Hal pertama yang saya lakukan ketika mendapati kondisi bahwa saya terpapar COVID-19 adalah mencari obat atau vitamin yang membantu penyembuhan. Walaupun, kondisi sudah vaksinasi lengkap dan booster akan membantu, namun kalau memang ada tambahan obat atau vitamin, kenapa tidak?
Saya hanya pernah membaca pengalaman mereka yang pernah mencoba mendapatkan paket layanan telemedisin dari Kementerian Kesehatan RI. Ada yang bilang lancar, ada yang bilang lambat. Dan, saya putuskan untuk mencoba mendapatkannya.
Berbekal NIK ini, akan ditentukan apakah hasil pemeriksaan sudah ada ada dalam database layanan ini atau belum. Saya masukkan NIK saya, ternyata NIK saya ditemukan, lengkap dengan status bahwa saya masuk dalam kriteria untuk mendapatkan layanan telemedisin.
Sesuai instruksi, saya lakukan konsultasi secara daring melalui aplikasi. Saya pakai aplikasi Halodoc, karena beberapa opsi yang sudah ada, Halodoc memang cukup sering saya gunakan.
Saat kami terkonfirmasi positif COVID-19, memang sedang terjadi lonjakan kasus. Hasil antigen memang tidak spesifik menyebutkan virus yang ditemukan ini merupakan varian apa.
Tapi, terlepas dari kejadian ini, tetap bersyukur karena kami — yang dewasa — semua sudah mendapatkan vaksinasi booster. Anak kami yang usia 3,5 tahun juga dalam keadaan baik, bahkan masih tetap ceria, napsu makan juga sangat baik, dan tidak rewel. Jadi, anak malah seperti tidak ada gejala sama sekali.
Rilis dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengenai varian Omicron XBB
Gejala yang dialami saya dan istri kurang lebih sama. Tanda-tanda gejala pada varian Omicron XBB berikut beberapa kami rasakan:
Demam atau menggigil
Batuk
Sesak napas atau napas singkat
Badan lemas dan mudah lelah
Nyeri otot dan tubuh
Sakit kepala
Kehilangan indera perasa atau penciuman
Sakit tenggorokan
Pilek atau hidung tersumbat
Mual atau muntah
Diare
Dari gejala tersebut, yang saya dan istri rasakan paling dominan adalah sakit kepala (ini terasa sekali), demam, nyeri otot dan tubuh. Selain itu batuk juga ada sedikit. Indera perasa (lidah) juga terasa menjadi pahit, walaupun tidak sampai kehilangan kemampuan menyium bau atau rasa. Istri ada sakit tenggorokan dan batuk.
Akhirnya, di awal November 2022 ini, saya menjadi salah satu yang pernah terkena COVID-19. Dan, tidak hanya saya sendiri, tapi beserta seluruh penghuni rumah lainnya yaitu istri saya, ART, dan anak saya yang berumur 3,5 tahun.
Kami juga tidak terlalu tahu persis kapan, dimana, atau siapa yang terlebih dahulu terpapar. Tapi, dugaan terkuat memang karena terkait mobilitas, apalagi mobilitas beberapa waktu kemarin memang banyak ke tempat berisiko, yaitu ke dokter dan rumah sakit.
Sebelum Terpapar
Di tengah cuaca yang juga sedang tidak terlalu menyenangkan — hujan dan memang diiringi dengan banyak yang saya kenal juga mengalami gejala batuk/pilek walaupun ringan — aktivitas saya di luar rumah agak tinggi.
Agak bergantian secara rute tapi, beberapa kami sempat ke dokter dan rumah sakit. Ada pernah kami bertiga tanpa ART ke IGD salah satu rumah sakit swasta untuk mengantar anak saya yang demam tinggi. Saat itu, untuk IGD juga sedang penuh.
Puji Tuhan, langsung dapat penanganan. Ini kami ke IGD karena saat itu sedang ramai kasus gagal ginjal akut pada anak. Walaupun kondisi anak saat itu untuk buang air kecil tidak ada masalah sama sekali.
Saat itu, semua masih bisa dikatakan sehat-sehat saja, hanya anak saja yang memang demam.
Kemudian, saya sempat juga antar ART untuk berobat ke dokter umum. Saat itu juga pasien sangat banyak, dan walaupun saya menunggu di luar (area terbuka), sesekali ada di ruang tunggu untuk mengecek saja. Sedangkan ART saya otomatis selalu berada di ruang tunggu, ruang periksa, dan ke ruangan lain yang saat itu memang harus dikunjungi karena prosedur pemeriksaan.
Satu atau dua hari berikutnya, ART saya juga sempat bepergian ke tempat saudaranya. Dan, beberapa hari berikutnya mengeluhkan sakit lagi. Kami pikir karena memang proses pengobatan mungkin masih berlangsung.
Semua berjalan beberapa hari. Istri saya akhirnya ada kena demam juga, yang membedakan adalah ini disertai dengan pusing yang luar biasa, yang tidak pernah dirasakan dalam beberapa tahun terakhir. Jadi, istirahat total. Bisa jadi karena kemarin memang kecapaian dan kondisi badan sedang kurang fit saja.
Tapi, setelah minum obat ringan kondisi cenderung lebih baik. Dan, sampai akhirnya di hari Kamis sekitar jam makan siang, saya mengalami sakit kepala yang sangat berat. Disertai dengan demam. Badan saya saat itu terasa cukup kedinginan.
Jadilah hari Kamis dari siang saya langsung istirahat total setelah makan dan minum. Saat itu, hal paling nyaman adalah tidur dan mengurangi pergerakan. Gejala tambahan yang kemudian juga muncul saat saya istirahat adalah nyeri pada persendian di tangan dan kaki.
Positif
Jumat pagi, kondisi saya sedikit lebih baik, tapi masih sangat tidak nyaman rasanya di badan.
Dua hari sebelumnya, di hari Rabu, saya melakukan tes antigen secara mandiri menggunakan alat tes yang saya beli. Hasilnya, negatif. Jadi saya sedikit lega.
Hari Kamis menjelang siang, sebelum saya mengalami gejala sakit kepala dan demam hebat, saya juga lakukan lagi tes mandiri dengan alat antigen, dan hasilnya negatif. Istri saya melakukan hal yang sama, dan hasilnya juga negatif.
Tapi, hari Jumat pagi saya memutuskan untuk tes antigen di lab. Saya melakukan tes sekitar pukul 12.00 WIB. Dan, akhirnya dari sekian banyak tes antigen yang pernah saya lakukan, saat itu untuk kali pertama saya mendapatkan hasil positif.
Sebenarnya, ini cenderung sudah diperkirakan. Istri saya juga demikian. Karena, alarm tubuh sepertinya kurang bisa bohong. Setelah saya mdenpatkan hasil positif dalam perjalanan pulang dari lab, saya hubungi istri saya.
Sorenya, kami memutuskan untuk melakukan tes antigen ke lab yang sama. Langsung tiga orang. Hasilnya, sesuai yang diperkirakan.
Tiga orang dewasa dan satu anak balita usia 3,5 tahun terkonfirmasi positif COVID-19.
Jadilah, kami akhirnya mengabari beberapa kerabat terdekat, termasuk ke tetangga perumahan, dan juga ke pihak sekolah, untuk kemudian memulai proses isolasi mandiri dan usaha penyembuhan — usaha negatif dari COVID-19.
Pemerintah melonggarkan syarat pelaku perjalanan domestik. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pemerintah menghapus syarat tes Covid-19 Polymerase Chain Reaction (PCR) dan antigen bagi pelaku perjalanan darat, laut, dan udara di dalam negeri yang sudah menerima vaksin corona dosis lengkap.
Masih terkait dengan kebjiakan tersebut, dari sumber artikel yang sama ada beberapa hal lainnya:
Kapasitas kompetisi olahraga dilonggarkan. Seluruh kegiatan kompetisi olahraga dapat menerima penonton yang sudah menerima vaksinasi Covid-19 dosis tambahan atau booster.
Terkait dengan kegiatan tersebut, pengunjung wajib menggunakan aplikasi PeduliLindungi.
Kapasitas penonton/pengunjung akan didasarkan pada penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di masing-masing wilayah.
Sebagian diri saya menyetujui kebijakan ini, tapi sebagian lagi juga kurang setuju karena walaupun prosentase vaksinasi semakin meningkat — termasuk pemberian dosis ketiga/booster — tapi angka kematian cukup tinggi.
Saya setuju dalam konteks supaya pergerakan masyarakat terutama untuk roda perekonomian tetap berjalan. Bukan hanya bagi mereka yang punya usaha, tapi bagi karyawan/pekerja ini juga sebuah ‘kemudahan’. Dalam melakukan perjalanan yang membutuhkan tes PCR atau antigen, tentu jadi ada penambahan biaya, dan jumlahnya otomatis tidak kecil.
Beruntung kalau biaya ini bisa dibebankan kepada pihak lain (perusahaan, misanya), kalau tidak?
Sedikit kurang setuju dengan kebijjakan ya mungkin karena kasus masih cukup tinggi. Bagi yang sudah mendapatkan vaksinasi dua dosis, efek apabila terkena COVID-19 cenderung tidak terlalu parah. Namun, bisa jadi kebijakan ini memiliki peran penambahan kasus menjadi signifikan.
Artinya, jumlah kasus naik, lebih banyak masyarakat yang perlu isolasi mandiri, yang otomatis bisa jadi kegiatan perekonomian akan terpengaruh kembali.
Sepertinya, hidup berdampingan dengan COVID-19 ini sudah semakin terasa. Semoga kondisi tetap untuk saling jaga dan waspada dengan protokol kesehatan di level pribadi tetap berjalan.
Diperlukan keringanan biaya testing untuk calon wisatawan yang ke Bali. Ini yang akan kita pertimbangkan sebagai bentuk insentif yang bisa kita berikan, yakni testing (biaya PCR atau antigen) yang dibebankan ke pemerintah. Ternyata anggaran testing itu sampe Rp 6 triliun yang belum terserap, baru sedikit sekali yang terserap. Jadi, saya nanti mengusulkan dan dorong ke PEN agar itu bisa dialihkan, anggaran yang tidak terserap sebagai intensif.
Menparekraf Sandiaga Uno tentang pengalihan biaya pengetesan corona dialihkan untuk membiayai PCR atau rapid test antigen wisatawan (yang mau ke Bali). Sumber: Kumparan
Sebentar, Pak Sandiaga Uno… Sebentar.
Sependek pengetahuan saya, pendapat Anda ini agak membingungkan. Benar bahwa Bali terdampak karena pariwisata menjadi faktor penting perekonomian di sana. Bukan bermaksud mengecilkan, tapi daerah lain — walaupun bukan selalu terkait pariwisata — juga mengalami dampak yang luar bisa karena COVID-19 ini.
Sekali lagi, ini bukan sentimen saya soal Bali, tapi tentang pernyataan beliau ini. Saya juga suka Bali ketika berlibur ke Bali.
Tapi, Pak… saya agak bingung dengan logika berpikir Anda.
Akhirnya, hari ini saya melakukan swab Antigen untuk kali pertama di HI-LAB Diagnostic Center, salah satu klinik laboratorium yang berada di tengah kota, di seputaran Kotabaru, di sisi selatan Stadion Kridosono. Ini satu area dengan Klinik Mata Sehati, tempat saya memeriksakan mata.
Jadi beberapa hari lalu, setelah saya bertemu dengan seorang teman, keesokan harinya dia memberitahu kalau salah satu teman istrinya terindikasi terpapar COVID-19. Sempat kaget juga, tentu saja. Saya bertemu teman saya tidak lama, mungkin hanya sekitar 2 jam. Dan, itu cuma berdua, di tempat yang sirkulasi udara cukup baik, dan duduk tidak berhadapan, dan tetap menjaga jarak aman.
Saya sendiri, kalau di luar rumah khususnya ketika ada bertemu orang dan ada kemungkinan mengobrol, pasti mengusahakan selalu menggunakan masker dobel. Masker kain ditambah masker medis di sisi dalam. Dan, sampai saat ini masih cukup nyaman.
“Harusnya aman karena kan selalu pakai masker terus, dan bahkan dobel” adalah salah satu perasaan yang di awal muncul, setelah mendapatkan saya berinteraksi dengan orang yang kontak yang walaupun belum tentu positif. Jadi, pilihannya tes atau tidak.
Akhirnya, memutuskan untuk swab antigen saja untuk memastikan.
Proses Registrasi dan Swab Antigen
Saya melakukan proses pendaftaran secara daring melalui situs yang disediakan. Proses registrasi berjalan dengan mudah dan efisien. Saya cukup mendaftar, menentukan jadwal pemeriksaan, dan melakukan pembayaran melalui transfer bank. Untuk dokumen, saya menyertakan KTP saja.
Biaya yang saya keluarkan untuk tes ini adalah Rp225.000,-.
Beruntung antrian tidak panjang. Setelah mengonfirmasi kedatangan, saya langsung diminta menunggu di area tunggu. Saya mungkin menunggu sekitar sekitar 15 menit saja.
Dan, giliran saya tiba. Petugas menjelaskan prosedur dengan ringkas dan jelas, dan saya tinggal menikmati prosesnya, alat swab masuk ke kedua lubang hidung saya. Agak tidak nyaman, tapi syukurlah semua proses berjalan cepat dan lancar.
Hasil
Proses swab saya berlangsung sekitar puklu 08.50 WIB. Dan, hasil tes swab saya terkirim ke surel saya sekitar pukul 09.39 WIB. Jadi kurang dari satu jam hasil sudah dapat diketahui. Mungkin karena proses antrian tidak banyak hari ini.
Setelah mempertimbangkan banyak hal, akhirnya saya dan istri sepakat untuk kembali menggunakan ART (asisten rumah tangga), setelah sekitar satu tahun ini kami saling berbagi tugas sehari-hari. Menurut kami, sebenarnya saat ini semua juga cukup baik-baik saja. Pekerjaan bebersih, memasak, mengasuh anak, semua bisa dikatakan bisa dijalankan dengan cukup baik.
Cuma memang, secara rutinitas menjadi lebih ekstra tenaga. Pekerjaan mencari rejeki juga harus berjalan, bahkan dengan banyak hal yang lebih menantang. Pengelolaan waktu merupakan satu hal yang menantang diantara begitu banyak distraction yang terjadi silih berganti, apapun itu.
Mempekerjakan ART juga berarti adanya tambahan biaya bulanan, yang selama ini kami juga harus mengaturnya dengan lebih bijak. Seperti halnya dengan banyak karyawan/usaha yang terdampak pandemi, saya juga ikut mendapatkan priviledge berupa penyesuaian — lebih tepatnya pemotongan — gaji. Jadi, ya memang saya juga ikut dalam ‘mode bertahan’.
Alasan kenapa akhirnya memilih untuk mempekerjakan kembali ART lebih kepada supaya bisa menjalani dan melewati hari dengan lebih baik, secara fisik maupun mental. Mungkin istilah kerennya adalah “demi kualitas hidup yang lebih baik”. Dan, kalau mungkin ini juga bisa menjadi jalan rejeki bagi orang lain, kenapa tidak.
ART yang akhirnya kami pekerjakan kembali juga bukan orang baru. Dia adalah ART pertama kami ikut bersama kami mungkin sekitar satu tahun, sebelum dia memutuskan untuk berhenti bekerja (bersama kami) karena ada beberapa urusan pribadi yang membuat waktu bekerjanya jadi sulit didapatkan.
Setelah berdiskusi dan wawancara virtual cukup panjang, terutama terkait dengan kondisi pandemi dan bagaimana protokol kesehatan, akhirnya kami memutuskan untuk mempekerjakan kembali. Walaupun, selama masa pandemi ART kami (katanya) ada di rumah terus bersama keluarga, dan suaminya juga mengurus sawah, tapi kami tetap meminta untuk dilakukan rapid test Antigen. Jadi, kami koordinasikan untuk ART — dan suami yang mengantar — juga untuk tes Antigen. Puji Tuhan, semua hasilnya negatif/non-reaktif.
Dan, selama dua minggu pertama, kami menyepakati untuk tetap menjaga jarak di rumah, dan selalu memakai masker selama berada di dalam rumah. Area pergerakan ART juga masih sangat terbatas. Juga, kami sepakat untuk ART ini tidak akan pulang terlebih dahulu paling tidak sampai dua bulan ke depan.
Kalau harus pulang, berarti memang kami juga bersepakat itu akan dianggap mengundurkan diri. Tidak mudah memang, tapi ini juga tentang adanya risiko kalau nanti bolak-balik.
Dengan adanya kebijakan bagi mereka yang melakukan perjalanan dari/ke beberapa daerah seperti Jakarta, Bali, dan Yogyakarta mengenai persyaratan untuk melakukan swab antigen, otomatis pemeriksaan harus upgrade dari yang biasanya rapid test juga sudah cukup.
Kebijakan ini sebenarnya berlaku secara nasional mulai 18 Desember 2020 sampai dengan 8 Januari 2021. Beberapa minggu lalu, saya melihat belum terlalu banyak tempat yang melayani pemeriksaan swab antigen. Namun, beberapa hari terakhir ini, keadaan sudah cukup berubah. Banyak rumah sakit dan laboratorium di Yogyakarta yang akhirnya menyediakan layanan pemeriksaan swab antigen ini.
Berikut beberapa informasi terkait lokasi dan biaya pemeriksaan swab antigen di Yogyakarta.
Perhatian!
Informasi yang tertulis berasal dari berbagai sumber dan valid saat dituliskan. Sangat disarankan untuk selalu melakukan pengecekan informasi/data terbaru dengan menghubungi narahubung rumah sakit, klinik, atau laboratorium tujuan.
Rumah Sakit
RS DKT Dr Soetarto Yogyakarta Alamat: Jl. Juadi No.19, Kotabaru, Kec. Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55224 (Google Maps) Telepon: (0274) 2920000 Surel: [email protected] Instagram: @rsdktdrsoetarto
Laboratorium Kimia Farma Jalan Adisutjipto Alamat: Jl. Laksda Adisucipto No.63A, Ambarukmo, Caturtunggal, Kec. Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55281 (Google Maps) Telepon: 0274-489135 Website: labkimiafarma.co.id Instagram: @kimiafarmajogja
Laboratorium Kimia Farma Jalan Parangtritis Alamat: Jl. Parangtritis No.130, Mantrijeron, Kec. Mantrijeron, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55143 (Google Maps) Telepon: 0274-419745 Website: labkimiafarma.co.id Instagram: @kimiafarmajogja
Laboratorium Kimia Farma Jalan Kaliurang Km. 6 Alamat: Jl. Kaliurang KM.6 No.48, Purwosari, Sinduadi, Kec. Mlati, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55582 (Google Maps) Telepon: 0274-885220 Website: labkimiafarma.co.id Instagram: @kimiafarmajogja
HI-LAB Yogyakarta Alamat: Jl. Yos Sudarso No.27, Kotabaru, Kec. Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55224 (Google Maps) Telepon: 0274-557722 Website: hilab.co.id / Surel: [email protected] Instagram: @hilabjogja
Yogyakarta International Airport (YIA) Alamat: Jl. Wates – Purworejo No.Km, RW.42, Area Kebun, Glagah, Kec. Temon, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta 55654 (Google Maps) Telepon: 082220178484 Instagram: @bandarayogyakarta
Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Laboratorium Kesehatan Sleman Alamat: Purwosari, Sinduadi, Kec. Mlati, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55284 (Google Maps) Website: labkes.slemankab.go.id / Telepon: 081215083297 Instagram: @uptdlabkessleman
Biaya dan Ketersediaan Layanan
Untuk biaya, berdasarkan ketetapan Pemerintah Pusat dalam Surat Edaran No HK. 02.02/I/4611/2020 yang dikeluarkan per tanggal 18 Desember 2020, batasan tarif tertinggi pemeriksaan Rapid Test Antigen-Swab sebesar Rp 250.000 untuk Pulau Jawa dan 275.000 untuk di luar Pulau Jawa.
Harga di setiap rumah sakit atau laboratorium mungkin berbeda. Disarankan untuk selalu merujuk ke masing-masing rumah sakit/laboratorium. Kebanyakan info terbaru juga mudah didapatkan melalui profil Instagram.
Sekali lagi, sangat disarankan untuk menghubungi penyedia layanan terlebih dahulu untuk memastikan. Jika ada informasi yang kurang sesuai, atau ada tambahan data, akan dicoba diperbarui dalam artikel ini.