secara nominal tidak besar. Selebihnya, hampir tidak pernah saya gunakan. Saya memiliki beberapa Jenius cards yang saya minta. Dan, sepertinya ini tidak terlalu bermanfaat bagi saya, karena justru saya semakin jarang membawa kartu fisik.
Kebanyakan transaksi yang saya sering lakukan akhirnya menempatkan DANA, GoPay, Shopee Pay, dan OVO sebagai pilihan utama. Pun tidak, BCA Mobile dan OCTO Mobile saat ini masih sangat bisa diandalkan.
Saya coba cari informasinya di situs Jenius, saya tidak menemukan informasi yang cukup jelas termasuk ketika saya coba buka laman Support/FAQ. Pada laman Syarat dan Ketentuan, informasi seputar penutupan akun menyebutkan tentang “Penutupan rekening dapat dilaksanakan oleh Nasabah dengan menghubungi Layanan Nasabah (Contact Center) dan/atau Jenius Live.”
Karena sebuah keperluan, bulan lalu saya harus mengurus proses mendapatkan salinan faktur kendaraan bermotor. Jadi, faktur kendaraan untuk mobil saya — yang katanya seharusnya ada di kartu BPKB — ternyata tidak ada pada tempatnya. Beberapa bulan sebelumnya memang saya melakukan proses balik nama melalu jasa pihak ketiga.
Intinya, dokumen tersebut tidak ada. Berbekal informasi bahwa faktur tersebut bisa didapatkan salinannya di samsat dengan proses yang mudah, jadi saya putuskan untuk mengurusnya.
Karena “alamat baru” pada BKPB ada di Sleman, jadi saya disarankan untuk mendatangi Kantor Samsat Sleman. Awalnya agak bingung juga, ke loket mana saya harus melakukan proses ini. Di bagian informasi, saya diarahkan untuk ke salah satu ruangan untuk pengurusan ini.
Setelah saya sampaikan maksud kedatangan saya, saya diminta untuk menunggu pengecekan dokumennya. Ternyata, dokumen saya tidak ada di sana, namun ada di kantor Samsat Maguwo. Setelah diyakinkan bahwa memang dokumen tersebut tidak ada, jadi saya disarankan untuk langsung ke kantor Samsat Pembantu Sleman (Kantor Pelayanan Pajak Sleman (Samsat Pembantu)).
Karena hari sudah cukup siang, dan jarak dari Samsat Sleman ke Samsat Maguwo cukup jauh, jadi saya putuskan untuk datang di hari berikutnya.
Salinan Faktur Kendaraan
Di Samsat Pembantu Maguwo, saya langsung diarahkan ke loket 1 yang ada di area layanan utama. Saya sampaikan maksud kedatangan saya dan saya diminta untuk menunggu. Tidak sampai satu menit, saya diinfokan kalau salinan faktur saya ada di Samsat Sleman. Aduh!
Saya sampaikan kalau kedatangan saya ke Samsat Pembantu Maguwo ini atas arahan dari petugas di Samsat Sleman. Setelah berdiskusi singkat dengan cukup santai, dilakukan pengecekan kembali. Mungkin masih terkait data alamat yang belum diperbarui atau apa — ini terkait bahwa data BKPB juga sudah berubah alamat –, tapi singkatnya dokumen yang saya butuhkan bisa saya dapatkan. Seluruh proses ini ternyata cukup cepat. Sepertinya tidak sampai 30 menit.