Meta, perusahaan di belakang produk teknologi seperti Facebook, Instagram, dan WhatsApp memutuskan untuk melepas 11.000 karyawannya. Jumlah ini setara sekitar 13% dari total karyawan. (Sumber: Entrepreneur.com)
Hari ini saya membagikan beberapa perubahan tersulit yang telah kami buat dalam sejarah Meta. Saya telah memutuskan untuk mengurangi ukuran tim kami sekitar 13% dan membiarkan lebih dari 11.000 karyawan berbakat kami pergi. Kami juga mengambil sejumlah langkah tambahan untuk menjadi perusahaan yang lebih ramping dan lebih efisien dengan memotong pengeluaran diskresioner dan memperpanjang pembekuan perekrutan kami hingga Q1.
Saya ingin bertanggung jawab atas keputusan ini dan bagaimana kami sampai di sini. Saya tahu ini sulit bagi semua orang, dan saya sangat menyesal kepada mereka yang terkena dampak.
Di akhir tahun atau di awal tahun baru, sepertinya sangat umum muncul niat-niat baru yang menjadi target, entah untuk target pribadi, secara kolektif, sampai dengan terkait dengan pekerjaan. Mumpung awal tahun, jadi memulai sesuatu dari awal sangat menggoda untuk dilakukan.
Untuk tahun 2021 ini, salah satu yang ingin saya dan istri lakukan sebenarnya sesuatu yang seharusnya sudah sangat jauh-jauh hari dilakukan, sudah dilakukan banyak orang, tapi sepertinya banyak lupanya. Karena konsistensinya benar-benar diuji.
Ya, mencatat pengeluaran keuangan.
Seharusnya hal ini bisa menjadi lebih mudah dengan dukungan teknologi dan aplikasi dalam perangkat bergerak. Tapi, di saat yang sama, saat ini metode dan kanal pembayaran juga semakin banyak. Dompet digital saja sudah ada beberapa, belum lagi masih sering terjadi transaksi tunai, bahkan tanpa nota.
Tapi, daripada memikirkan faktor yang membuat ini berat dan menjadi tantangan untuk berhasil, tak ada salahnya dimulai (kembali) lagi. Untuk aplikasi, kami menggunakan Money Lover. Mungkin bukan yang paling baik, tapi selama beberapa tahun ini sudah menggunakan dan sepertinya sudah mencukupi. Dan, aplikasi ini kami gunakan yang versi berbayar.
Hari ini, sudah empat hari digunakan, dan masih cukup baik.
Kabar baik untuk para pengguna jasa angkutan pesawat terbang, karena pemerintah baru saja menghapuskan beban airport tax atau Passanger Service Charge (PSC) untuk penerbangan dari 13 bandara di Indonesia. Istilah pajak bandara ini juga dikenal dengan Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) Tentu, ini kabar baik bagi mereka yang harus bepergian dengan pesawat.
Gambar pesawat AirAsia di area Bandara Soekarno-Hatta (CGK)
Stimulus ini berlaku mulai 23 Oktober 2020 sampai dengan 31 Desember 2020. Daftar 13 bandar udara yang dihapus:
Dengan penghapusan ini, otomatis akan ada penyesuaian harga tiket yang selama ini harga yang tertera sudah termasuk dengan PSC. Dari puluah kali terbang — ketika harga tiket sudah termasuk PSC — saya sebenarnya tidak terlalu memerhatikan rincian biaya. Yang saya tahu berapa total harga, dan kadang saya memastikan saja apakah biaya tersebut sudah termasuk bagasi atau tidak.
Tulisan ini bukan tulisan bersponsor. Saya tidak mendapatkan imbalan ataupun memiliki kerjasama dengan seluruh merek/produk yang disebutkan dalam tulisan ini. Semua yang saya tulis merupakan pendapat pribadi.
Tujuannya tetap, supaya kegiatan bebersih jadi sedikit lebih enteng, karena sudah sekitar tujuh bulan ini benar-benar tanpa ART dengan kegiatan bebersih rutin tiap hari untuk menyapu dan pel antara 1-3 hari, tergantung kondisi lantai juga, karena kebetulan tempat tinggal kami memiliki dua lantai. Pilihan akhirnya jatuh kepada keputusan untuk membeli robot vacuum cleaner. Masalahnya, pilihannya begitu banyak. Bukan hanya soal merek, tapi juga fitur, rentang harga juga cukup bervariasi.
5 alasan saya mengapa akhirnya membeli robot vacuum cleaner atau robot penghisap debu
Sudah cukup lama sebenarnya saya tertarik untuk beli, namun karena dulu masih merasa belum perlu — karena ada ART, dan merasa untuk membersihkan lantai juga masih bisa dilaukan sendiri — jadi keinginan tersebut selalu ditunda.
Bagi kami, beberapa hal yang menjadi pertimbangan:
Efisiensi waktu, tenaga, dan biaya Untuk menyapu lantai satu (bagian area dalam dan semi outdoor), kadang masih dlanjutkan dengan mengepel. Lantai dua beberapa area memang tidak disapu tiap hari, hanya yang benar-benar ada aktivitas rutin seperti kamar tidur dan ruang kerja. Area lain kadang juga disempatkan. Dengan tanpa ART, jadilah urusan lain juga harus beres. Jadi, mengenai biaya, budget untuk ART ini bisa dialihkan untuk membeli robot vacuum cleaner ini — karena kami juga belum menggunakan jasa bebersih yang bisa datang harian. Paling tidak, jikapun tidak dipel, tapi lantai sudah disapu.
Portabel dan nirkabel Karena sifatnya portabel, jadi cukup mudah untuk saya gunakan di lantai satu dan lantai dua, walaupun charging dock memang hanya ada satu. Mungkin satu saat kalau ada rejeki, bisa ada satu lagi. Amin. Berbeda dengan alat vacuum yang menggunakan kabel, dengan tanpa kabel otomatis penggunaan juga jadi lebih fleksibel secara jangkauan.
Otomatisasi Karena memiliki fitur yang cukup canggih dan terintegrasi dengan beberapa model pengaturan, jadi lebih fleksibel dalam operasional. Termasuk untuk urusan pengisian baterai. Jadi, saya tinggal atur misalnya kapan si ‘robot' ini harus membersihkan dan area mana saja — misal jam 22.00 WIB.
Ukuran ringkas dan minim perawatan Untuk ukuran juga menjadi penting. Dengan ukuran yang cukup mini, penyimpanan juga lebih tidak makan tempat. Selain itu, robot vacuum cleaner semacam ini juga memiliki bobot yang tidak terlalu berat. Mengenai perawatan, selain beberapa aksesories yang seharusnya juga mudah didapatkan dari produsen, komponen lain juga tidak terlalu rumit untuk perawatannya.
Jangkauan lebih luas dan menyedot debu dengan lebih baik Area bawah tempat tidur merupakan area yang cukup sulit untuk dibersihkan, disamping ada juga sofa untuk tamu dan sofa bed. Selain susah dijangkau sepenuhnya dengan sapu, pun sudah disapu biasanya kotoran dan terutama debu cenderung berpindah tempat. Jadi, kalau disapu, debu malah justru terbang kemana-mana. Untuk tempat tidur, kebiasaan selama ini jika membersihkan saya lebih sering geser dipan dan tempat tidur, disapu, dipel, kemudian dikembalikan lagi.
Pertimbangan menentukan pilihan robot vacuum cleaner
Setelah memiliki pertimbangan yang cukup, saatnya memilih: produk robot vacuum cleaner mana yang paling cocok (untuk kami)? Secara umum, ada dua hal yang menjadi pertimbangan:
Tulisan ini bukan tulisan bersponsor. Saya tidak mendapatkan imbalan ataupun memiliki kerjasama dengan produsen penghisap debu merek Kurumi ini. Semua yang saya tulis merupakan pendapat pribadi, hasil/pengalaman berbeda dalam menggunakan produk ini tentu sangat mungkin terjadi.
Karena ada di rumah terus selama pandemi, secara otomatis justru makin melihat barang-barang di rumah setiap hari dengan sedikit lebih detil dari biasanya.Dan, beberapa barang yang awalnya jarang terpakai, akhirnya jadi harus dimanfaatkan kembali. Misalnya karpet.
Musim kemarau ini otomatis debu memang jadi cenderung lebih banyak. Dan juga, beberapa rumah di lingkungan perumahan — yang lokasinya sangat dekat dengan rumah saya — sedang banyak aktivitas renovasi. Jadi, selain urusan suara mesin potong, ataupun ketokan palu, debu otomatis jauh lebih banyak.
Apalagi, kalau sudah sampai tahap memotong keramik. Bahkan, saat ini tetangga belakang persis, sedang merenovasi rumah, dan memotong keramik sudah beberapa hari belum selesai. Jadilah, bagian belakang sebisa mungkin ditutup rapat. Tapi, debu potongan keramik kan benar-benar halus ya.
Terbang, mendarat di lantai, kena kaki, masuk rumah… Duh!
Menjajal Kurumi KV 01
Sebenarnya ada vacuum cleaner di rumah, namun model sangat lama, dan sepertinya sudah waktunya dipensiunkan. Oh. ya, proses akhirnya menjajal ini termasuk tidak sengaja. Ketika istri sedang lihat-lihat untuk menyewa permainan untuk anak di rumah, ternyata tempat persewaan tersebut juga menyewakan Kurumi seri KV 01 ini.
Singkatnya, akhirnya kami coba sewa beberapa hari. Tidak ada ekspektasi yang berlebihan, namun daya sedot yang kuat, ada fitur antibacterial UV Light sudah cukup dijadikan alasan.
Kurumi KV 01 yang kami sewa tersedia dalam varian warna merah. Kali pertama datang dan saya buka dari kardus lalu saya pegang, kesan pertama yang saya rasakan adalah alatnya ternyata cukup berat. Dan, ini dioperasikan langsung dengan dipegang tangan, tanpa alat bantu lainnya.
Ada beberapa barang di rumah kami yang memang diprioritaskan untuk dibersihkan mumpung ada alat ini diantaranya sofa utama ruang tamu beserta dengan bantal-bantalnya, sofa bed, kasur tempat tidur, dan karpet. Dimana semuanya adalah barang-barang yang hampir setiap hari digunakan atau bersentuhan.
Karena debu dan partikel kecil memang sangat sulit untuk terlihat, jadilah baru terlihat seberapa kotor barang-barang yang di rumah.
In my opinion, these are some key points about HEY. It's not about my personal preference, but more about ‘what I — or probably you — should now by having a @hey.com account.
It's NOT an email client. So, it's not like Gmail for Android/iOS. It's not Outlook you can have on your Android, Mac, or iOS devices. It's not even close to Spark, Postbox, or Newton.
It's an email service provider, with — currently — @hey.com domain for the email address created. That's right, it's like Gmail by Google, or Yahoo Mail, or Outlook. It's also like how you have your email address, powered by your cPanel-based hosting, or maybe you have it installed yourself and having Roundcube as the interface. Creating an account at HEY is like you open an account at Gmail, or having an email at Yahoo Mail service.
It's not free. It's a paid service. To enjoy the full service at the moment, with the upcoming features in the futures, we need to pay US$99/year minimum. We need to pay extra if for ‘shorter' username. 2-characters of username costs US$999/year, and 3-character of username will cost US$349/year. And, we need to pay a year in advance.
It offers “better” privacy. Hint: Gmail.
It might change your workflow. It might be better for some people, but probably it's not for everyone.
Reading some of those points above, I was curious about how it works. I mean about the interface, functionalities, workflows, and more. It's 2020, and making working with email to become an enjoyable experience — for those who work a lot with emails — is still a big challenge.
I am a Gmail user — or Gmail-based email, because I also use Google App for Work — and I use lots of Google services. I signed up for my Gmail account when it was still ‘invite only' period.
My first question about HEY was, “If HEY is that good, how the integration between services I currently use?”. I have an Gmail email, and once I signed up for it, I can use all the other services right away. The integration between those [Google] service is already that good.
I still believe that HEY is not ‘just another email provider'. Basecamp is a reputable company. I follow Signal vs Noise blog. I bought both REMOTE and REWORK. It's built by people who know what they do, and who want to make the idea of working to become something efficient and fun at the same time. If we're talking about productivity, Basecamp should be mentioned here.
I already logged-in to my email account. I have HEY app installed on my iPad and Android phone. I also already sent my first email to it.
Secara prosedur, kurang lebih sama dengan bagaimana maskapai lain yang merujuk kepada Surat Edaran No. 7 Tahun 2020 dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 tentang Kriteria Persyaratan Perjalanan Orang Dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju Masyarakat Produktif dan Aman Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Menunjukkan kartu dentitas diri (KTP atau tanda pengenal lainnya yang sah);
Melengkapi dengan surat keterangan uji Rapid-Test dengan hasil non reaktif yang berlaku 3 hari atau Surat keterangan uji tes PCR dengan hasil negatif yang berlaku 7 hari pada saat keberangkatan, atau Surat keterangan bebas gejala seperti influensa (influenza-like illness) yang dikeluarkan oleh Dokter Rumah Sakit/Puskesmas bagi daerah yang tidak memiliki fasilitas Test PCR dan/atau Rapid-Test;
Mengunduh dan mengaktifkan aplikasi Peduli Lindungi pada perangkat telepon seluler
Khusus penumpang tujuan akhir Bali wajib menunjukkan hasil tes PCR (bukan rapid Test) dengan hasil negatif dan mengisi formulir https://cekdiri.baliprov.go.id/
Khusus penumpang tujuan akhir Lombok wajib menunjukkan hasil tes PCR (bukan rapid Test) dengan hasil negatif.
Walaupun saya belum ada rencana untuk bepergian dengan pesawat — dan sebisa mungkin menghindari bepergian jarak jauh apalagi sampai menggunakan moda transportasi umum — persyaratan perjalanan memang jauh lebih ketat. Tapi, saya lebih setuju kalau memang pesyaratan ini benar-benar dijalankan oleh seluruh pihak, termasuk penumpang.
Given this progress, and in collaboration with several of our technology partners — including Apple, Facebook, Google, Microsoft and Mozilla — Adobe is planning to end-of-life Flash. Specifically, we will stop updating and distributing the Flash Player at the end of 2020 and encourage content creators to migrate any existing Flash content to these new open formats.
Ternyata beberapa waktu lalu, ada situs yang masih membutuhkan Adobe Flash Player di halaman otentikasinya. Beruntung, masih bisa instal Flash dan melakukan otentikasi.
Today's Doodle celebrates and was made using Batik, a technique for decorating fabric using wax and pigment to create complex, colorful patterns. Batik artisans cover fabric with a wax design, add dye, and finally remove the wax to reveal the pattern underneath. Repeating the process with different colored dyes can create intricate, multi-layered designs to adorn textiles and clothing.
Indonesia has been known for its Batik since the 4th or 5th century, and it has been said that Indonesian batik dye techniques and designs are as numerous as its islands. The designs and colors vary in accordance with the villages and ethnic groups that have spread out in different islands.
According to the news, the new Yogyakarta International Airport will be operating in late April 2019. For the first phase, some airlines like Garuda Indonesia, Air Asia Indonesia, and Silk Air will have their inaugural flights.
I will not talk about the controversies, but one thing for sure: there will be a new airport to support the ‘current' airport that is too small to handle millions of passengers per year.
Location
New Yogyakarta International Airport is located in Kulon Progo Regency. Yes, it's still in Yogyakarta Special Region. See map below. “So, is near the city center?”, “Is it far from Adisutjipto International airport?”, you may be asking.
I personally haven't visited this ‘new' airport. As a citizen who lives not far from city center, — I define Malioboro area as the city center here — New Yogyakarta International Airport is quite far.
Leaving for your destination from Adisutjipto should not be difficult also as you can find taxies easily. Or, you can use ride sharing transportation like Go-Jek Indonesia or Grab. If your destination is also available using Trans Jogjabus, it might be a solution also. Even, if you need go to directly to Solo city for example, the train station is just outside the arrival area.
Compared to the above route, the distance from the ‘new' airport is ‘only' around 48km (I pick the ‘shortest' route provided by Google Maps).
How far is the New Yogyakarta International Airport?
If you could not figure out yet how far is the new airport, let's see some other contexts for comparisons. We will use the distance between Yogyakarta Tugu Monument as the starting point and Google Maps to measure the distance.
I think Damri as the bus operator will server the route to the new airport, and the train from PT KAI as well. But, I think it will take a little bit time. Renting a car might be little expensive. Taking Go-Car from Go-Jek or Grab is a reasonable option. Conventional metered-taxi, probably. It will cost more, I suppose. I checked the fare for Go-Car and Grab, it is around IDR 180,000-200,000.
When Flickr was acquired by Smugmug, I was happy. Rather than comparing between the two services, they finally under one team, even Flickr and Smugmug are still two separated services. I believe that Smugmug will work hard and listen to Flickr community to bring Flickr back with better features.
But, I decided to leave Flickr for Google Photos. Thank you, Flickr!
Flickr and I
Before Instagram era, or mobile-first photosharing becomes so popular, Flickr was on the top service if it's referring to photos/photography. Especially when there was Yahoo behind it.
I created my personal Flickr account back in 2004 — it's 15 years ago — and I started uploading and sharing photos. When I was having close discussion with Public Communication Center of Ministry of Health and they asked me what kind of platform to choose to share photos, I recommended Flickr. The best part is they're still using it until now!
Me sharing about Flickr during Yahoo Community Townhall event in May 2011 in Jakarta. I even still have the presentation slides with me. Thank you, Della and Gage!
Dear Flickr,
Probably, it's just me. But, I wish you offer better experiences in — in my opinion — some of the key features.
First, help me to organise my thousand of photos. For me, it's not that easy to put multiple photos into multiple albums. I am not sure about how you handle exactly-the-same photos, or…. duplicate photos. As far as I remember, it will be treated as different photos.
I wish you can also help me to organise my uploaded photos… automagically. There are lots of faces in my photos. Help me to organise them by faces so that I can easily and quickly find photos of my wife, my sister, and also my friends.
I know that sometimes it's not about you. But, I feel that it's slow to send my photos to you. I know, it's also because you can also secure my photos in their original sizes.
I will stop talking now. I don't hate you at all. I need something that works for me better now.
Tulisan ini merupakan pendapat pribadi dan bukan merupakan tulisan berbayar.
Saya lupa kapan tepatnya saya beralih ke kecap Bango produksi Unilever Indonesia ini. Tapi, saya yakin sudah sangat lama. Rasa dan aroma kecap ini menurut saya sangat enak, dan cocok dengan selera dan lidah saya sebagai orang Jogja yang cenderung suka dengan makanan yang manis.
Manisnya menurut saya mantap, karena sudah cukup manis, jadi tidak terlalu banyak kebutuhannya untuk penyajian. Kecap Bango Manis inilah yang selalu saya beli. Sampai akhirnya kemarin baru mencoba Kecap Bango Light. Saya tidak tahu kapan produk ini sudah ada di pasaran — atau lebih tepatnya di tempat biasa saya belanja, tapi karena setiap beli kecap saya langsung lihat kemasan Kecap Bango Manis lalu ambil saja tanpa menyadari mungkin varian lain saat itu memang sudah ada.
Saya suka makanan dengan kecap, jadi saya cukup penasaran apakah Bango Light ini masih seenak Bango Manis pendahulunya. Sesampai di rumah, saya coba dengan menikmati telur dadar dengan Bango Light ini. Ternyata memang beda.
Kalau dari tekstur, Bango Light ini lebih ‘enteng' tidak terlalu kental. Ketika saya tuangkan dari botol, langsung terlihat lebih encer. Rasanya, memang tidak semanis Bango Manis, tapi masih masuk selera lidah saya. Setelah saya rasakan, benar memang tidak semanis, tapi yang penting tetap enak!
Mallika dan Stevia
Dalam kemasan, ada dua kata yang menarik perhatian saya yaitu Mallika dan Stevia. Setelah mencari info, ternyata Stevia merupakan sejenis tanaman yang digunakan sebagai pemanis alami sebagai pengganti gula (Sumber: Wikipedia). Sedangkan Mallika, adalah kedelai hitam yang digunakan sebagai bahan dasar utama. Kedelai Mallika sendiri pengembangan budidayanya dilakukan oleh Ir. Setyastuti Purwanti, M.S., seorang dosen pengajar Permuliaan Tanaman dan Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
A former star at Google who oversaw the development of Android, the Brazilian native shocked the tech industry when he announced he would join Xiaomi in 2013, then a three-year-old company. At the time, the company was making waves in China for its then innovative model of selling phones online only. Yet the company was barely known outside of Asia.
Today, I decided to deactivate my Facebookaccount. Facebook is a nice place to interact with other people, I can confirm this. But, at the same time, in the last few months — or probably long time ago — I see too many ‘negative' news in my feed. I know, it depends on who I follow, who my ‘friends' are and how they interact with updates, information, news, or whatever information they share on the internet.
Of course, I can simply use the “unfollow” feature. Or, I can de-friend some of the people. I can always use the “hide” features. But, it's just to much work. So, bye Facebook. At least for now.