Categories
Umum

Penarikan Tunai Pecahan Rp50.000 di Mesin ATM

Beberapa waktu lalu, saya ada keperluan untuk melakukan penarikan tunai di ATM BCA dengan pecahan Rp50.000. Dan, karena saya memang sudah sangat jarang bawa kartu ATM, penarikan tunai yang saya lakukan lebih sering melalui transaksi non-kartu/cardless.

Saat itu, kebetulan mesin ATM yang saya gunakan bisa untuk melakukan penarikan pecahan Rp50.000 dan Rp100.000.

Ternyata, untuk penarikan tanpa kartu, tidak ada opsi preferensi mengenai pecahan yang ingin digunakan. Ketika saya lakukan penarikan sejumlah Rp500.000, yang keluar adalah lima lembar pecahan Rp100.000.

Saya coba lakukan penarikan lagi senilai Rp250.000, yang keluar adalah dua lembar Rp100.000 dan satu lembar Rp50.000.

Solusinya? Gunakan kartu ATM. Ketika transaksi akhirnya saya pakai menggunakan kartu, jadi ada pilihan mengenai preferensi pecahan penarikan.

Categories
Umum

Biaya Denda Kekurangan Dana di Layanan Jenius BTPN

Walaupun sudah lebih dari satu tahun saya memiliki akun Jenius, sampai saat ini Jenius masih belum menjadi pilihan utama untuk urusan terkait perbankan. Bagi saya, berpindah layanan perbankan bukan sebuah keputusan yang cukup mudah dilakukan. Ini juga terkait dengan perubahan pola/cara saya dalam bertransaksi yang makin hari ternyata makin banyak menggunakna e-wallet seperti GoPay, OVO, Dana, dan ShopeePay.

Untuk layanan perbankan, saya masih menggunakan BCA dan CIMB Niaga sebagai akun utama.

Bagaimana layanan Jenius?

Karena tidak terlalu aktif menggunakannya, bahkan sepertinya saya lebih banyak menggunakan karena beberapa rekan sudah cukup lama perlu melakukan transfer dana ke saya melalui Jenius. Untuk transaksi lain seperti pembayaran menggunakan kartu fisik, atau transaksi digital, hampir tidak pernah saya gunakan.

Beberapa kartu tambahan yang saya miliki hampir tidak pernah saya gunakan. Tentu saja ini efek dari bahwa saya cenderung lebih memilih untuk cardless.

Jadi, bukan berarti layanan atau fitur Jenius jelek, tapi memang sepertinya tidak cocok untuk saya. Kartu Jenius bisa langsung dipakai untuk pembayaran MRT di Singapura, atau memudahkan dalam penarikan uang tunai di ATM selama di luar negeri. Tapi, sejak saya punya kartu ini, otomatis hal tersebut saya tidak gunakan sama sekali karena memang tidak ada keperluan ke luar negeri.

Kalau tentang mobile application, saya cuma merasakan kalau kecepatan aplikasi Jenius belum dapat dibandingkan dengan aplikasi perbankan lain. Di linimasa Twitter — walaupun ini tidak sepenuhnya bisa dijadikan acuan — banyak keluhan kalau aplikasi lambat, dan tak jarang tidak dapat digunakan karena data tidak muncul dengan sempurna.

Categories
Umum

Menengok Protokol Kesehatan COVID-19 di Prime Plaza Hotel Jogjakarta

Selama pandemi, salah satu tempat publik (tertutup) yang sering saya kunjungi adalah supermarket untuk keperluan berlanja, baik yang lokasinya berdiri sendiri atau menjadi satu dengan area lain seperti yang ada di dalam mall.

Khusus untuk area seperti hotel, saya hampir tidak pernah mengunjungi. Apalagi selama pandemi ini saya juga tidak pernah melakukan perjalanan ke luar kota, yang mengharuskan saya harus menginap di hotel. Setelah berbulan, dengan berbagai perkembangan, pelaku bisnis sudah banyak melakukan adaptasi kebiasan baru — saya lebih suka istilah “kebiasaan baru” dibandingkan dengan new normal sebenarnya.

Hotel sebagai salah satu komponen penting dalam dunia pariwisata juga melakukan adaptasi. Tentu, ini tidak mudah, tapi kalau tidak beradaptasi, mau jadi apa?

Karena sebuah keperluan, beberapa hari lalu saya mengunjungi Prime Plaza Hotel Jogjakarta, sebuah hotel bintang 4 yang ada di Jl. Affandi. Sudah sangat lama sejak terakhir kali saya menginap di tempat ini. Dan, kunjungan terakhir saya kesana kalau tidak salah tahun lalu, sebelum pandemi untuk sebuah acara yang saat itu hanya memakai lokasi resto saja.

Walaupun tidak sampai menginap, tapi karena kunjungan kemarin saya jadi sedikit menyempatkan untuk melihat bagaimana protokol kesehatan berjalan di hotel ini.

Ketika memasuki area pintu masuk utama, langsung disambut dengan informasi yang terpampang cukup jelas mengenai beberapa protokol kesehatan yang perlu ditaati oleh setiap penunjung. Ada juga automatic dispenser hand sanitizer, yang bisa digunakan secara contactless. Terakhir, ada QR Code yang perlu dipindai yang setelah saya coba, isinya adalah tautan untuk mengisi beberapa data terkait kedatangan.

Hal ini untuk mempermudah perncatatan siapa saja yang masuk ke area hotel, yang tentu saja akan nantinya bermanfaat untuk melakukan contact tracing jika diperlukan. Walaupun, semoga saja tidak perlu ada contact tracing ya… Persis sebelum masuk pintu, ada screening pengecekan suhu tubuh.

Oh ya, kenapa tidak ada tempat cuci tangan secara langsung, ya hal semacam ini selain memenuhi protokol juga secara estetika lebih baik.

Setelah melewati pintu masuk utama lalu belok ke kanan, ada lokasi resepsionis. Selain ada cairan pembersih tangan, alat tulis yang akan digunakan oleh tamu sudah dipisahkan antara yang bersih dan yang yang telah dipakai. Jadi langsung dipisahkan. Jadi, setiap alat tulis yang dipakai otomatis memang selalu dibersihkan. Ini cocok karena alat tulis, selama pengalaman saya check-in di hotel merupakan salah satu benda yang paling sering dipakai bergantian.

Masih di area resepsionis, ada informasi lain bagi tamu terkait beberapa persyaratan/protokol bepergian dengan menggunakan transportasi publik. Selain itu, ada lagi juga QR Code lain yang ternyata isinya mengarahkan ke laman untuk mengisi informasi riwayat perjalanan oleh tamu yang akan menginap. Sedikit berbeda dengan yang ada di pintu masuk, karena ketika sudah di resepsionis, besar kemungkinan yang adalah tamu yang menginap. Jadi, formulir ini lebih spesifik untuk tamu menginap.

Sofa tempat duduk yang ada di area lobi juga diubah pengaturannya, sehingga konsep social distancing atau jaga jarak bisa lebih mudah terpenuhi.

Walaupun posisi sudah berjauhan, tapi pengaturan supaya yang duduk tidak berhadapan layak untuk diapresiasi
Pengaturan jaga jarak untuk area sofa yang ukuran lebih besar.

Secara umum, walaupun memang cuma sebentar, bahkan tidak sampai melihat-lihat jauh ke area dalam seperti kolam renang, area gym, dan fasilitas lain, tapi saya cukup nyaman berada disana. Suasana berbeda mungkin bisa terjadi kalau tamu penuh. Tapi, menurut saya hotel merupakan salah satu tempat dimana layanan menjadi yang utama. Jadi, pengaturan dan protokol pasti akan sebaik dan sebisa mungkin untuk dilaksanakan.

Catatan

Walaupun secara umum saya merasa nyaman dan aman ketika berada di sana, ada beberapa detil kecil yang menurut saya pribadi mungkin bisa menjadi catatan. Tentu, ini pendapat pribadi saja.

  1. Informasi jika ditampilkan dengan bahasa Indonesia mungkin akan lebih mudah dipahami oleh pengunjung. Faktanya, dalam kondisi saat ini mungkin pengunung atau tamu hotel mayoritas merupakan tamu lokal/domestik. Atau jika memang harus dua bahasa, terjemahan dalam Bahasa Inggris tetap bisa ditampilkan, tapi bahasa Indonesia tetap yang utama.
  2. Karena saya memang benar-benar hanya berada di seputar area lobby, jadi yang saya lihat memang tidak banyak seperti bagaimana tempat publik seperti di kolam renang, atau pusat kebugaran, termasuk apakah ada perubahan atau tidak tentang kondisi kamar. Tapi, melihat dari bagaimana semuanya terlihat di area depan, sepertinya standar protokol kebersihan jelas menjadi perhatian khusus.

Video protokol keamanan dan standar kesehatan bisa juga diliaht melalui video di bawah ini. Dalam video ini juga terlihat kalau untuk sterilisasi kamar juga menggunakan lampu UV-C.

Kontak dan Lokasi

Karena berada di tengah kota dan di salah satu jalan utama di Jogjakarta, hotel ini dapat dengan mudah ditemukan. Akses masuk kendaraan juga sangat mudah.

Prime Plaza Hotel Jogjakarta
Kompleks Colombo, Jl. Affandi, Gejayan, Mrican, Caturtunggal, Kec. Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55281 (Google Maps)
Telepon: 0274 584 222
Pemesanan: 0817 9575 292 atau surel [email protected]
Website: jogja.pphotels.com
Instagram: @primeplazahoteljogjakarta

Categories
Umum

Romantisme Becak

Kalau harus menyebutkan pemandangan apa yang “mengganggu”, jawaban saya salah satunya adalah becak, ya tentu saja dengan tukang becaknya. Sebagai orang yang tinggal di Yogyakarta sejak kecil, melewati perjalanan keseharian sejak kecil dengan kemewahan bisa mengalami banyak hal sederhana tapi manis, becak bagi saya memiliki tempat tersendiri.

Tempat yang istimewa. Manis.

Lahiran Diantar Becak

Dulu waktu kecil, saya sempat mendengar bahwa proses kelahiran saya juga tidak lepas dari peran becak. Karena, ternyata untuk ke bidan tempat saya lahir, almarhum ibu saya datang ke bidan/klinik dengan menggunakan becak. Begitu juga pulangnya. Saya hanya rekam saja cerita itu.

Sampai saya tumbuh lebih besar, dan ketika ada dalam periode saya tinggal di rumah eyang — dimana saya dulu menghabiskan masa kecil saya — saya mendapati beberapa tukang becak yang cukup akrab dengan keluarga. Dan, tukang becak itu jadi langganan pula untuk eyang saya. Ada beberapa yang secara usia waktu saya mengenalnya mungkin seusia almarhum bapak.

Saya suka mengobrol, dan sampai ada satu topik obrolan yang membahas bagaimana Pak Yatin — sebut saja namanya demikian — mengantarkan almarhum ibu saya untuk melahirkan saya. Termasuk, ketika mengantar saya pulang.

Kula rumiyin sing ngeterke ibune njenengan pas lahirane njenengan, (Saya dulu yang mengantarkan ibumu ketika melahirkan kamu)” katanya. Bermula dari ini, dalam kesempatan berbeda, fakta ini akhirnya memicu obrolan, rahasia-rahasia kecil, dan tentu saja cerita yang tidak pernah diungkapkan. Karena, ibu saya meninggal ketika saya SMP kelas 3.

Dan, ceritanya begitu banyak. Bahkan, cerita tentang bagaimaan saya pulang dari dokter, diantar becak, masih diceritakan dengan cukup jelas. Puji Tuhan, banyak hal baik yang diceritakan.

Karena Pedal Harus Terus Bergerak

Bagi orang asli Yogyakarta dimana becak sudah menjadi pemandangan sehari-hari, mungkin moda/jasa ini sangat jarang dilirik. Soal kecepatan, jelas kalah. Soal kenyamanan, juga kurang bisa bersaing dengan moda transportasi lain. Soal harga, sesuai kesepakatan. Jangan tanyakan soal jarak tempuh, jelas sangat terbatas.

Saya sendiri kadang mengusahakan untuk tetap ‘berinteraksi’ dengan becak ini. Misal, kalau saya ke pasar dari rumah eyang, walaupun jalan kaki hanya 10 menit saja, saya usahakan akan pakai becak, tentu saja kalau tukang becak sedang tidak narik dan ada di ujung gang keluar rumah.

Atau, secara acak kadang kalau misal ingin makan, saya pilih naik becak, dan mengajak makan tukang becaknya.

Kalau ada sekiranya yang bisa membuat pedal tukang becak terus berputar, saya akan lakukan. Entah di Yogyakarta, atau juga misal sewaktu ke Solo.Dan yang paling penting sebenarnya adalah ada sebuah perasaan senang yang sudah terdeskripsikan. That happy feeling because you do something good.

Dan, mungkin salah satu pantangan saya adalah saya pantang untuk nawar. Dan, mungkin yang paling sulit adalah ketika tukang becak tidak menentukan harga. Tapi, karena sudah cukup sering menggunakan jasa becak, jadi sediit banyak sudah tahu perkiraan tarifnya. Menurut saya, daripada nawar yang jadinya terlalu murah/rendah, lebih baik sejak awal tidak usah merencanakan naik becaknya. Ya, menurut saya seperti itu.

Dan, Sekarang Masa Pandemi COVID-19

Melihat cukup banyak becak yang berhenti di pinggir jalan saat pandemi saat ini, rasanya menyesakkan. Jangankan pandemi, kehadiran moda transportasi lain saja sudah memporakporandakan keseharian dalam mencari rejeki. Apalagi sekarang.

Romantisme yang sudah saya lewatkan puluhan tahun dengan becak (dan tukang becaknya), membuat kondisi saat ini menjadi lebih sentimentil. Yang pasti… sedih.

Beberapa kali ketika saya mengunjungi rumah tempat eyang saya, saya masih melihat tukang becak langganan keluarga kami. Ada sedikit pemandangan berbeda, becak yang menunggu penumpang makin banyak, semua tak bergerak.

I hate this kind of view. I don’t like this kind of feeling.

Puji Tuhan diberikan berkat untuk bisa berbagi, walaupun tidak banyak, tapi semoga bisa sedikit membantu. “Matur nuwun sanget… (Terima kasih sekali…),” yang terucap ketika memberikan sedikit berkat di saat ini begitu berbeda, begitu berat.

Bless them!

Categories
General

Shopify Order Count and List APIs Do Not Return Correct Data

Well, not 100%, but it’s partially incorrect in my experience.

I was working on a Shopify-related project to make live integration for order fulfilment (in Shopify) with one of the shipping companies in Indonesia. One of the goal I want to achieve is to display the number of orders and list of orders. They should be filtered by two parameters: orders are paid, but not yet fulfilled.

I am not sure about the problem, because previously everything worked without any issues. If the count shows 5 orders, I can see the list of 5 orders. Previously, I used the 2020-07 API version. But, using the latest version (2020-10), I got the same results.

Order APIs

To retrieve the number of total orders, we can use /admin/api/2020-10/orders/count.json API endpoint. Because I need to get the paid and unfulfilled orders, I add two parameters: financial_status=paid and fulfillment_status=unfulfilled. I got this following response:

{
"count": 4
}

To retrieve list of orders with the filters I want, I use /admin/api/2020-10/orders.json API endpoint. Adding same parameters (financial_status=paid and fulfillment_status=unfulfilled), I expect to get all paid and unfulfilled orders. But I got nothing in the response.

{
"orders": []
}

It does not always empty, but sometime the API gives less number of orders. Maybe I should check again with different parameters.

Categories
General

Adding Block Storage to an Existing Cloud at Linode

This site is hosted at Linode’s smallest package. Besides this blog, I have some other domains and small WordPress-based sites here. Most of them are not busy site. So, $5/mo is just gret. But, there is a small problem: storage.

Yesterday, I almost utilised 95% of the 25GB of storage limit. I was thinking of upgrading the to the higher specs. $10/mo is still a good deal. But, I only need the storage at this moment. Paying $10/mo will give me additional 25GB of storage.

I already knew that Linode also provides block storage, and I never looked up for this addons. So, I gave it try and tried to prove that the how-to works as written. So, from the panel, I chose to add 20GB of storage and follow the instruction in the input fields.

It took only less than a minute I think to create the disk storage.

Once the disk created, I only need to run some commands as instructed in the configuration page. It was that simple.

After that, I moved some of my files to the new partition, and changed some configurations. Also, I moved MySQL storage to this partition, because it utilises the most. the process also pretty straightforward.

And, I only need to pay extra $2/mo for 20GB additional storage.

Nice!

Categories
Umum

Wireless Router N300 Tenda F3 untuk Menggantikan Xiaomi Wifi Repeater

Beberapa waktu lalu saya mengganti wireless router di rumah menggunakan Tenda F3 untuk menggantikan Xiaomi Wifi Repeater yang sudah tidak berjalan dengan baik. Masalah saat itu adalah bisa terhubung ke jaringan di rumah, tapi tidak bisa mendapatkan akses internet.

Kebetulan modem yang ada di rumah ada di lantai dua, tanpa repeater koneksi yang ada di lantai satu kurang dapat digunakan dengan baik. Saya tidak mau terlalu ribet dengan pengaturan kabel LAN, jaringan dan lain sebagainya. Tenda F3 ini saya pilih karena pengaturan yang tidak sulit, tidak terlalu banyak kabel, dan bisa saya letakkan di tempat yang saya mau dengan mudah. Dan yang paling penting, sesuai dengan fungsi yang ingin saya dapatkan.

Harga sendiri juga cukup murah. Saat itu saya membeli dengan harga kurang dari Rp200.000. Selama hampir dua bulan ini saya gunakan, Tenda F3 ini berfungsi dengan baik tanpa ada gangguan.

Categories
Umum

Top-up Saldo OVO dari Kartu Debit

Setelah dulu menggunakan OVO untuk membayar parkir, saya menggunakannya untuk beberapa transaksi lain walaupun tidak sering. Akhir-akhir ini, OVO lebih sering saya gunakan untuk pembayaran transaksi Grab. Kenapa? Di Grab, ini adalah salah satu pilihan untuk cashless (selain kartu kredit) dan juga memanfaatkan promonya juga.

Ternyata, sudah saatnya menambah saldo. Ada beberapa pilihan untuk tambah dana yaitu melalui ATM/Internet Banking, Minimarket, atau menggunakan kartu debit.

Melalui internet banking mungkin paling mudah. Sayangnya, token KeyBCA saya sedang tidak dapat digunakan. Setelah beberapa hari lalu mencari, hari ini baru ketahuan kalau ternyata masuk ke mesin cuci. Ke ATM, sedikit ribet karena harus pergi keluar, apalagi ke minimarket.

Lalu, saya coba untuk pilihan kartu debit. Untuk kartu debit, tertulis “Saat ini kami hanya menerima kartu debit yang sudah aktif 3D Secure”. Jadi, selanjutnya hanya perlu memilih dari pilihan nominal (Rp100.000, Rp200.000 atau Rp500.000). Diikuti dengan memasukkan nomor kartu, masa berlaku kartu dan 3 angka keamanan (CVV).

Setelah saya lihat, ternyata kartu debit CIMB Niaga Master Card saya ada informasi tersebut. Saya coba memasukkan informasinya, dan selesai. Sama seperti kalau melakukan pembayaran menggunakan kartu kredit. Seluruh proses transaksi selesai, saldo langsung bertambah. Tidak ada biaya tambahan yang dibebankan untuk transaksi ini.

Categories
Umum

Top-Up Flazz BCA

Saya sebenarnya jarang sekali melakukan transaksi dengan menggunakan kartu Flazz BCA. Namun, akhir-akhir ini pola transaksi saya berubah. Untuk transaksi yang sifatnya kecil dan saya memilih untuk cashless seperti pembayaran parkir, Flazz BCA lebih menjadi opsi. Tentu saja, ketika tidak ada gangguan teknis. Proses top-up juga mudah.

Categories
Umum

Sistem Uang Elektronik Bersama Empat Bank

Empat Bank Raksasa Indonesia Satukan Sistem Uang Elektronik

Sebanyak empat bank raksasa nasional berencana melebur sistem pembayaran non tunai (cashless) melalui uang elektronik ke dalam satu jaringan bersama dalam waktu dekat. Keempat bank tersebut antara lain, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk dan PT Bank Central Asia Tbk.

… nantinya dengan penggabungan sistem, keempat bank tersebut bisa saling memanfaatkan infrastruktur yang telah dibangun sebelumnya oleh bank pelopor.
Sebagai contoh, nantinya Bank Mandiri akan mempersilakan kartu Flazz BCA bisa digunakan di Gerbang Tol Otomatis (GTO) yang saat ini pengelolaannya dipegang oleh Bank Mandiri.

Categories
General

Bye Google’s Panoramio

Google Local Guides

Google will shutdown its Panoramio in November 2016. It’s a photo sharing application in which all photos can be accessed on Google Earth and Google Maps. But, its popularity is left behind since Google Photos and Google Maps are more favorable in a way how photos will be functioning as the primary contents or additional information.

I almost never look at Panoramio since I’m more on Google Maps. Google Maps already has deep integration with photo contents especially using its Google Local Guides. And, I have started contributing few months ago. Google Maps and Local Guides integration is just seamless and I have nothing but enjoyable experience.

Categories
General

Nokia 216

Microsoft will be releasing Nokia 216 and Nokia 216 Dual Sim. I thought Microsoft will stop making another Nokia phones. But, aside from the fact that smartphones are getting more popularity, there is still a huge market. I’m thinking of getting this new phone — when it’s available in Indonesia. Its “up to 24 days of standby time ” is just tempting. Of course, it’s might be less than that. But, I can accept 14 days of standby time. The overall specifications are not bad at all.

Categories
General

Snap, Inc.

Spectacles by Snap, Inc

Snapchat rebrands as Snap, Inc, a camera company. Its frist product is Spectacles, a pair of funky sunglasses with a built-in wireless video camera.

Categories
General

Moving to Google Apps for Work

Google Apps for Work

It’s been two for around two months since my small office moved the email service to Google Apps for Work. So far, it’s been a great experience and I think it was the right decision to make.

Why Moving?

Before moving to Google Apps for Work, we manage the email servers on our own. Meaning, we needed to do the setup, maintenance, including backup. There are less than twenty email accounts to manage under two main domains. The email was hosted on a cloud-based server — we used DigitalOcean. Everything was running almost without any issues.

We depend on emails on day-to-day operation. At the same time, we need to have (almost) zero maintenance and increase our productivity. Our small team needs to share lots of things like documents, spreadsheets, and agendas. The thing is that we need to use our personal Google account to share documents. The other things is on the storage. I have more than 6 GB of email (for work). So, moving to Google Apps for Work is an anticipation. Here are some main reasons on the migration:

  1. Zero maintenance. By outsourcing the email service to Google, we at least only need to keep the domain active.
  2. Integration with other Google services like Google Docs, Google Sheets, Google Calendar, and more. The integration also includes the seamless collaboratoin between coworkers.
  3. Flexible storage. By default, I have 30 GB of storage for my Gmail, Google Drive, and photos. If later I need to upgrade, the price is pretty reasonable. 100 GB for IDR 27,000 (per account) is a good deal.
  4. Simple setup and management. Setting up each service provided by Google Apps for Work is very easy.

Migration Process

The migration process was pretty easy. Since there were only around 12 email accounts, so moving them individually did not take too much time. My coworkers moved all the email account by themselves. The only challenge is not to have the downtime. There is a simple guide to work on this area. During the registration process, I only need to use a primary domain — and setup the secondary domain as domain alias later on.

For the cost efficiency, I worked on the settings on email routing. For example, if there is an email address that was only accessed by specific people in the organisation, I created some routing rules. By this, I can minimise the number of accounts.

After all emails (including attachments) had been migrated to Google Apps, we kept the “old” servers online for few days just to make sure that no data left behind. I was not sure how long the whole processes was completed, but it was around one week.

Categories
General

How do I Rate My Uber Trips (in Jakarta)?

When I visit Jakarta, I usually took Uber as for my ride. So far, I have good experiences with Uber, a company founded back in 2009. I have some basic considerations on taking Uber. First, it’s cashless. This is a good point for my convinient. The second one is that it has applications that works. Last but not least, it’s cheaper compared to the regular taxi. Even sometimes, during the busy hours, Uber has different price.

I like the way Uber keeps its service quality by its rating systems. In most of the time, I gave 4 or 5-star rating for the drivers. But, how do I rate my trip? I will give 5-star rating on these following conditions:

  1. The driver contacts me first to confirm that he wants to pick me up. If I have the notification on my phone that a driver pick my order, I usually wait for one or two minutes while watching his location. Even if it’s still 5-10 minutes, I don’t mind waiting.
  2. The driver greets me and make sure that we both ready to start the trip. “Good morning… Shall we start the ride?” is a simple and nice greeting.
  3. The driver does not ask me for direction. Even I have Google Maps on my phone and I can see the route — and I know how to get to my destination, I prefer to the driver to start the trip without asking for route. But, if since there are many route alternatives, I appreciate if the driver give me suggestion for example due to the traffic.
  4. After arriving on the destination, if the driver reminds me to check my belongings and says ‘thank you’, I really appreciate that.

Simple.