Categories
Umum

Pembayaran Pajak Tahunan Kendaraan Melalui Layanan Drive Thru Samsat Sleman

Hari ini, saya memutuskan untuk melakukan pembayaran pajak tahunan kendaraan roda empat di Samsat Sleman. Tahun ini, saya sempat mengunjungi Samsat Sleman untuk mendapatkan salinan faktur kendaraan. Mengenai pembayaran pajak tahunan saya hanya pernah dengar — dan dulu sempat melihat — bisa dilakukan melalui drive thru, yang harusnya menjadi jauh lebih cepat daripada antrian.

Menurut saya, ini solusi yang baik. Jadi, karena ada solusi ini, tidak ada salahnya untuk dicoba saja, bukan?

Persiapan

Saya sempat mencari tahu apakah pembayaran nantinya bisa dilakukan secara non-tunai di loket drive thru. Walaupun sebenarnya bisa, tapi ini dilakukan melalui aplikasi lain — dalam hal ini saya lihat dapat dilakukan melalui aplikasi Gojek.

Namun, setelah membaca-baca, ternyata dengan pembayaran ini, ketika di loket malah jadi agak sedikit ribet. Karena kita harus menyertakan print-out bukti pembayaran — yang paling lambat 14 hari sejak pembayaran. Saya belum tahu informasi yang valid seperti apa. Kalau ternyata cukup menunjukkan bukti pembayaran melalui ponsel, tentu akan sangat memudahkan — daripada harus mencetak.

Saya tidak mencari tahu lebih lanjut, tapi memang saya coba buka melalui aplikasi Gojek hanya untuk melihat besaran tagihan saya.

Untuk kelengkapan yang dibutuhkan:

  1. STNK asli
  2. KTP asli, sesuai nama yang ada di STNK
  3. Kendaraan sesuai STNK

Karena saya memilih pembayaran tunai — sepertinya di loket tidak tersedia pembayaran non tunai seperti EDC atau digital wallet — jadi uang tunai sudah disiapkan juga.

Pembayaran

Dari pintu masuk Samsat Sleman, lokasi drive thru berada tidak jauh dari gedung utama. Langsung saja ke arah kiri dari pintu masuk. Antrian drive thru ini jadi satu antara kendaraan roda empat dan roda dua.

Dan, prosesnya sangat cepat. Untuk mempercepat juga, ada sedikit instruksi yang terlihat sebelum sampai ke loket untuk mengeluarkan STNK dari pelindung plastiknya.

Ketika sampai di loket, saya langsung serahkan STNK dan KTP asli. Kemudian petugas melakukan pengecekan dan kasir langsung menginfomasikan jumlah yang harus saya bayar.

Prosesnya mungkin bahkan tidak sampai dua menit. Menurut saya, semua proses ini sangat efisien. Kalau saja ada pilihan pembayaran menggunakan non-tunai di loket, saya rasa akan menambah kenyamanan.

Categories
Umum

Membeli Obat di Apotek Secara Daring

Selain membeli obat atau vitamin secara daring melalui situs-situs niaga-el seperti Tokopedia atau Shopee, saya dan istri kadang juga membeli melalui apotek. Dan, sejak pandemi ini membeli secara daring sesekali kami lakukan. Kalau soal kesehatan, puji Tuhan, kami semua sehat, dan jarang sakit.

Kami banyak memanfaatkan Halodoc dan pesan langsung ke apotek-nya dan nanti kirim menggunakan. Tidak ada alasan khusus metode mana yang lebih kami sukai. Kadang, memang situasional saja.

Photo by Miguel Á. Padriñán from Pexels

Halodoc

Salah satu alasan menggunakan Halodoc adalah mengenai integrasinya — mulai dari pemesanan, pembayaran, sampai dengan pengiriman menggunakan layanan Gojek — yang sudah sangat baik. Beberapa kali saya memesan melalui aplikasi ini, dan semua mendapatkan pengalaman yang baik.

Soal harga, ketika secara acak saya bandingkan, memang kadang lebih mahal — misal ketika dibandingkan dengan harga di situs niaga-el. Tapi, jika ini untuk kebutuhan yang mendesak, Halodoc jelas sebuah solusi yang perlu dipertimbangkan.

Terakhir kali saya pesan beberapa bulan lalu ketika anak anak kami sakit, kami perlu beli Pedialyte. Pemesanan saat itu sekitar pukul 00.30 WIB. Semua diproses dengan baik sekitar satu jam. Waktu sampai obat sampai di rumah terkesan lama, namun lebih karena jarak yang jauh saja dari apotek yang punya stok.

Langsung Pesan dari Apotek

Salah satu kebiasaan saya ketika membeli sesuatu di toko adalah mencatat nomor kontak. Jadi, jika dibutuhkan tidak repot. Beberapa apotek yang tidak jauh dari rumah sudah ada dalam daftar kontak.

Jika Anda mungkin belum memiliki kontak-kontak apotek di ponsel, sepertinya tidak ada salahnya sekarang mulai mencatatnya.

Ada dua apotek yang menjadi pilihan kami selama ini. Pertama adalah Apotek K-24, dan yang kedua adalah apotek Unisia. Keduanya kebetulan tidak terlalu jauh dari tempat tinggal kami. Ada alasan mengapa beli langsung dari apotek — khususnya kedua apotek tersebut — menjadi pilihan:

  1. Bisa konsultasi atau bertanya terlebih dahulu mengenai obat yang diperlukan, aplagi kalau sedikit kurang yakin dengan kebutuhan.
  2. Soal harga, bisa langsung ditanyakan.
  3. Buka 24 jam. Walaupun selama ini saya belum perneah pesan lebih dari jam 21.00 WIB.

Seluruh pemesanan melalui apotek langsung hampir semuanya untuk kebutuhan yang tidak terlalu mendesak. Ketika saya butuh membeli perban elastis, saya tidak keberatan menunggu sekitar satu jam untuk dikirim dari apotek pilihan saya.

Apotek K-24

Ada beberapa apotek K-24 yang tidak terlalu jauh dari rumah. Namun, ada satu yang selalu jadi langganan dengan beberapa alasan:

  1. Bisa melakukan pembayaran secara non-tunai. Dulu, saat membeli di lokasi langsung dan melakukan pembayaran non-tunai menggunakan OVO, apakah bisa jika nanti pesan melalui WhatsApp, lalu saya bayar “jarak jauh”, kemudian saya kirim kurir (GoSend atau GrabSend). Ternyata bisa.
  2. Cara ini ternyata tidak bisa — kurang familiar oleh karyawan apotek — dengan apotek K-24 yang sebenarnya secara jarak lebih dekat dari rumah.

Tentu aplikasi K24Klik juga dapat digunakan jika diperlukan. Saat ini, metode yang saya pilih sudah sangat mencukupi dan nyaman.

Apotek Unisia 24

Apotek ini didirikan/dikelola oleh PT. Unisia Polifarma (UII Farma). Di Jogja, apotek ini ada di beberapa lokasi. Beberapa alasan pilihan:

  1. Lokasi tidak jauh dari rumah, jadi seandainya di ambil sendiri, atau dikirim melalui kurir, biaya tidak mahal. Namun, ada layanan antar gratis sampai jarak 5 km untuk pembelian minimal Rp50.000.
  2. Ada pernah obat yang rencana saya mau beli ada stok yang kosong. Tapi, karena itu tidak mendesak, jadi bisa diganti dengan merek lain.
  3. Pembayaran bisa dilakukan melalui transfer bank.

Sama dengan K-24, komunikasi dilakukan dengan WhatsApp. Soal respon, selama ini cukup cepat. Memang pernah saya menghubungi, namun tidak mendapatkan balasan, dan bahkan baru dibalas keeseokan harinya, dengan alasan chat yang tertumpuk/terlewat. Bisa dipahami karena melayanai dengan sistem WhatsApp potensi seperti ini bisa terjadi.

Categories
Umum

Linimasa Instagram Lebih Ringkas (dan Lebih Bermanfaat)

Foto oleh Kate Torline di Unsplash

Setelah saya bebersih akun Instagram, dengan mengurangi jumlah following, linimasa Instagram dan Instagram Stories menjadi lebih ringkas. Sebenarnya bukan cuma mengurangi, tapi memang jadi ada akun yang malah saya ikuti. Tapi, secara umum saya kurangi. Dan, akun yang saya berhenti ikuti cukup banyak. Berikut yang sudah hampir tidak ada di lnimasa Instagram saya:

  1. Akun selebritas. Hampir tidak lagi akun selebritas yang saya ikuti. Ya, dulu mungkin menarik untuk diikuti, tapi setelah dipikir-pikir, buat apa ya saya ikuti? Walaupun mungkin masih ada, tapi bagi saya mereka itu lebih kepada figur publik, dan saya memang suka dengan kontennya — yang kebanyakan bukan terkait posisi dia sebagai seberitas.
  2. Akun terkait hobi, jualan, dan lebih spesifik akun jualan tanaman. Ketika hype hobi bertanam muncul dan makin teman saya yang hobi bercocok tanam — baik hidroponik maupun tanaman hias — saya banyak mengikuti akun dengan tema tersebut. Jadi, mungkin linimasa saya sekarang tidak sehijau beberapa bulan kemarin.
  3. Akun layanan daring seperti Gojek Indonesia dan Grab, termasuk akun layanan digital seperti dompet digital, layanan perbankan, dan akun yang terkait dengan niaga-el (e-commerce), juga sudah tidak ada dalam linimasa saya. Walaupun, aplikasinya beberapa masih terinstal di ponsel Android saya.
  4. Akun yang tidak saya kenal. Dulu saya mengikuti balik akun Instagram yang mengikuti akun saya. Tapi, setelah saya secara acak ikuti, ternyata saya heran karena ya… sebenarnya tidak kenal. Bahkan, ada yang saya tidak memiliki “mutual connection”.
  5. Akun terkait dunia penerbangan, akun wisata/perjalanan, atau hiburan. Termasuk akun travel/food blogger. Saya sisakan mungkin tidak sampai 10 dalam kategori ini.
  6. Akun yang tidak aktif. Saya lihat daftar akun yang saya ikuti dan menghapus cukup banyak akun yang selama ini hampir tidak pernah saya lihat di linimasa atau Instagram Stories. Tapi, ya bisa saja karena saya tidak masuk dalam “Closed Friend” akun tersebut. Yang soal ini ya tidak apa-apa juga. Kadang sebelumnya saya lihat dulu akunnya sekadar melihat kapan konten terakhir diunggah.

Sepertinya ya sesuai hasil yang ingin dituju: lebih ringkas — dan lebih “ada manfaatnya”. Karena, sebenarnya ada cukup banyak akun yang malah saya ikuti. Dan, kebanyakan adalah terkait dengan pandemi COVID-19, seperti akun dokter, atau akun yang berisi infomrasi singkat dan tentunya bermanfaat.

Categories
Umum

Menjajal GrabCar GrabProtect dari Grab Indonesia dengan Kualitas Layanan yang Berbeda

Saya suka menggunakan layanan Grab dan Gojek. Masing-masing punya kelebihannya sendiri, terutama untuk fitur transportasi, pemesanan makanan, dan pengantaran barang. Untuk Grab, layanan yang paling saya gunakan adalah GrabFood. Layanan transportasi seperti GrabBike dan GrabCar juga kadang saya gunakan. Namun, sejak pandemi COVID-19, sudah lebih dari 7 (tujuh) bulan saya tidak menggunakan kedua layanan transportasi ini.

Sampai minggu lalu, akhirnya saya menggunakan layanan transportasi dari Grab, yaitu GrabCar. Layanan ini akhirnya saya gunakan karena saya perlu melakukan perjalanan, dan saya memang tidak membawa mobil sendiri. Dari pilihan yang ada yaitu menggunakan layanan kendaraan roda dua atau roda empat, saya memutuskan untuk memilih layanan roda empat (GrabCar). Grab juga menjadi salah satu opsi saya ketika di Jogjakarta, ataupun ketika saya bepergian ke Jakarta.

Ketika melihat pilihan armada di aplikasi Grab, saya diberikan saran untuk menggunakan layanan GrabCar Protect selain GrabCar, GrabTaxi, GrabCar Plus, GrabCar 6, dan GrabGerak. Dan, saya bepergian sendirian.

Di situs Grab, ada sedikit penjelasan mengenai GrabProtect ini.

Menurut deskripsi, tentang GrabCar Protect ini:

GrabCar Protect adalah transportasi khusus yang menyediakan layanan ekstra dalam keamanan dan kenyamanan perjalanan dalam situasi COVID-19.

Jadi, diantara opsi yang ada, jika konteksnya adalah opsi paling “aman”, maka GrabCar Protect seharusnya menjadi pilihan utama. Dan, dibandingkan dengan opsi kendaraan yang lain, harga juga sedikit lebih mahal (jika dibandingkan dengan GrabCar, bahkan GrabCar Plus dan GrabCar 6. Masih tentang GrabCar Protect ini, kalau di aplikasi, ada beberapa hal yang dituliskan, yaitu:

  1. Kapasitas 1-3 penumpang
  2. Partisi plastik untuk melindungi pengemudi dan penumpang
  3. Pengemudi mendapatkan pelatihan khusus dan SOP
  4. Pengemudi dengan APD (masker, sarung tangan, pembersih tangan)
  5. Penyemprotan desinfektan secara berkala pada mobil
  6. Tarif yang tertera termasuk biaya pemesanan senilai Rp4.000 yang mencakup inovasi fitur keselamatan terbaru, pelatihan pengemudi, asuransi perjalanan dan biaya operasional lainnya.

Sedikit tambahan dalam deskripsi juga ada keterangan “Extra protection from Lifebuoy”. Dengan segala informasi tersebut, cukup menjadi alasan bagi saya untuk akhirnya memilih GrabProtect.

Perjalanan Pertama: Puas dan Menyenangkan

And, I felt safe.

Itulah pengalaman yang saya dapatkan ketika kali pertama menggunakan layanan ride sharing Grab dengan armada GrabProtect. Jelas saja ekspektasi jauh berbeda dibandingkan sebelum masa pandemi COVID-19.

Kenapa saya puas dan perjalanan pertama di hari itu berlangsung dengan menyenangkan dan ada perasaan aman? Karena:

  1. Sekat partisi antara kabin pengemudi dengan penumpang terpasang dengan baik
  2. Pengemudi menggunakan masker
  3. Kondisi mobil bersih
  4. Ada cairan hand sanitizer di kantong pintu penumpang

Dengan kondisi tersebut, saya tidak keberatan juga untuk diajak mengobrol, walaupun memang tidak sepanjang perjalanan. Saya sendiri juga menggunakan masker, kacamata, dan juga membawa hand sanitizer dalam tas.

Setelah selesai perjalanan, dengan senang hati saya memberikan rating 5, walaupun pengemudi juga tidak spesifik meminta saya memberikan rating 5.

Perjalanan Kedua: Tidak Begitu Menyenangkan

Dari begitu banyaknya perjalanan yang saya lewati menggunakan Grab atau Gojek, saya kadang tetap bisa menerima misalkan perjalanan bisa dikatakan “tidak sempurna”. Pengemudi agak ngebut, saya masih OK terlebih ketika terlihat juga percaya diri dalam membawa kendaraan. Salah rute, saya juga pernah. Memilih untuk turun karena tujuan terlanjur dilewati daripada harus putar balik dengan jarak yang jauh, saya juga tidak keberatan.

Nah, perjalanan kedua dengan armada GrabCar GrabProtect di hari yang sama kemarin bisa dikatakan tidak begitu menyenangkan. Kenapa?

  1. Driver tidak menggunakan masker! Saya tahu, sudah ada sekat antara pengemudi dan penumpang, tapi tidak menggunakan masker bukan sebuah gesture yang baik menurut saya. Karena, tetap saja, mobil adalah sebuah tempat dengan area yang tertutup dan ada sirkulasi dari AC.
  2. Tidak ada hand sanitizer yang dapat diakses secara mandiri oleh penumpang. Entah memang tidak ada, atau sebelumnya ada tapi ketika saya naik tidak ada disana. Walaupun, ini tidak terlalu masalah bagi saya karena saya sudah bawa sendiri.

Dan, dibandingkan dengan pengemudi sebelumnya, dengan tidak menggunakan masker justru pengemudi yang ini lebih sering mengajak ngobrol. Saya tidak begitu nyaman, tapi saya juga coba tetap sopan dengan menjawab seperlunya. Foto sengaja tidak saya publikasikan dalam artikel ini, namun ada dalam ponsel saya. Saya sengaja tidak menegur, karena saya masih ragu dengan reaksi yang akan saya terima. Mungkin saya kurang tepat membiarkannya, tapi saya sadar dengan keputusan saya saat itu.

Selesai perjalanan, saya tetap mengucapkan terima kasih, dan pengemudi meminta saya untuk jangan lupa memberi bintang 5. Sebenarnya, kalau mau fair, saya ingin memberi bintang 3. Tapi, niat tersebut saya batalkan. Saya memilih untuk tidak memberikan rating sama sekali.


Mungkin saya berlebihan, tapi dalam kondisi yang agak khusus saat ini, dengan adanya opsi dari penyedia layanan bagi konsumen, tentu hal tersebut merupakan sesuatu yang harus diapresiasi. Semoga penyedia layanan seperti Grab dalam kondisi ini juga memperketat prosedur operasional. Tapi, pengemudi dan penumpang juga memegang peranan penting sehingga kondisi aman dan nyaman bisa terpenuhi.

Categories
Umum

Tarif Bus DAMRI Malioboro-Pantai Parangtritis, Malioboro-Pantai Baron, dan YIA-Pantai Baron (Oktober 2020)

Walaupun masih dalam masa pandemi COVID-19, Perusahaan umum Djawatan Angkoetan Motor Repoeblik Indonesia (DAMRI) membuka beberapa rute baru di Yogyakarta, untuk menjangkau beberapa tempat wisata — khususnya pantai — dan termasuk Yogyakarta International Airport (YIA).

Bupati Bantul Suharsono saat meresmikan DAMRI Palbapang-YIA di Terminal Palbapang, Kamis (17/9/2020) (Sumber foto: Jumali/Harian Jogja)

Hal tersebut untuk mendukung Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dalam masa pandemi COVID-19.

Khusus untuk tujuan pantai, memang ini masih menjadi tantangan tersendiri, karena angkutan umum publik yang selama ini memang bisa dikatakan cukup minim. Layanan seperti Grab atau Gojek mungkin masih menjadi opsi yang lebih menarik walaupun secara biaya juga tidak tergolong murah. Tapi, itu opsi yang mungkin terbaik.

Opsi lain, tentu saja dengan menggunakan kendaraan pribadi, termasuk bagi wisatawan yang datang ke Jogja, bisa saja dengan menyewa sepeda motor.

Tarif dan Rute

Berikut daftar rute dan tarif DAMRI yang bisa dijadikan rujukan. Rute ini mulai beroperasi pada 15 Oktober 2020.

Categories
Umum

Kenaikan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) 2020 di Yogyakarta

Kenaikan sampai 400%, walaupun tidak sampai 100 wajib pajak.


Membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan salah satu agenda rutin yang (sebaiknya) jangan dilewatkan. Tahun ini, seperti tahun sebelumnya, saya dan keluarga juga harus bayar pajak.

PBB tahun 2020 yang menjadi kewajiban kebetulan ada di kota yang berbeda: Sleman dan Yogyakarta. Untuk Sleman, pajak dikenakan atas lahan kosong tanpa bangunan.

Yang kedua, adalah PBB untuk sebidang tanah dengan ada bangunan di atasnya yang lokasinya ada di Yogyakarta. Adik saya yang awalnya kaget karena nominalnya terasa sangat tinggi. Usut punya usut, ternyata untuk tahun 2020 ini,

400% untuk 51 Wajib Pajak

Harian Jogja melalui artikel “Disebut seperti VOC, Pemkot Jogja Jelaskan soal Kenaikan PBB hingga 400%” menyebutkan beberapa detil perubahan:

  • Tidak mengalami perubahan: 30,4% atau 28.985 wajib pajak
  • Kenaikan kurang dari 100%: 54,8% atau 52.229 wajib pajak
  • Kenaikan sampai 200%: 11,93% atau 11.369 wajib pajak
  • Kenaikan sampai 300%: 1,7% atau 1.619 wajib pajak
  • Kenaikan sampai 400%: 0,16% atau 150 wajib pajak
  • Kenaikan lebih dari 400%: 0,05% atau 51 wajib pajak

Tentu kenaikan ini sangat terasa, apalagi di masa pandemi sekarang ini. Adik saya menghubungi saya perihal ini, dan setelah saya hitung, ternyata kenaikan sekitar 100% lebih sedikit dibanding tahun lalu.

Duh.

Program Permohonan Keringanan

Walaupun pemerintah kota Yogyakarta punya program permohonan keringanan, tapi kami melewatkan kesempatan ini. Ya, karena melewatkan informasi ini. Padahal ini sudah berlangsung cukup lama, dan baru berakhir pada Agustus 2020. Saya sendiri sekarang tinggal di Sleman, jadi berita semacam ini agak luput dari perhatian.

Dengan berbagai pertimbangan, karena juga mobilitas juga penuh risiko, dan memang kewajiban harus dilaksanakan, jadilah kami putuskan untuk membayarnya saja.

Membayar Pajak

Sedikit beruntung karena pembayaran PBB untuk kota Yogyakarta (dan propinsi DIY) dapat dilakukan dengan lebih mudah. Membayar ke Bank BPD DIY sepertinya bukan opsi yang menarik saat ini. Pilihan antara Tokopedia atau Gojek.

Dan, saya putuskan untuk melakukan pembayaran melalui Tokopedia. Kenapa tidak melalui Gojek? Karena — setahu saya — riwayat pembayaran di Tokopedia lebih baik dariipada di Gojek. Bukti transaksi di Tokopedia terkirim ke surel secara langsung, jadi lebih mudah diarsipkan. Ini salah satu pertimbangan saya.

Kalau kenaikan PBB di Yogyakarta seperti itu? Bagaimana dengan kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) di Yogyakarta atau Upah Minum Propinsi (UMP) Daerah Istimewa Yogyakarta di tahun 2020?

Nggg….

Categories
General

IDR75,000 Go-Food Vouchers for Google Local Guides Users

Not sure how many Local Guides contributors got this vouchers, but I got one. This perks was sent to my inbox: IDR75,000 (US$5) Go-Food voucher!

Of course, it did not take long for me to redeem it on my Gojek app. And, I use this voucher within minutes.

Categories
Umum

Aplikasi Baru Gojek Indonesia yang Jadi (Kurang) Nyaman

Paling tidak menurut pendapat pribadi saya. Saya memang suka apabila aplikasi di ponsel Android saya selalu up-to-date. Paling tidak, ketika ada fitur baru, saya bisa segera menikmatinya. Toh, umumnya rilis baru berarti ada sesuatu yang baru, lebih baik, dan memberikan jawaban atas solusi pengguna dalam menggunakan aplikasi.

Saya merupakan pengguna aplikasi Gojek dan Grab. Dari kedua aplikasi ini, saya pakai bergantian. Saya suka layanan Gojek, dan Grab juga memberikan pilihan layanan yang baik juga.

Pengalaman menggunakan kedua aplikasi tersebut juga kurang lebih sama. Bahkan, konsep desain antar muka dan bagaimana pengguna berinteraksi dengan aplikasi, tentu sudah sangat dipikirkan.

Namun, aplikasi Gojek terbaru yang ada di ponsel Android saya — karena yang versi iOS sebelumnya belum mendapatkan perbaruan — cukup membuat saya mendapatkan pengalaman yang kurang nyaman. Mungkin karena ada perubahan cukup signifikan dari versi sebelumnya, jadi ini tinggal masalah waktu. Toh, lama-lama terbiasa. Tapi, entahlah, terasa kurang nyaman saja.

Desain “Lama”

Desain ini merupakan tangkapan layar aplikasi Gojek di Android, sebelum desain “terbaru” yang diluncurkan. Dari sekian kali perbaruan desain antar muka, menurut saya ini adalah versi terbaik.

Desain Baru

Gambar di bawah merupakan tangkapan layar aplikasi Gojek terbaru. Aplikasi ini saya instal di ponsel Android saya, dengan sistem operasi Android 9.

Tentang Desain “Lama”

Banyak yang saya suka dari desain lama aplikasi ini. Tapi, sebagai pengguna yang lebih banyak menggunakan fitur layanan Gojek itu sendiri — dibandingkan dengan membaca berita, melihat highlight informasi — berikut hal yang saya nikmati fitur dan fungsinya.

Categories
Umum

GoPlay dari Gojek

Akhir September 2019 lalu, Gojek meluncurkan layanan video on demand GoPlay kepada publik dengan harga Rp89.000 per bulan yang dapat dinikmati melalui aplikasi GoPlay. Awalnya saya cukup penasaran, karena siapa tahu GoPlay ini menawarkan sesuatu yang lebih menarik dibandingkan Netflix sebagai aplikasi utama yang saya pakai saat ini untuk menonton film.

Sayangnya, tidak ada opsi untuk masuk misalnya dalam masa percobaan (trial) layanan. Netflix menawarkan uji coba gratis 30 hari, dengan biaya langganan Rp109.000 per bulan. Memang sedikit lebih mahal dari GoPlay, tapi sampai saat ini saya masih setia dengan Netflix dibanding layanan sejenis seperti Hooq atau iflix.

Kalau Netflix juga menawarkan Netflix Originals, GoPlay juga menawarkan konten serial secara eksklusif melalui GoPlay Originals. Di awal, rencana ada tiga konten serial yaitu ‘Saiyo Sakato’ dengan Salman Aristo dan Gina S. Noer sebagai produser (showrunners), ‘Tunnel’ garapan Shanty Harmayn dan Tanya Yuson, dan ‘Gossip Girl Indonesia’ dengan sutradara Nia Dinata.

Categories
Umum

Tanpa Uang Tunai. Ya atau Tidak?

Di tahun 2019 ini, sepertinya saya semakin sering untuk melakukan transaksi non-tunai. Kebetulan, hampir semua kebutuhan harian (pribadi maupun pekerjaan) dapat dilaksanakan dengan transaksi non-tunai.

Saya belum pernah mencoba untuk melakukan aktivitas yang melibatkan transaksi pembayaran dalam jangka waktu tertentu, misalnya satu minggu penuh. Sepertinya ini menarik untuk dicoba. Paling tidak, jadi semakin terlihat di area mana transaksi yang bisa dilaksanakan dengan non-tunai, bisa non-tunai tapi (terpaksa) harus tunai, atau bahkan tidak bisa non-tunai sama sekali.

Tentu saja, hasil yang berbeda ketika dilaksanakan di kota/area lain. Saya berdomisili di Jogjakarta. Jadi, mari kita coba.

Saat ini, untuk mencoba tanpa uang tunai, saya menggunakan beberapa metode pembayaran berikut:

  1. Kartu debit (ada dari beberapa bank, namun mayoritas saya gunakan BCA)
  2. Kartu e-money (Flazz dan Mandiri)
  3. Akun GoJek (dengan GoPay) dan OVO.
  4. Kartu kredit

Saya juga memiliki akun LinkAja dan Jenius, namun keduanya hampir belum saya gunakan secara aktif. Untuk layanan perbankan, utama saya masih menggunakan BCA (internet banking dan BCA Mobile). Jadi, seri untuk tulisan mengenai tanpa uang tunai akan dibagi menjadi beberapa kategori utama.

Categories
Umum

Biaya Tambahan Go-Food oleh Go-Jek Indonesia dari Penjual?

Saya sudah cukup lama menggunakan jasa layanan Go-Jek terutama di Jogjakarta dan Jakarta. Secara frekuensi, dulu kebanyakan hanya ketika di Jakarta saja. Namun, sejak Go-Jek (dengan layanan lainnya) hadir di Jogjakarta, frekuensi pemakaian layanan menjadi lebih tinggi. Ada tiga layanan utama yang paling banyak saya manfaatkan: Go-Ride, Go-Send, dan Go-Food. Secara umum, saya mendapatkan layanan yang cukup baik.

Oh ya, fitur untuk memberikan tip melalui Go-Pay setelah layanan selesai saya rasa juga baik, karena ketika saya ingin memberikan tips, saya sering tidak bawa uang tunai. Dan, hampir seluruh transaksi sekarang saya lakukan melalui Go-Pay.

Soal harga, seluruh layanan bagi saya cukup terjangkau, walaupun kadang kok terasa “terlalu murah”. Jadi, memberikan tip atau kadang menambahkan pesanan di Go-Food untuk diberikan kepada pengemudi bisa jadi salah satu cara — bagi saya — untuk mengucapkan terima kasih.

Kejelasan Harga Layanan Go-Food

Dalam menggunakan layanan Go-Food, saya biasanya memilih atau memutuskan untuk menggunakan layanan dengan alasan berikut:

  • Saya memang cukup malas untuk keluar rumah, apalagi jika memang kebetulan ada pekerjaan dan juga ketika sudah terlalu malam.
  • Variasi makanan yang dapat dipesan juga makin beragam.
  • Layanan yang “Free Delivery” juga tersedia, walaupun tidak semua. Bagian ini saya tidak terlalu masalah, karena kalaupun memang ada biaya antar, toh ini juga jelas biayanya.

Mengenai “Free Delivery” ini, saya merasa ada hal yang kayaknya cukup membingungkan. Atau, paling tidak berbeda antar kebijakan. Pemesanan melalui Go-Good ada dua parameter utama: 1) Harga yang tertera dan 2) biaya kirim (jika ada). Apabila ada outlet yang memiliki label “Free Delivery”, maka biaya pengiriman ditiadakan, dan kita hanya membayar sesuai dengan nota. Sesederhana itu.

Namun, dalam satu transaksi akhir-akhir ini, saya mendapati bahwa ada biaya tambahan yang dibebankan kepada saya. Biasanya, biaya semacam ini tidak pernah ada. Bahwa misalnya ada “harga khusus versi Go-Food” yang diberlakukan oleh outlet, saya masih bisa menerima misalnya harga dilebihkan. Tapi, selama ini, harga yang tertera di aplikasi dengan harga sebenarnya juga sesuai. Pun tidak, saya berpatokan kepada nota pembelian.

Ketika menerima nota diatas dalam sebuah pemesanan, saya terus terang bertanya-tanya. Saya tidak pernah membaca informasi bahwa ada biaya 15% dari total belanja. Ya, 15%! Outlet pemesanan tersebut — di Jogjakarta — memilik label “Free Delivery”.