Lalu bagaimana cara mengambil uang kalau tidak bisa masuk ke aplikasi sama sekali?
Walaupun jarang menggunakan Jenius untuk transaksi, tapi saya memang masih kadang pakai, sekadar untuk menerima pembayaran. Setelah dana masuk, saya yang akan mentransfer ke rekening bank lain. Ini untuk memfasilitasi beberapa pihak yang memilih menggunakan Jenius untuk mengiriman donasi dari kegiatan berbagi bersama yang saya lakukan.
Ketika selama ini saya gagal terus masuk ke aplikasi Jenius di iPhone, saya dapat melakukan transaksi melalui website Jenius. Setelah otentikasi di aplikasi mobile, saya dapat OTP, saya masukkan OTP, mengeset PIN, lalu saya gagal masuk ke aplikasi, dengan pesan session expired.
Apakah ini terkait dengan kondisi terakhir saya masih terotentikasi di ponsel Android? Tidak tahu juga. Yang pasti, ponsel Android saya memang tidak bisa dipakai saat ini. Akses transaksi melalui web yang sebelumnya berhasil, saat ini juga tidak bisa.
Solusi satu-satunya apakah menghubungi layanan nasabah, untuk sesuatu yang mungkin terkait dengan permasalahan di sistem?
Update: Sepertinya memang satu-satunya solusi adalah menghubungi pihak Jenius — sebelum akses melalui situs sudah kembali normal. Saya lihat di Twitter, ada yang mengeluhkan kondisi yang sama.
@jeniushelp mohon bantuannya, saya tidak bisa login aplikasi jenius diandroid. padahal sudah input password, email dan otp dengan benar pic.twitter.com/EWM05T6q8M
Dan, jawaban dari @JeniusHelp di Twitter ini saya rasa sudah cukup jelas.
Hi, Robeth. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya. Demi kenyamanan dan keamananmu, mulai tanggal 11 Juni 2021 akun Jenius hanya bisa login pada satu device atau perangkat yang sudah terhubung sebelumnya. (1/2)
Karena ada satu keperluan, saya membutuhkan beberapa dokumen kependudukan yang harus saya siapkan. Dan, bukan hanya salinan fotokopi, namun dokumen yang sudah dilegalisir. Sebenarnya tidak ada masalah dengan proses ini, karena memang bukan kali pertama melakukan legalisir dokumen.
“Masalahnya” adalah jarak tempat tinggal dengan kantor dinas kependudukan dan catatan sipil (disdukcapil) Bantul bisa dikatakan cukup jauh. Perjalanan bisa jadi satu jam sendiri naik kendaraan pribadi.
Awalnya, saya tanyakan ke salah satu teman saya yang bekerja sebagai ASN di salah satu dinas pemerintahan di DIY mengenai jam operasional disdukcapil. Ketika saya menyampaikan keperluan saya, dia menyarankan untuk melakukannya saja secara daring/online. Lalu saya diberi informasi mengenai layanan Legalisir Online. Jadi, alih-alih datang dengan membawa salinan fotokopi dan dokumen asli, kita hanya perlu mengirimkan dokumen melalui surel, kemudian dokumen yang telah dilegalisir akan dikirimkan pula melalui surel.
Terlihat mudah. Dan, sepertinya ini perlu dicoba.
Legalisir Dokumen
Saya membutuhkan dua dokumen yang dilegalisir, yaitu KTP dan Kartu Keluarga. Kebetulan, Kartu Keluarga saya ini tergolong “baru”, dikeluarkan tahun 2019, dan tanda tangan pejabat berwenang sudah dalam format QR Code.
Di bagian bawah dokumen Kartu Keluarga, tertulis “Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh Badan Sertifikasi Elektronik (BSrE), BSSN.
Untuk proses di disdukcapil Kabupaten Bantul, prosesnya sebagai berikut:
Siapkan hasil pindai (scan) dokumen yang akan dilegalisir dalam format PDF. Dokumen dalam bentuk digital ini harus dari dokumen asli, bukan fotokopi.
Untuk KTP, saya pindai dua sisi, kemudian saya masukan dalam Microsoft Word dengan posisi berdampingan layaknya ketika difotokopi. Semua dokumen saya pindai berwarna.
Pastikan dokumen cukup jelas terbaca. Jika bisa, pindai dengan resolusi yang cukup baik.
Setelah semua dokumen PDF siap — satu jenis dokumen dalam satu PDF — kirimkan ke: [email protected] dengan judul surel misanya “Legalisir Dokumen KTP/KK“. Saya mengirimkan dengan judul surel: Legalisir Dokumen KTP/KK {Nama saya}. Ya, supaya lebih mudah/jelas saja.
Saya mengikuti instruksi yang tersedia terkait dengan isi surel. Dalam isi surel, saya tuliskan:
Kepada Disdukcapil Kab. Bantul.
Yang memohonkan: NIK: {nomor NIK} Nama: {nama sesuai KTP} Alamat: {alamat sesuai KTP} HP: {nomor ponsel}
Yang dimohonkan: KTP a.n. {nama saya} KK a.n. {nama kepala keluarga dalam KK}
Terima kasih.
Isi surel kepada disdukcapil untuk permohonan legalisir dokumen secara online/daring.
Saya kirimkan dokumen sekitar pukul 12.50 WIB pada hari Senin. Kalaupun baru diproses pada sore hari atau bahkan keesokan harinya, tidak ada masalah juga.
Ternyata saya salah. Sekitar pukul 13.10 WIB (tidak sampai 30 menit) saya sudah mendapatkan balasan melalui surel saya. Dokumen yang sudah dilegalisir ada dalam lampiran. Saya tidak tahu ini karena antrian sedang sedikit jadi proses cepat, tapi dalam pengalaman saya mengurus dokumen di disdukcapil Bantul, seluruh proses memang cepat, sih.
Dokumen Kartu Keluarga tidak dikirimkan karena tidak dilegalisir dan saya mendapatkan informasi tambahan dari petugas dalam surel bahwa sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) mengenai Dokumen Kependudukan No 104 tahun 2019 Pasal 19 ayat (6) bahwa: Dokumen Kependudukan seperti Kartu Keluarga, Akta Kelahiran, Akta Kematian, Akta Perkawinan yang sudah menggunakan Tanda Tangan Elektronik (TTE) tidak perlu di legalisir.
Bagaimana jika Kartu Keluarga belum memiliki QR Code? Untuk mendapatkan yang terbaru, bisa saja melalui perbaruan data untuk dapat dicetak ulang.
Terima kasih untuk pelayanan yang sangat cepat, Disdukcapil Kabupaten Bantul!
Ya, sederhana saja, saat ini vaksinasi merupakan salah satu proses yang masuk akal untuk menekan lanju COVID-19. Dan, jika saat ini vaksinasi merupakan pilihan terbaik, kenapa tidak?
Yang sudah beredar banyak setelah Sinovac tentu AstraZeneca. Di awal Juni 2021 ini, yang banyak tersedia adalah AstraZeneca. Lalu, kenapa mau dikasih AstraZeneca, bukankan AstraZeneca itu bla-bla-bla-bla?
Ya, saya cukup banyak baca. Ada kasus penerima vaksinasi yang sampai meninggal karena pembeukan darah setelah menerima AstraZeneca, sedangkan sebelum-sebelumnya ketika pakai Sinovac aman saja.
Saya juga membaca opini bahkan dari orang-orang yang saya kenal bahwa AstraZeneca ini efeknya lebih keras — daripada Sinovac. Dan, yang ngomong rata-rata ada dalam kelompok yang belum vaksinasi sama sekali, dan berdasarkan baca berita atau dengar dari orang lain.
Apakah saya takut untuk menerima AstraZeneca? Perasaan was-was pasti ada. Pun kecil, kasus lanjutan setelah vaksinasi bisa terjadi kepada siapapun, termasuk saya. Tapi, di saat yang sama, bahwa saya bisa tertular COVID-19 atau menjadi carrier itu juga bisa terjadi, itu adalah fakta.
Jadi, alih-alih menunda untuk menghindari AstraZeneca, saya memutuskan untuk menerimanya. Apakah dengan tidak menerima AstraZeneca saya akan bisa menerima vaksin sesuai pilihan saya? Apalagi pilihan tersebut hanya berdasarkan “kayaknya yang A lebih aman”, atau “katanya si B bagus yang vaksin C”. Saya sendiri juga bukan orang medis, tapi satu hal yang saya pegang: vaksin yang beredar pasti sudah melalui proses penelitian, uji klinis, dan mendapatkan ijin edar. Puluhan atau bahkan ratusan ribu orang sudah menerima AstraZeneca sebelum saya. Jadi, kenapa tidak?
Efek Samping AstraZeneca
Sebelum vaksinasi pada hari Rabu, sehari sebelumnya saya tidak ada persiapan selain istirahat yang cukup saja. Dan, pagi sebelum vaksinasi — sekitar jam 11.00 WIB — saya sempatkan sarapan. Selebihnya, biasa saja. Saya sudah baca KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) untuk AstraZeneca di berbagai sumber, sepertinya tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Hari Pertama (Rabu)
Sebelum proses vaksinasi, diawali dengan pengisian data dan pernyataan persetujuan sebagai bagian dari proses screening. Suhu badan normal, tekanan darah normal, dan semua pertanyaan terkait antisipasi dan efek pasca vaksinasi dijawab apa adanya. Tidak ada yang serius dan menghalangi.
Proses observasi di tempat setelah vaksinasi juga tidak ada masalah. Belu ada gejala/efek lanjutan yang langsung terlihat. Bahkan, setelah vaksinasi, saya langsung beraktivitas seperti biasa, termasuk bekerja sampai sore hari.
Malamnya sekitar pukul 20.00 WIB, suhu badan agak naik, terasa agak demam, tapi belum sampai mengganggu sekali. Rasanya seperti mau meriang. Kepala sedikit pusing saja. Kondisi ini terjadi terus, sampai sekitar pukul 23.00 WIB. Saya putuskan untuk minum obat sakit kepala, karena ini diperbolehkan juga. Kondisi badan terasa dingin, tapi suhu badan agak naik. Lidah juga tidak pahit, bisa mengecap rasa seperti biasa.
Setelah minum obat, saya paksakan istirahat.
Hari Kedua (Kamis)
Pagi bangun masih agak demam, tapi tidak sepanas hari sebelumnya — yang dirasakan. Saya juga tidak sempat ukur suhu badan. Kepala masih sedikit pusing, tapi aktivitas biasa tidak terganggu.
Karena saya rasa tidak terlalu mengganggu, jadi aktivitas harian masih saya lakukan termasuk bekerja. Cuma, badan rasanya jadi terasa lebih lelah saja. Jadi, beberapa saat saya selingi dengan rebahan. Yang pasti, tetap makan dan minum saja.
Sampai malam hari, demam masih, tapi terasa berkurang termasuk sakit kepala. Tapi, secara umum badan terasa lebih enak dari hari sebelumnya. Ketika akan berangkat tidur, badan juga biasa saja. Tidak terasa dingin juga. Bagian lengan atas bekas suntikan agak terasa kaku/pegal. Di hari kedua, saya tidak mengonsumsi obat sama sekali.
Hari Ketiga (Jumat)
Jumat pagi ketika bangun tidur, kondisi badan semua sudah bisa dikatakan normal. Badan tidak ada demam sama sekali, efeknya seperti malam sakit, minum obat, lalu pagi bangun dengan suhu badan normal dan badan segar. Sakit kepala yang sebelumnya ada, tinggal terasa sedikit sekali.
Cuma memang badan masih agak terasa capek saja. Tapi, dengan sedikit dipaksa untuk bergerak, jalan-jalan sebentar di luar rumah, dan aktivitas biasa, badan justru terasa lebih enak.
Area lengan atas tetap terasa agak kaku dan pegal saja, tapi secara umum tidak menghalangi aktivitas sama sekali.
Vaksinasi Lanjutan
Berbeda dengan Sinovac yang memiliki jarak 28 hari dari dosis pertama ke dosis kedua, jarak vaksinasi kedua untuk AstraZeneca adalah 12 minggu. Untuk saya, dijadwalkan di minggu akhir Agustus 2021 untuk dosis keduanya.
Informasi mengenai tanggal vaksinasi dosis satu, termasuk jenis vaksin yang dipakai tertera dengan jelas di kartu vaksinasi. Saya sendiri mendapatkan AstraZeneca batch CTMAV 547.
Untuk beberapa kegiatan transaksi, saya memiliki beberapa preferensi dalam hal pembayaran. Misalnya, untuk transaksi nominal di bawah Rp100.000 saya biasanya memilih GoPay, OVO, atau Shopee Pay.
Logo DANA
Sedikit berbeda misalnya ketika melakukan pembayaran untuk transaksi ke supermarket, saya lebih memilih menggunakan DANA. Saya tidak tahu persis kapan mulainya, tapi mungkin sekitar tahun lalu, ketika akan melakukan transaksi, kadang harus melewati proses verifikasi tambahan dengan menggunakan deteksi wajah.
Tentu, ini menjadi salah satu hal baik terkait dengan lapisan keamanan dari aplikasi. Karena, selain PIN, dengan memindai wajah dari pemilik akun untuk otorisasi, proses transaksi seharusnya akan menjadi lebih aman. Namun, ada sedikit kekurangnyamanan terkait fitur ini.
Keamanan dengan kenyamanan memang menjadi sebuah diskusi yang panjang. “Maunya” keamaman dan kenyamanan ini bisa berjalan bersama. Tapi, nyatanya memang tidak selalu bisa berjalan berbarengan.
Mematikan Fitur Face Login
Saya tetap mengapresiasi bahwa DANA menawarkan fitur ini. Jelas, saya tidak melihat bahwa fitur ini merupakan fitur yang jelek. Namun, menurut saya ada beberapa kondisi yang kurang cocok untuk saya sebagai pengguna:
Face Login tidak terlalu bersahabat dengan pengguna yang memakai masker. Kalau fitur ini digunakan di rumah saja, saya rasa tidak terlalu masalah. Ya walaupun di rumah memang jadi cenderung lebih “aman”, karena tidak perlu ada pihak lain yang mengawasi atau lebih sedikit potensi penyalahgunaan akun. Sedangkan kalau di luar rumah, di masa pandemi COVID-19 ini, saya selalu memakai masker, termasuk ketika sedang berbelanja. Jadi, membuka masker di kasir untuk melakukan validasi pembayaran sepertinya bukan menjadi pilihan untuk saya.
Seingat saya, ada dua kali proses dalam verifikasi dengan wajah di aplikasi DANA ini. Pertama, untuk memvalidasi bahwa benar itu adalah muka pengguna. Kedua, pengguna diminta untuk “berkedip” sebagai konfirmasi proses selanjutnya.
Tentu, pengalaman pengguna lain bisa berbeda.
Beruntung fitur Face Login ini bisa dinonaktifkan dari menu “Me” lalu ke “Profile Settings” (menu sesuai dengan pengaturan bahasa di antar muka ponsel). Jadi, untuk saat ini, saya rasa PIN sudah cukup. Jika nanti ingin mengaktifkan kembali, prosesnya juga mudah.
Dengan beberapa pertimbangan, akhirnya saya memutuskan untuk membeli papan ketik baru, dan pilihan saya jatuh ke K380 Multi-device Bluetooth Keyboard dari Logitech.
Catatan
Tulisan ini merupakan ulasan pribadi. Pembelian barang dengan menggunakan dana pribadi, bukan artikel berbayar, dan saya tidak memiliki hubungan bisnis dengan Logitech. Hasil dan pengalaman berbeda mungkin terjadi. Saya tetap menyarankan untuk membaca terlebih dahulu spesifikasi dan ulasan lain untuk produk ini.
Nama Logitech sebenarnya bukan nama yang asing. Saya sudah cukup lama menggunakan tetikus dari merek ini, untuk seri M337. Dan, selama itu pula cukup puas dengan performa dalam mendukung pekerjaan saya sehari-hari.
Mengapa bluetooth keyboard?
Selama ini, sebenarnya saya juga sudah menggunakan magic keyboard dari Apple karena MacBook saya lebih sering saya gunakan bersama dengan monitor eksternal karena memang saya hampir selalu di rumah saja. Tidak ada keluhan spesifik sebenarnya.
Di saat yang sama, saya juga kadang menggunakan iPad, yang juga hampir selalu berada di depan saya (ketika di rumah). iPad yang saya gunakan juga sudah menggunakan magic keyboard.
Kalau ada satu papan ketika yang bisa dengan mudah berpindah piranti, saya rasa itu akan sedikit membantu. Dan, karena juga saya kadang harus berpindah tempat kerja seperti bekerja di luar rumah, dan saya memang lebih nyaman menggunakan papan ketik eksternal, kalau ada yang memenuhi kedua hal ini, tentu akan jadi pilihan.
Kenapa papan ketik nirkabel, ya karena ini lebih praktis saja.
Memilih K380
Ada beberapa pilihan yang sudah saya lihat, tapi spesifikasi yang saya butuhkan sebenarnya cukup sederhana saja, yaitu:
Desain sederhana, dengan ukuran yang cukup compact, dengan built quality yang baik, tidak terkesan ringkih dan murahan.
Mudah untuk pairing, dan tentu saja nirkabel
Saya tidak butuh fitur seperti trackpad, atau tombol dedicated misal untuk angka.
Baterai cukup awet
Harga di bawah Rp500.000
Awalnya saya sempat terpikir untuk membeli Logitech K480 yang sepertinya akan cocok untuk saya. Namun, setelah saya pertimbangkan ulang, fitur untuk menempatkan tablet atau ponsel sepertinya tidak akan terlalu saya gunakan. Dan, ini menjadikan ukuran keseluruhan menjadi terlalu besar
Termasuk saya, yang ternyata masih ada US$10 di akun.
Saya sebenarnya malah tidak ingat bahwa saya pernah melakukan penambahan kredit di akun saya. Namun, surel yang saya dapatkan dari sistem bukan terkait berhasilnya pengembalian dana, namun karena dana yang akan dikembalikan tidak dapat diproses.
Pengaturan pembayaran saya saat ini memang menggunakan kartu kredit. Saya pikir, kegagalan karena informasi kartu kredit saya tidak valid. Setelah saya cek, kartu kredit yang saya gunakan sudah benar — dapat digunakan untuk pembayaran.
Akhirnya, saya ubah informasi pembayaran dengan detil kartu kredit yang lain yang ternyata untuk pemrosesan pengembalian kembali bisa sampai 2 bulan.
Kursi kerja di rumah yang saya pakai memang beberapa kali ganti. Tapi, bukan karena beli melainkan karena saya ada beberapa kursi. Jadi berusaha untuk menemukan kursi yang paling pas. Ada satu kursi dari IKEA yang cukup cocok. Bukan kursi yang empuk dan mewah, tapi secara desain lebih cocok.
Dan, rata-rata kursi memang kurang sesuai untuk saya karena kurang tinggi. Ya, ada sedikit tantangan memang untuk saya yang memiliki tinggi hampir 180cm.
Selain kursi dari IKEA tadi, ada satu buah kursi dengan pegas/hidrolik di rumah, yang dalam kondisi cukup bagus. Masalahnya, pegas/hidrolik tidak berfungsi lagi. Dengan segala hal alasan yang membuat malas untuk mencari solusi, akhirnya kemarin memutuskan untuk mereparasi kursi ini. Targetnya, pegas bisa berfungsi kembali, sehingga kursi bisa lebih tinggi lagi. Walaupun, saya yakin pasti akan tetap kurang tinggi.
Kenapa tidak beli atau mengubah tinggi meja? Saat ini, ini bukan solusi.
Mencari Jasa Reparasi Kursi di Jogjakarta
Catatan
Tulisan ini merupakan pengalaman pribadi pada awal Maret 2021. Pengalaman/hasil mungkin berbeda, namun saya mendapatkan pengalaman dan layanan yang baik, dan dengan senang hati merekomendasikannya.
Setelah melakukan pencarian melalui internet, saya menemukan beberapa opsi. Saya kontak beberapa layanan melalui WhatsApp/nomor yang tersedia. Dan, hanya satu yang membalas. Saya memang memilih untuk jasa yang tersedia tidak terlalu jauh dari tempat saya.
“Service & sparepart kursi kantor” adalah nama yang saya temukan di mesin pencarian. Lokasinya ada di sisi barat ring road Yogyakarta, dan tidak jauh dari tempat saya. Ketika saya hubungi melalui WhatsApp, saya langsung sampaikan apakah bisa dilakukan servis, dengan sedikit menjelaskan masalah di kursi saya.
Alih-alih memberikan jawaban untuk ganti pegas/hidrolik, saya diberi opsi apakah mau “dikunci tingginya” saja. Jadi, tidak bisa naik turun lagi. Solusi ini jauh lebih murah, kalau mau diambil. Dan, pengerjaannya juga lebih cepat. Harganya Rp40.000,- saja kalau service ini. Kalau ganti hidrolik, ada di kisaran Rp180.000,- — tapi ini mungkin bisa berbeda bergantung jenis kursinya.
Tanpa tunggu lama, saya langsung saja janjian untuk datang ke lokasi. Lokasinya agak masuk ke gang, tapi mobil bisa parkir di dekat lokasi atau bahkan kalau agak berat, bisa drop langsung di depannya.
Ternyata yang berkomunikasi di saya adalah pemiliknya langsung, yang belakangan baru saya tahu namanya Mas Hendra. Orangnya ramah, dan memberikan layanan dan informasi yang oke sekali. Ketika datang menjelang jam makan siang, saya memang hanya bertemu dengan dua orang pegawainya. Dan, diminta untuk meninggalkan kursi, untuk diambil nanti. Sebenarnya, saya inginnya langsung dikerjakan, saya tunggu. Tapi, mungkin karena ada antrian, atau yang mengerjakan belum siap.
Sekitar dua jam berselang, saya dihubungi kembali melalui WhatsApp kalau kursi saya sudah siap. Agak sore, saya datang ke lokasi kembali dan langsung ketemu dengan Mas Hendra.
Saya sampaikan saja sebenarnya saya ini butuh kursi ini “lebih tinggi” dari kursi normal. Kondisinya saat saya datang, kursi memang sudah sesuai kondisi aslinya, dan sepertinya sedikit lebih tinggi. Saya tanya, apakah bisa lebih tinggi lagi, ya? Dengan kondisi tetap saja tidak perlu hidrolik, karena lagi-lagi saya tidak perlu terlalu disesuaikan tingginya. Akhirnya diganti lagi besi penyokong kursinya dengan yang lebih tinggi. Setelahnya, saya diminta untuk mencobanya. “Sepertinya ini cukup tinggi, semoga pas,” pikir saya.
Karena ini adalah sparepart terpisah, jadi ada biaya tambahan yang murah juga. Sebenarnya tidak ada patokan, tapi Mas Hendra bilang, Rp10.000,- juga tidak apa-apa. Saya tidak mau, saya akhirnya bayar Rp20.000,-. Kenapa lebih tinggi? Ya, karena saya tidak hanya bayar untuk harga sparepart, tapi juga atas jasanya. I’m buying the good service also!
Jadilah, sore itu saya mengeluarkan biaya total Rp60.000,-. Kalau tanpa ada modifikasi tambahan, total Rp40.000,-. Jadi, kalau memang ini sudah mencukupi, ya harganya sekian. Harga yang sangat oke untuk saya. Apalagi, dengan layanan yang sangat baik.
Sesampai di rumah, saya coba sandingkan dengan meja yang saya miliki. Dan, pas! Posisi duduk lebih nyaman, dengan posisi tangan terhadap meja juga lebih ideal untuk kegiatan bekerja.
Jika tertarik menggunakan layanan ini — bukan hanya servis kursi, tapi termasuk sofa, bahkan kursi barber — silakan langsung ke lokasi di bawah ini.
Service & sparepart kursi kantor Jalan Sadewo, Gang Sencaki Barat No.85, RT.06/RW.12, Area Sawah, Nogotirto, Kec. Gamping, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55292 Telepon/WhatsApp: 0823-4997-1874 (Mas Hendra)
Sudah sekitar 10 tahun saya menggunakan laptop keluaran dari Apple, setelah berpindah dari laptop dengan sistem operasi Windows. Seingat saya, laptop terakhir saya adalah Toshiba dengan sistem operasi Windows 7. Sudah sangat lama, tentu saja. Sejak saat itu, saya belum pernah berpindah ke laptop (atau piranti lainnya) yang menggunakan sistem operasi Windows.
Menggunakan laptop Macbook Pro dari Apple, saya berpindah dari Macbook Pro 13″ ke Macbook Pro 15″ (Retina Display). Dan, masih nyaman saja. Bahkan, laptop Macbook Pro 15″ ini juga masih saya pakai sebagai laptop utama untuk kebutuhan sehari-hari.
Namun, beberapa kali melihat ulasan tentang laptop dan tentu saja perkembangan sistem operasi Windows saat ini, saya tergoda untuk mencoba laptop selain keluaran Apple ini. Secara spesifikasi dan jenis, tentu saja saat ini sudah sangat baik. Harga mungkin juga bersaing, pilihan juga makin banyak.
Apalagi, sistem operasi Windows tentu sudah sangat jauh berkembang ke arah yang lebih baik. Sebenarnya, saat ini saya cukup optimis bahwa pekerjaan saya sehari-hari bisa dilakukan di Windows.
Saya belum tahu secara spesifik merek laptop yang saya mau. Tapi, spesifikasi untuk bisa bekerja dengan nyaman, daya tahan baterai bagus, layar oke, saya rasa juga umum untuk menjadi pilihan.
Atau, ada yang mungkin akan memberikan satu untuk saya? Haha!
Setelah beberapa kali menerima pembayaran Google Adsense menggunakan metode pembayaran menggunakan Western Union — biasanya saya melalui Maybank Indonesia, saya akhirnya mengubah cara pembayaran earning saya menggunakan transfer bank. Selain melalui Maybank Indonesia, pernah dulu berencana melalui Bank BPD, namun gagal. Jadi, secara otomatis pembayaran akan masuk ke rekening bank saya.
Rekening tujuan pembayaran saya putuskan menggunakan Bank BCA. Walaupun melakukan pencairan pembayaran melalui Western Union sebenarnya cukup mudah juga, tapi di masa pandemi ini cara dengan transfer bank sepertinya lebih baik.
Tentu, akan ada biaya administrasi jika menggunakan cara transfer bank disamping berapa nanti kurs dolar terhadap rupiah saat pencairan. Tapi, saya rasa saat ini lebih baik demikian, daripada harus bepergian.
Selama hampir satu tahun berada dalam masa pandemi — dan entah sampai kapan pandemi ini akan berakhir — saya memang beberapa kali memutuskan untuk berada di luar rumah, untuk bekerja. Tentu, dibandingkan dengan masa sebelum pandemi, aktivitas ini sangat berkurang.
Saya coba hitung, kalau tidak salah, secara total saya hanya pernah empat kali duduk di tempat yang memungkinkan saya untuk bekerja — membuka laptop. Namun, itupun belum tentu saya bekerja dan dalam periode waktu yang tidak terlalu lama (tidak sampai seharian).
Selain di warung kopi — yang didesain dan dikelola untuk sekaligus menjadi coworking space — saya akhirnya juga kadang bekerja dari hotel. Agak berbeda memang, karena bagi saya hotel dari dulu bukan opsi utama jika ingin sekadar duduk, membuka laptop, lalu bekerja.
Seluruh cerita terkait dengan pengalaman menggunakan layanan/area di Prime Plaza Hotel Yogyakarta (PPH Yogyakarta) merupakan pengalaman pribadi, dan tidak memiliki afilitasi/kerjasama dengan pihak hotel. Semua biaya yang muncul merupakan biaya pribadi. Pengalaman berbeda mungkin terjadi, dan saya mendorong untuk mengkonsultasikan dengan pihak hotel, jika diperlukan. Semua foto merupakan koleksi pribadi.
Paket “Work From Hotel” ini sebenarnya merupakan sebuah alternatif terkait dengan pemesanan makanan di hotel. Secara prinsip, tanpa harus menggunakan opsi paket “Work From Hotel (WFH)” , tetap bisa saja memesan makanan dari resto, untuk dinikmati di area resto, dan mulai bekerja di tempat yang tersedia.
Untuk kunjungan pertama, saya coba paket seharga Rp55.000. Secara umum, ada beberapa pilihan “paket” yang dapat dipilih sesuai selera, yaitu:
Harga tersebut adalah harga termasuk pajak. Dan, ini dapat digunakan selama jam operasional hotel yaitu setiap hari (termasuk Sabtu dan Minggu), mulai pukul 07.00-23.00 WIB. Informasi lebih lengkap bisa dilihat di https://work-from-hotel.web.app, tapi tetap ada baiknya juga menghubungi narahubung melalui WhatsAppp.
Jam operasional hotel ini lebih memberikan fleksibilitas. Walaupun saya memanfaatkan di jam kerja saja, dan tidak seharian penuh juga pada akhirnya.
Setelah saya menghubungi narahubung ke WhatsApp sekadar konfirmasi layanan ini, saya datang ke lokasi, dan saat itu sekitar pukul 11.00 WIB. Untuk prosedur masuk ke hotel, masih sama dengan sewaktu kali pertama saya datang sekitar dua bulan lalu.
Setelah memarkir kendaraan saya, saya menuju ke area lobi untuk pemeriksaan suhu, menggunakan hand sanitizer dan memindai QR Code yang perlu saya isi sebagai tamu. Pengisian data ini menggunakan Google Form. Area parkir roda dua dan empat tersedia di bagian depan dan sangat luas menurut saya. Oh ya saya masuk melalui pintu masuk utama di Jl. Affandi.
Oleh petugas di lobi, saya ditanyai ada keperluan apa/mau kemana, saya sampaikan mau ke restoran. Dan, selanjutnya lancar saja. Saya sempatkan ke resepsionis, dan diarahkan untuk langsung saja ke area Colombo Pool Terrace, yaitu restoran yang semi outdoor, yang lokasinya ada di samping kolam renang.
Petugas restoran menyambut saya dengan ramah, dan sepertinya cukup well-informed bahwa ada tamu yang datang untuk “Work From Hotel”. Saya ambil tempat duduk agak di pinggir. Saya amati sekilas untuk akses ke colokan listrik juga tersedia di bawah meja.
Saya tidak punya ekspektasi untuk minuman atau snack yang saya dapatkan untuk harga Rp55.000 yang saya bayarkan. Jadi ya tunggu saja. Setelah saya duduk, beberapa saat kemudian saya diinformasikan mengenai akses internet yang bisa digunakan, dan selanjutnya saya ditawarkan apakah mau minum teh atau kopi. Siang itu, saya merencanakan mungkin akan berada disana sekitar 2-3 jam saja. Jadi apapun yang disajikan saya perkirakan cukup untuk menemani saya siang itu.
Akhirnya saya tidak jadi membuka laptop, dan bekerja dari iPad saya. Untuk minuman, saya memilih kopi — yang akhirnya kopi ini bisa untuk porsi dua gelas. Kopinya sendiri merupakan black coffee, dimana ini sesuai dengan ekspektasi saya. Mungkin jika ingin yang selain kopi, bisa memilih teh, yang sepertinya penyajian juga hampir sama. Snack dan sedikit cemilan cukup untuk menemani kopi dan waktu bekerja.
Pengalaman pertama saya untuk mencoba alternatif tempat bekerja di hotel kali ini cukup menarik. Saat saya datang, ada beberapa tamu hotel atau pengunjung yang sedang ada di area restoran. Tapi, karena area cukup luas dan penataan meja/kursi cukup lapang, jadi ya tidak masalah juga. Oh ya, karena area ini semi outdoor, jadi untuk yang mungkin membutuhkan tempat merokok, area ini cukup baik. Ya, walaupun saya sudah tidak merokok juga. Ada sebenarnya pilihan untuk area restoran yang indoor dengan AC. Tapi, saat itu saya memagn lebih tertarik yang semi outdoor.
Di linimasa Twitter saya kemarin, tiba-tiba banyak dipenuhi oleh cuitan mengenai kejadian yang melibatkan EIGER (PT. Eigerindo Multi Produk Industri) melalui akun @eigeradventure di Twitter dan (awalnya) dengan salah seorang warganet yang membagikan surat keberatan terkait sebuah ulasan video yang diunggah di platform YouTube.
Halo @eigeradventure jujur kaget saya dapat surat begini dari anda.
Lebih kaget lagi baca poin keberatannya. Saya kan review produk gak anda endorse. Kalau anda endorse atau ngiklan boleh lah komplen begitu.
Ketika saya melihat isi surat keberatan tersebut, saya langsung menuju ke laman video-nya yang berjudul “REVIEW Kacamata EIGER Kerato l Cocok Jadi Kacamata Sepeda” karena penasaran juga. Lalu saya putar videonya, dari awal sampai akhir, tanpa ada bagian yang saya lewatkan. Komentar saya: “Ini video dan kontennya bagus! Ulasan personal, dan secara umum menginformasikan sesuatu yang positif terhadap produk (kacamata) dari EIGER!”
Saya juga sering melakukan ulasan untuk produk, jasa, atau layanan di situs ini. Namun memang jarang yang sifatnya audio/visual. Dari persepektif kreator (di video tersebut) saya apresiasi sekali karena membuat konten tersebut juga membutuhkan usaha.
Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia baru saja merilis data hasil pelaksanaan sensus penduduk 2020. Terkait dengan proses pendatatan, saya ikut didata pada September 2020 lalu. Menurut hasil sensus, jumlah penduduk Indonesia adalah 270,20 juta jiwa.
Hasil Sensus Penduduk 2020
Muhammad Hudori, Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri dalam rilisnya menyampaikan bahwa rilis ini dilaksanakan untuk pertama kalinya sebagai wujud koordinasi dan kolaborasi instansi pemerintah dalam mewujudkan satu data yang diawali dengan satu data kependudukan. Jumlah penduduk dari hasil registrasi di semester II (Desember) tahun 2020 disampaikan Hudori sebanyak 271 juta jiwa. Sementara capaian perekaman KTP elektronik di 2020 telah mencapai 99,11%. Hudori juga menyampaikan sebuah fakta menarik, bahwa terdapat sekitar 17 ribu penduduk dengan rentang usia 100 s.d 115 tahun di Indonesia.
Kepala BPS dan Sekjen Kemendagri kemudian bersama-sama merilis hasil SP2020 dan mengumumkan bahwa pada September 2020 jumlah penduduk Indonesia sebesar 270,20 juta jiwa. “Data hasil SP2020 dan data registrasi kependudukan oleh Dirjen Dukcapil diharapkan dapat saling melengkapi untuk dapat dimanfaatkan diberbagai bidang,” ungkap Kecuk. SP2020 diakui Kecuk berjalan penuh tantangan di tengah kondisi Pandemi. Beberapa karakteristik penduduk menjadi tidak dapat diperoleh karena proses bisnis melalui banyak penyesuaian.
Baik Hudori maupun Kecuk mengakui bahwa hasil SP2020 ini telah selaras dengan data Adminduk 2020 tertutama pada level nasional. Sementara pada tingkat provinsi, perbedaan jumlah penduduk antara hasil SP2020 dan data Adminduk merupakan gambaran banyaknya penduduk yang melakukan perpindahan, baik untuk keperluan bekerja, sekolah, maupun alasan lainnya.
I still have my orangescale.net domain name since I registered it back in 2006, but I do not used it for few years. This blog used that domain name for few years. Rather than having the domain unused, I decided to use it for something simple as simple aggregator.
My fellow, Zam, also has this kind of aggregator and I subscribe to it. I am thinking of having the similar aggregator, but for now keeping the updates with my daily reading sources I use RSS reader and also blog subscription feature, if available.
Dengan adanya kebijakan bagi mereka yang melakukan perjalanan dari/ke beberapa daerah seperti Jakarta, Bali, dan Yogyakarta mengenai persyaratan untuk melakukan swab antigen, otomatis pemeriksaan harus upgrade dari yang biasanya rapid test juga sudah cukup.
Kebijakan ini sebenarnya berlaku secara nasional mulai 18 Desember 2020 sampai dengan 8 Januari 2021. Beberapa minggu lalu, saya melihat belum terlalu banyak tempat yang melayani pemeriksaan swab antigen. Namun, beberapa hari terakhir ini, keadaan sudah cukup berubah. Banyak rumah sakit dan laboratorium di Yogyakarta yang akhirnya menyediakan layanan pemeriksaan swab antigen ini.
Berikut beberapa informasi terkait lokasi dan biaya pemeriksaan swab antigen di Yogyakarta.
Perhatian!
Informasi yang tertulis berasal dari berbagai sumber dan valid saat dituliskan. Sangat disarankan untuk selalu melakukan pengecekan informasi/data terbaru dengan menghubungi narahubung rumah sakit, klinik, atau laboratorium tujuan.
Rumah Sakit
RS DKT Dr Soetarto Yogyakarta Alamat: Jl. Juadi No.19, Kotabaru, Kec. Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55224 (Google Maps) Telepon: (0274) 2920000 Surel: [email protected] Instagram: @rsdktdrsoetarto
Laboratorium Kimia Farma Jalan Adisutjipto Alamat: Jl. Laksda Adisucipto No.63A, Ambarukmo, Caturtunggal, Kec. Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55281 (Google Maps) Telepon: 0274-489135 Website: labkimiafarma.co.id Instagram: @kimiafarmajogja
Laboratorium Kimia Farma Jalan Parangtritis Alamat: Jl. Parangtritis No.130, Mantrijeron, Kec. Mantrijeron, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55143 (Google Maps) Telepon: 0274-419745 Website: labkimiafarma.co.id Instagram: @kimiafarmajogja
Laboratorium Kimia Farma Jalan Kaliurang Km. 6 Alamat: Jl. Kaliurang KM.6 No.48, Purwosari, Sinduadi, Kec. Mlati, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55582 (Google Maps) Telepon: 0274-885220 Website: labkimiafarma.co.id Instagram: @kimiafarmajogja
HI-LAB Yogyakarta Alamat: Jl. Yos Sudarso No.27, Kotabaru, Kec. Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55224 (Google Maps) Telepon: 0274-557722 Website: hilab.co.id / Surel: [email protected] Instagram: @hilabjogja
Yogyakarta International Airport (YIA) Alamat: Jl. Wates – Purworejo No.Km, RW.42, Area Kebun, Glagah, Kec. Temon, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta 55654 (Google Maps) Telepon: 082220178484 Instagram: @bandarayogyakarta
Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Laboratorium Kesehatan Sleman Alamat: Purwosari, Sinduadi, Kec. Mlati, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55284 (Google Maps) Website: labkes.slemankab.go.id / Telepon: 081215083297 Instagram: @uptdlabkessleman
Biaya dan Ketersediaan Layanan
Untuk biaya, berdasarkan ketetapan Pemerintah Pusat dalam Surat Edaran No HK. 02.02/I/4611/2020 yang dikeluarkan per tanggal 18 Desember 2020, batasan tarif tertinggi pemeriksaan Rapid Test Antigen-Swab sebesar Rp 250.000 untuk Pulau Jawa dan 275.000 untuk di luar Pulau Jawa.
Harga di setiap rumah sakit atau laboratorium mungkin berbeda. Disarankan untuk selalu merujuk ke masing-masing rumah sakit/laboratorium. Kebanyakan info terbaru juga mudah didapatkan melalui profil Instagram.
Sekali lagi, sangat disarankan untuk menghubungi penyedia layanan terlebih dahulu untuk memastikan. Jika ada informasi yang kurang sesuai, atau ada tambahan data, akan dicoba diperbarui dalam artikel ini.
Walaupun sudah lebih dari satu tahun saya memiliki akun Jenius, sampai saat ini Jenius masih belum menjadi pilihan utama untuk urusan terkait perbankan. Bagi saya, berpindah layanan perbankan bukan sebuah keputusan yang cukup mudah dilakukan. Ini juga terkait dengan perubahan pola/cara saya dalam bertransaksi yang makin hari ternyata makin banyak menggunakna e-wallet seperti GoPay, OVO, Dana, dan ShopeePay.
Untuk layanan perbankan, saya masih menggunakan BCA dan CIMB Niaga sebagai akun utama.
Bagaimana layanan Jenius?
Karena tidak terlalu aktif menggunakannya, bahkan sepertinya saya lebih banyak menggunakan karena beberapa rekan sudah cukup lama perlu melakukan transfer dana ke saya melalui Jenius. Untuk transaksi lain seperti pembayaran menggunakan kartu fisik, atau transaksi digital, hampir tidak pernah saya gunakan.
Beberapa kartu tambahan yang saya miliki hampir tidak pernah saya gunakan. Tentu saja ini efek dari bahwa saya cenderung lebih memilih untuk cardless.
Jadi, bukan berarti layanan atau fitur Jenius jelek, tapi memang sepertinya tidak cocok untuk saya. Kartu Jenius bisa langsung dipakai untuk pembayaran MRT di Singapura, atau memudahkan dalam penarikan uang tunai di ATM selama di luar negeri. Tapi, sejak saya punya kartu ini, otomatis hal tersebut saya tidak gunakan sama sekali karena memang tidak ada keperluan ke luar negeri.
Kalau tentang mobile application, saya cuma merasakan kalau kecepatan aplikasi Jenius belum dapat dibandingkan dengan aplikasi perbankan lain. Di linimasa Twitter — walaupun ini tidak sepenuhnya bisa dijadikan acuan — banyak keluhan kalau aplikasi lambat, dan tak jarang tidak dapat digunakan karena data tidak muncul dengan sempurna.