
Gerbang Tol Palimanan

Tak terasa, bulan ini sudah dua tahun saya menggunakan Oppo F7 (warna merah) sebagai ponsel utama saya. Dulu, ponsel ini saya beli untuk menggantikan iPhone 6 saya yang hilang dalam sebuah perjalanan ke Tangerang. Secara umum, saat ini kondisi ponsel masih sangat baik, dan performa juga saya cukup puas.
Saya sendiri belum ada rencana untuk berganti ponsel. Pertama karena memang Oppo F7 saya ini juga masih berfungsi dengan baik, kedua karena membeli ponsel baru — secara dana — juga bukan menjadi prioritas.
Tapi, kalau ada yang memberikan saya ponsel baru untuk saya pakai, tentu saya tidak akan menolaknya. OPPO Reno4 sepertinya menarik, kalau ada yang memberikan dengan cuma-cuma, tentu saja. Kali saja Oppo Indonesia tiba-tiba terinspirasi untuk mengirimkan satu untuk saya setelah rilis di Agustus 2020 ini. Haha, tak apalah sedikit berkhayal walaupun sangat tidak masuk akal.
Walaupun tidak selalu segera mendapatkan perbaruan/dukungan sistem operasi terbaru (Android) OPPO yang terbaru yaitu ColorOS, tapi Oppo F7 ini tidak mengecewakan juga. Misalnya, saat ini ponsel saya ditenagai dengan ColorOS 6.0.1 dan Android versi 9. Walaupun, perbaruan untuk ColorOS 7 dengan dukungan Android 10 untuk Oppo F7 sudah tersedia. Namun, sepertinya masih menunggu giliran mendapatkan upgrade.
Walaupun ColorOS 7 menawarkan beberapa perbaruan yang menarik, tapi untuk keperluan sehari-hari, sepertinya saya juga tidak ada keluhan dengan ColorOS 6 ini.
Yang pasti, selama dua tahun menggunakan ponsel ini, saya cukup puas saja. Untuk menunjang kegiatan bekerja, it works great.
Beberapa waktu, ponsel Oppo A3S milik istri saya tiba-tiba saja mati. Tidak dapat diisi baterai juga, bahkan dengan menggunakan charger asli bawaan Oppo. Padahal, ponsel ini beli baru dan belum ada enam bulan.
Ketika dinyalakan, tidak ada respon sama sekali. Kalau overheating, saya rasa juga bukan. Terlalu lama diisi daya, tidak juga karena habis baterai karena tidak di-charge saja.
Ada beberapa solusi yang saya baca di internet. Mulai dari factory reset yang akhirnya tidak bisa saya lakukan, karena ponsel saja tidak bisa menyala.
Solusi untuk menggunakan Android recovery — menekan tombol power dan tombol volume down — juga gagal dilakukan. Dan, ada juga solusi untuk mencoba melakukan pengisian baterai dari sumber daya listrik lain. Akhirnya, dengan kabel charger yang ada, pengisian dilakukan dengan daya dari laptop.
Setelah menunggu, ternyata indikator bahwa ponsel sedang diisi daya menyala, dan terus naik angkanya. Setelah itu, ponsel bisa dihidupkan lagi dan kembali seperti semula.
Saya bukan tipe orang yang hanya terpaku kepada satu merek saja untuk kebutuhan barang sehari-hari, apalagi untuk barang elektronik.
Kalau untuk beberapa produk fesyen, mungkin ada yang spesifik, karena model/jenis yang memang paling sesuai. Namun, dari beberapa barang elektronik untuk penggunaan pribadi maupun di rumah, ternyata cukup banyak jenisnya.
Sangat macam-macam ternyata.
When Flickr was acquired by Smugmug, I was happy. Rather than comparing between the two services, they finally under one team, even Flickr and Smugmug are still two separated services. I believe that Smugmug will work hard and listen to Flickr community to bring Flickr back with better features.
But, I decided to leave Flickr for Google Photos. Thank you, Flickr!
Before Instagram era, or mobile-first photo sharing becomes so popular, Flickr was on the top service if it’s referring to photos/photography. Especially when there was Yahoo behind it.
I created my personal Flickr account back in 2004 — it’s 15 years ago — and I started uploading and sharing photos. When I was having close discussion with Public Communication Center of Ministry of Health and they asked me what kind of platform to choose to share photos, I recommended Flickr. The best part is they’re still using it until now!
Probably, it’s just me. But, I wish you offer better experiences in — in my opinion — some of the key features.
First, help me to organise my thousand of photos. For me, it’s not that easy to put multiple photos into multiple albums. I am not sure about how you handle exactly-the-same photos, or…. duplicate photos. As far as I remember, it will be treated as different photos.
I wish you can also help me to organise my uploaded photos… automagically. There are lots of faces in my photos. Help me to organise them by faces so that I can easily and quickly find photos of my wife, my sister, and also my friends.
I know that sometimes it’s not about you. But, I feel that it’s slow to send my photos to you. I know, it’s also because you can also secure my photos in their original sizes.
I will stop talking now. I don’t hate you at all. I need something that works for me better now.
Sewaktu saya kehilangan iPhone 6 saya, saya sedang berada di Tangerang dan perlu untuk ada disana paling tidak tiga hari. Sudah sejak lama saya hanya menggunakan satu ponsel. Jadi, kehilangan satu-satunya ponsel tentu akan merepotkan.
Hari itu, saya putuskan kalau saya akan cari ponsel lagi. Karena urusan saya cukup banyak di seputaran Alam Sutera, akhirnya Erafone yang ada di Living World Alam Sutera menjadi saya membeli.
Saya tidak berpikir untuk membeli iPhone kembali. Beberapa waktu lalu saya memang sempat berencana menggunakan ponsel berbasis Android sebagai pengganti Oppo Find 7 saya yang pecah layar LCD-nya. Jadi, mungkin ini saatnya ganti ponsel. Pertanyaannya, gantinya apa?
Setelah membandingkan beberapa fitur, dan tentu saja budget, pilihan saya jatuh ke Oppo F7 dengan warna merah (Solar Red). Ini masuk dalam kisaran budget saya yaitu di bawah Rp4.000.000,-. Dengan spesifikasi RAM 4GB, media penyimpanan 64 GB, baterai Li-Ion 3.400 mAh, dan dual simcard, saya rasa ini sudah mencukupi untuk saya. Warna merah? Ini saya pilih karena saya ingin coba warna lain selain hitam.
Lebih jauh tentang pengalaman saya menggunakan ponsel Oppo F7 ini saya rasa akan saya tuliskan dalam tulisan terpisah. Sekitar dua minggu menggunakan, saya merasakan bahwa performanya bagus. Tapi, kita lihat saja nanti secara keseluruhan setelah satu bulan.
Last year, I mentioned that I used Telegram and I enjoyed it. Been using for more than a year, I feel that it’s much better than the other messaging platforms. Well, I’m not using that many platforms to connect with other friends or colleagues if I consider the other options like LINE, Facebook Messenger, WhatsApp, and many more. But, why Telegram?
Since I do not experience all messaging apps, I know that some other apps might be better. For now, I’m still considering that Telegram is the perfect option (for me) for some reasons.
Currently, I have multiple devices I use on my daily basis. Well, not really daily, but I usually switch between devices. I have 15-inch MacBook Pro Retina, iPhone 5, iPad 3rd generation, and Oppo Find 7. I have Telegram installed in those devices. It makes me stay connected. I can easily be in the conversation with friends, and especially colleagues. It’s flexibility to have multiple active session is my favorite!
Telegram offers great set of handy features. Go to Telegram’s website for complete features, but here are some of favorite features:
I like it’s simplicity. It helps me a lot in communication. I feel that it’s fast, a core feature that a messaging app needs. Of course, there are some extended features like stickers — even we can make our own stickers, bots (hello, @BotFather), event animated GIF.
It’s a Telegram account and operated by machine.
Bots are simply Telegram accounts operated by software — not people — and they’ll often have AI features. They can do anything — teach, play, search, broadcast, remind, connect, integrate with other services, or even pass commands to the Internet of Things.
The other one is an inline bots.
With the new inline mode, bots become omnipresent and can be used as a tool in any of your chats, groups or channels – it doesn’t matter, whether the bot is a member or not. Inline bots can help you with dozens of different tasks, like quickly sending relevant GIFs, pictures from the Web, YouTube videos, Wikipedia articles, etc.
At work, some of my colleagues made some handy tools based on this platforms.
Hari ini, 8 Oktober 2015, XL Axiata melakukan pembukaan secara resmi XL Center Adisutjipto Yogyakarta sebagai salah satu kanal pelayanan pelanggan produk dari XL Axiata. Saya sendiri kebetulan sudah menggunakan layanan dari XL Axiata sejak sekitar awal tahun 2000 sampai sekarang. Dulu, produk layanan lebih dikenal dengan ProXL. Jadi, mungkin sudah sekitar 15 tahun saya telah menjadi pelanggan.
Kebetulan pula, peresmian XL Center Adisutjipto Yogyakarta ini bertepatan dengan ulang tahun ke-19 — XL sendiri telah beroperasi sejak 8 Oktober 1996 — dari perusahaan ini. Acara ini sendiri dihadiri oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X, Bambang Parikesit (VP XL Central Region), beberapa perwakilan dari XL Axiata, dan undangan lainnya.
Setelah beberapa kata sambutan, XL Center Adisutjipto Yogyakarta dibuka secara resmi dengan penandatanganan prasasti oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X. Dan, itulah kali pertama juga saya mengunjungi gerai XL Center yang baru. Sebelumnya, saya memang pernah beberapa kali pula mendatangi XL Center yang berada di lokasi sebelumnya di Jl. Mangkubumi, Yogyakarta. Keperluan cukup standar yaitu melakukan penggantian kartu Micro SIM, dan juga kartu Nano SIM.
After I lost my OPPO R819 few months ago, I finally decided to get another Android phone. And, I went with OPPO Find 7. Compared to other manifacturers, OPPO does not offer more frequent updates on its firmware. OPPO has its own operating system called ColorOS. Running on ColorOS, I have no problems, everything just running well.
The latest stable ColorOS for OPPO Find 7 is version 2.0.8i Kitkat. There are of course a way to get the other custom ROM developments like CyanogenMod, Nameless, or AOSP. Finally, few days ago, OPPO released its Lolipop-based ColorOS (V2.1.1i Beta) for Find 7/7a. Some basic features can be seen from the preview video below.
The detailed information on the release can be found at OPPO Community Forum thread. Previously, I had my Find 7 rooted and customized. In the discussion forum thread, there are some users reporting about the successful installation, and some file bugs. I finally took the risk to install the new distribution — and I chose to do a fresh install with these simple steps. It means, I erased everything in my phone with a new setup.
X9006&X9076ColorOS_V2.1.1i_Beta_full.zip
.I like the new look. There are some bugs — of course since this is a beta release — but I can live with them so far. According to the release, the updates will be also available OTA, which is good.
There are some new improvements and features offered in this release. One of them is the camera plugins which I like. I take photos a lot, and the camera-related functionalities are not easy to resist. It’s now time to install more Android applications and make some setting customizations.
There are thousands of distinct Android devices on the market, and the numbers are growing. I bought some Android devices from some different brands. The latest one I bought, and I still use it right now is OPPO Find 7.
Finding the phone that really fits its owner is not easy. Android has a simple tool to help choosing which phone based on the way how you use your phone.
Go to www.android.com/phones/whichphone. Just follow the simple wizard. You will be asked on what you will your phone be used for (you will be asked about how frequent you use it). If some alternatives been found, they will be narrowed down to the carrier, phone sizes, and also price.
I tried, and I got the result that based on my daily use, I might go with LG G4, Motorola Droid Turbo, or Nexus 6.
Minggu lalu, tepatnya hari Rabu, 15 April 2015, saya hampir kehilangan sebuah ponsel di Jakarta. Setelah mendarat ke Bandara Halim Perdanakusuma dengan penerbangan pertama dari Jogjakarta untuk keperluan pekerjaan, saya dan beberapa rekan langsung menuju tempat klien di daerah Slipi, Jakarta. Hampir setiap kali mendarat di Bandara Halim Perdanakusuma untuk menuju tujuan di Jakarta, saya menggunakan armada taksi Express.
Sekitar pukul 08.30, saya dan rekan sampai ditujuan. Setelah meminta struk bukti pembayaran, saya melanjutkan untuk sejenak beristirahat. Sekitar 15 menit kemudian, saya baru menyadari kalau ponsel saya (OPPO Find 7) tidak bersama saya. Saya coba cari, dan tidak ketemu. Ponsel ini sendiri baru saya beli sekitar satu bulan yang lalu, sebagai ganti ponsel OPPO R819 yang juga hilang di Jakarta tidak lama sebelummya.
Last week, during my business trip to Jakarta, I lost my OPPO R819 phone which I bougt almost two years ago. It was my second Android phone I ever had. I liked it a lot for its design and features. I’m thinking of getting a new Android phone. But… what?
Tulisan ini adalah lanjutan dari artikel sebelumnya tentang ponsel Lumia 535. Sebelum saya menuliskan artikel tersebut, saya sudah mencoba menggunakan ponsel (beserta dengan sistem operasi Windows Phone) walaupun belum dalam frekuensi sehari-hari. Selanjutnya, dalam waktu sekitar satu minggu terakhir, saya mencoba untuk menggunakannya dalam keseharian saya. Jadi, saya ingin mencoba ‘memberi kesempatan’ kepada ponsel Lumia (atau sistem operasi Windows Phone) ini untuk menjawab kebutuhan saya.
Artinya, saya mencoba melakukan aktivitas rutin saya — yang biasanya saya lakukan di ponsel Android, iPhone dan iPad — di ponsel Lumia. Walaupun secara spesifik saya menggunakan Lumia 535 dalam tulisan ini, namun secara keseluruhan — koreksi jika saya salah — saya rasa saya bisa saja mendapatkan pengalaman yang sama ketika menggunakan jenis ponsel dari seri keluaran lain, sepanjang ponsel tersebut menggunakan sistem operasi Windows Phone.
Tulisan berikut berdasarkan versi Sistem Operasi Windows Phone 8.10.14226.359, versi Firmware 02055.00000.14511.22002.
Baik ketika saya menggunakan iPhone atau ponsel OPPO R819, saya tidak mengalami terlalu banyak perbedaan tentang sensitifitas layar. Gesture yang saya lakukan dapat berjalan dengan baik dan hampir tidak mengalami perbedaan berarti. Namun, ketika saya menggunakan ponsel Lumia, saya sering mengalami bahwa layar terlalu sensitif. Ketika saya swipe/scroll, saya sering mengalami bahwa gesture terbaca sebagai ‘tap’. Saya sebenarnya ingin scroll, namun sering kali malah membuka aplikasi. Dan, ini seringkali terjadi.
Secara prinsip, surel dapat dipergunakan dengan cukup baik, dalam pengertian bahwa seluruh surel saya baca melalui ponsel. Saya mencoba untuk menambahkan beberapa akun surel seperti Gmail, Yahoo Mail, Outlook, dan email kantor, semua dapat berjalan dengan baik.
Untuk kalender, saya menggunakan Google Calendar sebagai layanan utama untuk mengatur kalender/agenda. Dan, untuk kontak, saya menjadikan layanan Google (melalui Gmail) untuk pengelolaan kontak. Seluruh kontak saya dapat saya impor tanpa masalah.
Untuk kalender dan surel, saya harus berneogisasi dengan diri saya sendiri terutama pada bagaimana keseluruhan experience. Kalau fokusnya adalah bahwa informasi bisa saya dapatkan melalui ponsel Lumia, hal ini sudah terjawab.
Namun, bagaimana terkait dengan tampilan, pengalaman pengguna dan antar muka? Ini memang preferensi yang sangat personal. Tapi, saya harus bilang bahwa saya tidak terlalu menikmati untuk bekerja dengan surel dan kalender di ponsel Lumia saya.
Untuk bertukar pesan pendek, saya sudah hampir tidak pernah menggunakan SMS. Aplikasi utama yang sering saya pakai — diantara begitu banyak pilihan aplikasi chatting — adalah WhatsApp dan Telegram. Untunglah kedua aplikasi tersebut tersedia untuk Windows Phone.
(Tautan: WhatsApp untuk Windows Phone, Telegram untuk Windows Phone).
WhatsApp dan Telegram secara prinsip dapat berjalan dengan cukup baik secara performa. Dan, penting bagi saya karena kedua aplikasi tersebut dikembangkan resmi oleh penyedia layanan. Kadang, saya juga menggunakan Skype dan juga Blackberry Messenger. Saya tidak menggunakan Google Hangouts di Windows Phone, karena aplikasi resmi tidak bisa saya temukan. Dan,saya memang agak jarang menggunakannya — karena tidak banyak rekan dalam kontak saya yang menggunakannya secara aktif (dibandingkan dengan yang ada di WhatsApp atau Telegram).
Ini memang masalah selera, namun, menurut saya papan ketik (keyboard) yang dimiliki oleh ponsel Lumia ini memakan terlalu banyak area layar. Dan, secara pribadi saya sendiri kurang nyaman dengan kondisi ini.
Ponsel saat ini banyak sekali digunakan untuk kebutuhan yang bermacam-macam. Saya sendiri selain untuk keperluan pekerjaan, juga memanfaatkan ponsel untuk berinteraksi (melalui aplikasi bertukar pesan), ataupun menggunakan layanan media sosial untuk berbagi informasi, gambar, dan aktivitas lainnya.
Saya memiliki harapan untuk dapat tetap menggunakan aplikasi sehari-hari yang saya pakai walaupun saya berpindah ponsel (dengan sistem operasi berbeda). Hampir semua yang saya lakukan di iPhone dapat saya lakukan di Android — dan juga sebaliknya — walaupun dengan tampilan antar muka yang sedikit berbeda. Namun, secara umum saya mendapatkan pengalaman yang hampir sama.
Hal ini yang tidak bisa saya dapatkan melalui Windows Phone di ponsel Lumia saya. Kalaupun ada aplikasi sejenis, baik yang dikembangkan oleh penyedia layanan atau oleh pengembang lain, tetap saja secara keseluruhan saya kurang menikmati tampilan, disain, dan pengalaman aplikasi yang ditawarkan.
Di akhir tahun 2014, VentureBeat merilis tentang bagaimana aplikasi yang dikembangkan oleh masing-masing sistem operasi untuk perangkat bergerak. Dalam hal ini bagaimana aplikasi yang dibuat oleh Apple (iOS), Google (Android), dan Microsoft (Windows Phone) dan ketersediaannya di masing-masing pasar aplikasi.
Dari grafik diatas, Microsoft memang cukup banyak menyediakan aplikasi buatannya untuk tersedia di sistem operasi lain. Tentu saja, di Windows Phone Store, Microsoft menjadi rajanya. Bahkan, di Apple App Store, Microsoft justru memiliki aplikasi yang lebih banyak dibandingkan kompetitornya.
Namun, ini tidak sebaliknya. Secara aplikasi memang Microsoft memiliki jumlah yang banyak. Tapi, Apple dan Google sepertinya justru tidak tertarik untuk mendistribusikan aplikasi mereka (atau membuatnya tersedia) untuk Windows Phone.
Apple sendiri justru di Apple App Store hanya memiliki sedikit aplikasi. Tapi, sistem operasi, distribusi/penjualan ponsel menjadi magnet sendiri bagi para pengembang aplikasi atau perusahaan untuk membuat aplikasi tersedia disana.
Setelah mencoba dalam penggunaan sehari-hari, serta menyesuaikan dengan kondisi sehari-hari bagaimana saya memanfaatkan sebuah ponsel, saya merasa bahwa untuk saat ini ponsel Lumia — dalam hal ini Microsoft Lumia 535 — kurang cocok untuk saya. Secara hardware, Microsoft Lumia 535 ini menurut saya cukup baik, namun terkait dengan aplikasi pendukung, banyak kebutuhan yang belum terjawab — bagi saya untuk penggunaan sehari-hari.
Catatan: Jika harus memilih salah satu aplikasi yang paling bagus (dan karena hanya tersedia di Windows Phone), saya tetap merasa MixRadio adalah aplikasi terbaik.
Microsoft, sebagai perusahaan yang mengakuisisi Nokia, mengeluarkan produk ponsel pertama yang menghilangkan identitas “Nokia”, yaitu Microsoft Lumia 535. Jadi, tidak perlu bingung mengapa dulu ada istilah ‘Nokia Lumia’, namun nama Lumia sendiri sekarang tidak disandingkan dengan ‘Nokia’.
Pertengahan Desember 2014 ini, saya memutuskan untuk membeli Lumia 535. Produk Lumia 535 ini saya beli melalui pre-order di Blibli dan saat itu saya mendapatkan penawaran harga sekitar Rp 1.250.000,00 (pembayaran menggunakan kartu kredit). Saya memang cukup lama tidak menggunakan produk Nokia Lumia/Microsoft (sekarang Microsoft Lumia). Sehari-hari, saya sendiri menggunakan produk Apple (iPhone 5, iPad 3, dan MacBook Pro 15″ Retina Display), dan juga OPPO (OPPO R819). Jadi, secara sistem operasi di ponsel, saya sehari-hari menggunakan iOS dan Android.
Untuk spesifikasi, saya tidak akan terlalu membahasnya disini. Ulasan lengkap tentang spesifikasi teknis Lumia 535 bisa dilihat langsung di situs Microsoft. Beberapa informasi singkat tentang spesifikasi dasar yang mungkin perlu dilihat adalah:
Pilihan warna cukup beragam sesuai dengan selera yaitu hitam, putih, oranye, hijau, dan biru. Saya sendiri memilih warna oranye. Untuk finishing material casing adalah dengan finishing glossy. Secara disain, saya menyukainya. Walaupun dari sisi ukuran bukanlah yang paling kecil, dan paling tipis, namun secara keseluruhan dari sisi disain tidak mengecewakan. Paling tidak, masih cukup nyaman untuk dipegang dengan satu tangan. Untuk yang berjari agak pendek, mungkin akan terasa agak kurang nyaman dengan dimensi yang ditawarkan.
I couldn’t remember how many bags I had. I was not so picky about the design, colors, or models. I only need some common criteria: it’s functional, and its price should be good. I don’t mind spending more cash on bags (or any other fashion items) as long as it’s good and it fits me.
Last year, I discovered NOKNbag. It’s a business by some cool guys in my hometown, Jogjakarta. One of them is my junior high school friend who I haven’t met for years. He shared about NOKNbag products. I have to admit that it was cool. But, I decided not buying it right away. “Well, may be later…”, I thought. In some occasions, I saw more people having this kind of bag. And, I had a chance to experience this bag, to meet this bag in person. And, it only took me seconds to decide: I need to have one.
And, I didn’t buy one. Not two, but also bought special vouchers (worth around 50% off) for all friends at work. We invaded NOKN’s studio — it’s not far from the my office — to do a live mix-and-match. These are some items we bought back in 2013.
The collection has only simple name: NOKNbag v2.1. And, it’s only a single product, but each element can be purchased separately. Some color options are also available. This is my configurations (I don’t always have them at once, anyway):
Some customers mentioned that they could bring lots of stuff in it. And, they’re right. When I need to do a short trip (2-3 days) to Jakarta for example, I only bring one bag that contains these following items: 15″ MacBook Pro (with its MagSafe), iPad (with charger), iPhone, 3 t-shirts, 2 skirts, 2 shirts, small towel, and some stationaries.
It’s my primary (and daily) bag. It’s my companion for work, or business trip.