Categories
Umum

Hotel Sebagai Alternatif Tempat Bekerja di Luar Kantor atau Rumah

Ilustrasi foto oleh Arina Krasnikova via Pexels

Selama hampir satu tahun berada dalam masa pandemi — dan entah sampai kapan pandemi ini akan berakhir — saya memang beberapa kali memutuskan untuk berada di luar rumah, untuk bekerja. Tentu, dibandingkan dengan masa sebelum pandemi, aktivitas ini sangat berkurang.

Saya coba hitung, kalau tidak salah, secara total saya hanya pernah empat kali duduk di tempat yang memungkinkan saya untuk bekerja — membuka laptop. Namun, itupun belum tentu saya bekerja dan dalam periode waktu yang tidak terlalu lama (tidak sampai seharian).

Selain di warung kopi — yang didesain dan dikelola untuk sekaligus menjadi coworking space — saya akhirnya juga kadang bekerja dari hotel. Agak berbeda memang, karena bagi saya hotel dari dulu bukan opsi utama jika ingin sekadar duduk, membuka laptop, lalu bekerja.

Bekerja dari Hotel

Lebih tepatnya, ini memanfaatkan fasilitas restoran yang tersedia di hotel. Setelah beberapa waktu lalu saya melihat kalau Prime Plaza Hotel Yogyakarta menawarkan semacam Work From Hotel, saya akhirnya mencobanya.

Catatan

Seluruh cerita terkait dengan pengalaman menggunakan layanan/area di Prime Plaza Hotel Yogyakarta (PPH Yogyakarta) merupakan pengalaman pribadi, dan tidak memiliki afilitasi/kerjasama dengan pihak hotel. Semua biaya yang muncul merupakan biaya pribadi. Pengalaman berbeda mungkin terjadi, dan saya mendorong untuk mengkonsultasikan dengan pihak hotel, jika diperlukan. Semua foto merupakan koleksi pribadi.

Paket “Work From Hotel” ini sebenarnya merupakan sebuah alternatif terkait dengan pemesanan makanan di hotel. Secara prinsip, tanpa harus menggunakan opsi paket “Work From Hotel (WFH)” , tetap bisa saja memesan makanan dari resto, untuk dinikmati di area resto, dan mulai bekerja di tempat yang tersedia.

Untuk kunjungan pertama, saya coba paket seharga Rp55.000. Secara umum, ada beberapa pilihan “paket” yang dapat dipilih sesuai selera, yaitu:

  1. Kopi/teh dan snack, seharga Rp55.000
  2. Kopi/teh, snack dan makan siang, seharga Rp75.000
  3. Coffee break, makan siang, meeting room, seharga Rp100.000

Harga tersebut adalah harga termasuk pajak. Dan, ini dapat digunakan selama jam operasional hotel yaitu setiap hari (termasuk Sabtu dan Minggu), mulai pukul 07.00-23.00 WIB. Informasi lebih lengkap bisa dilihat di https://work-from-hotel.web.app, tapi tetap ada baiknya juga menghubungi narahubung melalui WhatsAppp.

Jam operasional hotel ini lebih memberikan fleksibilitas. Walaupun saya memanfaatkan di jam kerja saja, dan tidak seharian penuh juga pada akhirnya.

Setelah saya menghubungi narahubung ke WhatsApp sekadar konfirmasi layanan ini, saya datang ke lokasi, dan saat itu sekitar pukul 11.00 WIB. Untuk prosedur masuk ke hotel, masih sama dengan sewaktu kali pertama saya datang sekitar dua bulan lalu.

Setelah memarkir kendaraan saya, saya menuju ke area lobi untuk pemeriksaan suhu, menggunakan hand sanitizer dan memindai QR Code yang perlu saya isi sebagai tamu. Pengisian data ini menggunakan Google Form. Area parkir roda dua dan empat tersedia di bagian depan dan sangat luas menurut saya. Oh ya saya masuk melalui pintu masuk utama di Jl. Affandi.

Oleh petugas di lobi, saya ditanyai ada keperluan apa/mau kemana, saya sampaikan mau ke restoran. Dan, selanjutnya lancar saja. Saya sempatkan ke resepsionis, dan diarahkan untuk langsung saja ke area Colombo Pool Terrace, yaitu restoran yang semi outdoor, yang lokasinya ada di samping kolam renang.

Petugas restoran menyambut saya dengan ramah, dan sepertinya cukup well-informed bahwa ada tamu yang datang untuk “Work From Hotel”. Saya ambil tempat duduk agak di pinggir. Saya amati sekilas untuk akses ke colokan listrik juga tersedia di bawah meja.

Saya tidak punya ekspektasi untuk minuman atau snack yang saya dapatkan untuk harga Rp55.000 yang saya bayarkan. Jadi ya tunggu saja. Setelah saya duduk, beberapa saat kemudian saya diinformasikan mengenai akses internet yang bisa digunakan, dan selanjutnya saya ditawarkan apakah mau minum teh atau kopi. Siang itu, saya merencanakan mungkin akan berada disana sekitar 2-3 jam saja. Jadi apapun yang disajikan saya perkirakan cukup untuk menemani saya siang itu.

Akhirnya saya tidak jadi membuka laptop, dan bekerja dari iPad saya. Untuk minuman, saya memilih kopi — yang akhirnya kopi ini bisa untuk porsi dua gelas. Kopinya sendiri merupakan black coffee, dimana ini sesuai dengan ekspektasi saya. Mungkin jika ingin yang selain kopi, bisa memilih teh, yang sepertinya penyajian juga hampir sama. Snack dan sedikit cemilan cukup untuk menemani kopi dan waktu bekerja.

Pengalaman pertama saya untuk mencoba alternatif tempat bekerja di hotel kali ini cukup menarik. Saat saya datang, ada beberapa tamu hotel atau pengunjung yang sedang ada di area restoran. Tapi, karena area cukup luas dan penataan meja/kursi cukup lapang, jadi ya tidak masalah juga. Oh ya, karena area ini semi outdoor, jadi untuk yang mungkin membutuhkan tempat merokok, area ini cukup baik. Ya, walaupun saya sudah tidak merokok juga. Ada sebenarnya pilihan untuk area restoran yang indoor dengan AC. Tapi, saat itu saya memagn lebih tertarik yang semi outdoor.

Categories
Umum

(Akan) Pindah Rumah

Puji Tuhan, di akhir Januari 2018 lalu, setelah mencoba melakukan pencarian properti di Jogja dengan segala macam tantangannya, akhirnya saya dan istri diperkenankan untuk melewati satu langkah dalam usaha mencari rumah pertama sebagai hunian di Jogja.

Lokasi

Kami akhirnya menemukan lokasi hunian dengan fasilitas yang kami rasa cocok di daerah utara kota Jogja. Awalnya, justru unit yang ada di salah satu kawasan perumahan ini tidak masuk dalam rencana. Ketika mengunjungi salah satu rumah yang kami incar, ternyata rumah tersebut cukup jauh dari bayangan kami dari sisi disain, lokasi, dan fasilitas.

Saat itu, agen properti yang menemani kami menanyakan apakah tertarik untuk melihat-lihat rumah yang saat ini sedang dijual di salah satu kawasan perumahan di Jogja utara. Iklan berupa baliho tentang kawasan perumahan itu sering saya lihat, cuma tidak terpikir sama sekali. Apalagi, sekitas harga yang terlihat memang cukup tinggi.

Categories
Umum

Tantangan Mencari Properti Rumah Pertama di Jogjakarta

Ini adalah cerita pengalaman saya dan istri dalam mencari hunian di kota Jogjakarta. Perlu saya tuliskan, siapa tahu bermanfaat. Tulisan merupakan pengalaman dan pendapat pribadi. Seluruh informasi ini berdasarkan kondisi pada akhir tahun 2017 dan awal tahun 2018. Beberapa informasi mungkin tidak relevan lagi berdasarkan waktu.

Rumah Pertama

Kami harus bersyukur karena setelah menikah, kami dapat menempati rumah tanpa terlebih dahulu harus mengontrak. Beberapa bulan, kami tinggal di rumah kerabat istri. Kemudian, hampir di satu tahun usia pernikahan, kami tinggal di rumah lain yang selama ini saya tempati. Bukan milik sendiri, namun milik orang tua saya.

Tidak ada masalah sama sekali sebenarnya. Namun, kami sangat ingin untuk memiliki rumah pertama. Sebelumnya memang sudah sempat untuk mendefinisikan hal-hal yang menjadi pertimbangan atau impian untuk hunian. Namun, setelah berjalannya waktu, sepertinya harus ada penyesuaian dari kriteria awal.

Kriteria dan Pertimbangan

Kriteria dan pertimbangan yang kami miliki sebenarnya cukup banyak, namun kami pikir ini juga masih kriteria umum. Jadi, tidak ada yang sangat spesifik.

  1. Rumah — yang siapa tahu bisa — menjadi rumah yang produktif. Jadi, di awal kami masih mempertimbangkan apakah hunian yang akan kami miliki akan dapat diproduktifkan misalnya disewakan sepenuhnya, atau disewakan sebagian.
  2. Berada dalam kawasan perumahan. Hal ini sebenarnya lebih kepada alasan keamanan, lingkungan, dan juga fasilitas umum.
  3. Lokasi strategis. Walapun definisi ‘strategis’ ini cukup sulit, namun bayangan kami adalah lokasi berada daerah kota Jogjakarta, masih di dalam ringroad atau sedikit diluar ringroad.
  4. Harga masih dalam budget. Ini tentu saja yang paling penting, karena kami juga tidak mau terlalu memaksakan sekali.
  5. Bukan apartemen. Walaupun sudah mulai banyak penawaran apartemen di Jogjakarta, namun apartemen bukan pilihan.

Berbekal dengan kriteria di atas, akhirnya kami mulai melakukan pencarian.

Categories
Umum

Sejenak Mengunjungi Kota Solo (Bagian 1)

Akhir pekan lalu, saya memutuskan untuk mengunjungi Solo. Bulan Juli lalu sempat juga ke Solo, untuk keperluan berbeda. Saat itu, saya ke Solo cuma untuk transit melanjutkan perjalanan ke Jakarta.

Perjalanan saya ke Solo terakhir kemarin meninggalkan beberapa kesan, dan pengalaman baru. Rencana awal hanyalah untuk sekadar melihat-lihat ke ACE Hardware — karena di Jogjakarta tidak ada — dan juga bertemu dengan seorang teman.

Perjalanan ke Solo

Saya memutuskan untuk menggunakan kereta dengan alasan waktu tempuh yang paling cepat. Untuk jadwal kereta sendiri, saya tidak terlalu memusingkan jam berapa kereta akan berangkat. Sekitar pukul 09.45 saya mendekati Stasiun Tugu.

Stasiun Tugu

Persis ketika mendekati loket pembelian tiket, terdengar pengumuman dari pengeras suara bahwa kereta Madiun Jaya akan segera diberangkatkan pukul 09.50. Saya sempat menanyakan apakah saya masih bisa membeli tiket untuk jadwal tersebut. Ternyata tidak.

Sempat saya tanyakan kepada petugas tiket, apakah saya bisa mendapatkan informasi jadwal kereta api. Petugas tersebut menyampaikan kalau informasi jadwal bisa didapatkan di bagian layanan pengguna. Ternyata tempatnya tidak jauh dari lokasi, masih di area tersebut. Setelah saya mendapatkan, saya coba pelajari secara singkat.

Kereta berikutnya adalah Pramex jurusan Jogja-Solo, pukul 10.50. Berarti masih ada waktu sekitar satu jam lagi. Saya langsung kembali ke loket untuk membeli tiket, harga saat itu adalah Rp. 10.000,-

Categories
Umum

Mengatur penyimpanan berkas di laptop

Salah satu kebiasaan saya terkait dengan penyimpanan berkas (di komputer)  adalah bahwa saya jarang menghapusnya. Saya — dan mungkin banyak orang juga — melakukan penyimpanan di beragam layanan atau metoda  yang umum. Misalnya foto disimpan di layanan seperti Flickr, Instagram, atau bahkan Facebook. Berkas pekerjaan disimpan di Dropbox, atau Evernote untuk catatan-catatan lainnya.

Karena kebiasaan ini, sering kali kebutuhan media penyimpanan menjadi masalah tersendiri. Kadang bahkan, sampai tidak sadar properti apa yang pernah tersimpan, terunduh, maupun ter-backup. Tidak semua berkas saya simpan dalam layanan daring seperti diatas. Beberapa saya juga simpan di layanan seperti Amazon Web Service. Kebanyakan justru malah saya simpan di laptop, atau di hardisk eksternal.

Saat ini, selain laptop, saya  memiliki dua buah media penyimpanan utama di rumah:

  • StoreJet Transcend Media dengan kapastitas 2 TB
  • WD My Book Live 3TB Personal Cloud Storage

Trancend 2 TB lebih sering saya pakai untuk melakukan backup di laptop, karena hanya bisa menggunakan USB. Untuk yang Personal Cloud, saya gunakan untuk melakukan backup dari laptop (MacBook Pro Retina Display 15″), iPad 3, dan iPhone 5. Ponsel lain (BlackBerry  dan Android) tidak saya khususkan untuk backup. Khusus untuk MacBook Pro, ini adalah piranti yang paling sering saya backup. Selain karena supaya aman (paling tidak punya backup), dan juga karena media penyimpanan MacBook Pro ini yang relatif lebih kecil (SSD 250 GB).

Screen-Shot-2013-07-07-at-10.31.28-PM

Dan, karena kebiasaan pula, kadang penggunaan hardisk di laptop bisa tidak terkontrol. Hari ini misalnya, saya coba lakukan penghapusan berkas-berkas yang misal sudah saya backup, atau tidak diperlukan lagi. Ternyata, hasilnya cukup banyak. Bisa sampai 30 GB. Untuk melakukan kegiatan bersih-bersih hardisk, saya gunakan bantuan dari aplikasi CleanMyMac 2.

Categories
Umum

Pengalaman Menyewa Safe Deposit Box (di bank)

Sekitar akhir tahun 2012 lalu, saya memutuskan untuk melakukan penyewaan Safe Deposit Box (SDB) di salah satu bank di Jogjakarta. Ini memang antara penting dan tidak penting. Ah, toh hanya berkas dan properti yang bisa disimpan di rumah. Salah satu alasan saya adalah pengalaman ketika ada bencana alam gempa di Jogjakarta tahun 2006 yang lalu. Bagaimana pada akhirnya, banyak surat-surat berharga dan properti lain yang cukup penting akhirnya harus rusak dan hilang. Apakah dengan disimpan di Safe Deposit Box akan sepenuhnya aman? Saya rasa, paling tidak lebih aman daripada disimpan di rumah.

Untuk membuka/menyewa Safe Deposit Box, pertama yang saya lakukan adalah mencari informasi ke beberapa bank. Saya cari informasi secara umum seperti berapa biaya sewa, besar/ukuran yang tersedia, dan mekanismenya. Selain harga yang cukup bervariasi (dan tidak terpaut jauh), ternyata untuk syarat dan mekanisme juga relatif sama.

8206371651sdb
Ilustrasi gambar safe deposit box

Kebetulan saat saya mencari informasi, saya memiliki rekening di beberapa bank. Ada beberapa bank yang ternyata tidak memiliki SDB yang tersedia. Akhirnya, keputusan saya jatuh ke Bank BPD DIY. Berikut beberapa hal seputar pengalaman membuka SDB di Bank BPD DIY.