Ulasan: Pengalaman makan di Michigo, restoran Korea di Jogjakarta

Setelah sebelumnya saya sempat mampir ke Michigo bulan November lalu, saya penasaran ingin mencoba untuk datang sebagai konsumen biasa. Ya, niat hati memang ingin merasakan pengalaman makan disana. Apakah konsep (digital) self-service ini memudahkan, atau malah menyulitkan? Akhirnya saya coba saja di tempat yang sama, yaitu di Ambarrukmo Plaza, Yogyakarta. Oh ya, tulisan ini adalah pengalaman pribadi saya, dan tidak ada pembicaraan apapun dengan pihak Michigo terkait kedatangan saya kesana saat itu.

Saya datang sekitar jam makan siang. Sedikit ramai, walaupun tidak seluruh kursi terisi. Perasaan saya sih antrian cukup lama. Dari tiga perangkat yang ada untuk pemesanan, semua memang terpakai. Entah karena pengunjung memesan menu yang banyak, atau karena sebab yang lain. Akhirnya saya coba tunggu saja.

Antrian Michigo, Ambarrukmo Plaza

Akhirnya, datang juga giliran saya untuk pesan. Ini adalah kali pertama saya menggunakan piranti digital berupa iPad dengan aplikasi pemesanan disana. Kebetulan keseharian saya juga sudah menggunakan iPad. Tidak terlalu sulit. Saya sendiri hanya secara cepat saja melihat menu-menu yang ditawarkan, bukan untuk mengeksplorasi yang ditawarkan (atau bahkan melihat aplikasi itu sendiri).

Memesan menu makanan di Michigo

Setelah memilih beberapa menu, langsung terlihat berapa jumlah yang harus saya bayarkan. Saya pindah ke kasir untuk melakukan pembayaran. Kalau menurut saya, semua proses ini cukup mudah. Setelah membayar, saya mendapatkan sebuah video pager, yang nantinya akan digunakan untuk memberitahukan kalau pesanan saya siap.

Sebuah video pager saya letakkan diatas meja. Memutar beberapa klip animasi pendek. Paling tidak, ini bukan sebuah piranti yang membosankan, walaupun saya sendiri juga tidak terlalu tertarik. Saya — dan mungkin pengunjung — mungkin lebih menikmati bermain dengan piranti bergerak yang dibawa sendiri. Atau, mungkin justru menikmati mengobrol.

Michigo Video Pager

Selain memutar klip pendek, kadang juga muncul misalnya informasi seputar restoran Michigo ini seperti informasi kehadiran di kanal media sosial seperti Twitter, Facebook, atau Instagram.

Antrian dan Pesanan

Setelah duduk, saya mencoba mengamati sekitar. Ada antrian. Beberapa pengunjung sedang menyatap pesanan mereka. Wajah mereka menunjukkan kalau mereka menikmati keberadaan mereka disini. Beberapa dengan asyik mengobrol. Ada juga yang berfoto-foto (termasuk memfoto makanan yang ada didepan mereka). Pesanan saya belum juga datang.

Saya coba melihat dari bangku saya ketika ada pengunjung yang sedang memilih menu. Cukup lama. Dan, kalau dari gerakan jari mereka diatas layar iPad, mereka cukup menikmati aktivitas mengeksplorasi menu. Artinya, sebelum mereka menuju ke halaman pembayaran, mereka akan tertahan disana. Ini, artinya yang antri dibelakang tetap akan menunggu. Tapi, ini memang hal baru. Ya, walaupun sekilas bisa terlihat seperti gerai/display produk tablet iPad juga. Ini risiko juga.

Ada juga yang mungkin belum familiar dengan konsep ini. Beberapa kali saya lihat petugas di counter pemesanan membantu pengunjung untuk sekadar men-tap menu (karena saya lihat saat itu pengunjung langsung menuju ke kasir).

Dari konsep pemesanan ini, menurut saya:

  • Minimnya rekomendasi. Pilihan diserahkan kepada pengunjung. Untuk first-timer, mungkin salah satu yang menjadi penentu keputusan adalah bagaimana tampilan makanan dalam layar kecil tersebut (atau dalam layar televisi).
  • Saya cukup penasaran, berapa rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pemesanan. Dibawah satu menit? Atau lebih?

Oh ya, Michigo ini punya situs juga di michigoid.com. Situs sebenarnya mampu “membantu” kondisi diatas paling tidak beserta informasi utama seperti:

  • Info umum tentang Michigo
  • Lokasi gerai.
  • Cara memesan.
  • Menu yang ditawarkan.

Tiga poin pertama terjawab melalui website, walaupun mungkin cukup sayang juga karena situs tidak dimaksimalkan fungsinya. Atau mungkin karena ekspektasi saya yang terlalu berlebihan? Kalau memang menyediakan situs, saya rasa bolehlah berharap bahwa informasi dasar seperti menu yang ditawarkan, harga (dan dalam hal ini adalah cara memesan, karena konsep sedikit berbeda) bisa didapatkan melalui situs.

Michigo 6 steps

Gambar diatas adalah contoh informasi yang cukup bermanfaat. Apakah cukup menjawab pertanyaan “Bagaimana mulai dari pesan sampai selesai makan?” dengan sangat mudah? Silakan Anda menilai sendiri. Mungkin untuk orang yang kurang cerdas seperti saya, bisa jadi saya terbantu dengan:

  1. Pilih menu di iPad
  2. Bayar dan dapatkan video pager yang memberitahukan kalau pesanan sudah siap
  3. Nikmati makanan
  4. Buang sisa makanan dan letakkan alat makan di tempat yang disediakan

Okey, saya kembali menunggu. Kalau tidak salah tangkap, memang makanan yang disajikan belum tentu dalam konteks first-in-first-out. Bisa jadi ternyata pengunjung setelah saya mendapatkan makanannya terlebih dahulu. Ini bisa dimaklumi, karena memang makanan harus diolah/disiapkan terlebih dahulu.

Video pager saya akhirnya berbunyi.

mcg-17412412

Segera saya menuju counter untuk mengambil pesanan saya dan melanjutkan dengan menyantap makanan yang saya tunggu. Kedua foto dibawah adalah sebagian dari yang saya pesan. Terlihat menggoda? Soal rasa, sangat sebanding kok dengan waktu menunggu (dan harga). Well, ini subyektif sih memang :)

mcg-1913741924

mcg-1412408151

Selesai? Silakan buang sampah dan letakkan tempat/alat makan ke tempatnya

Saya pribadi sebenarnya tidak keberatan untuk misalnya mengembalikan tempat makan dan membuang sampah pada tempatnya. Memang ini diluar kebiasaan, tapi ini “aturan main” yang ditawarkan. Dan, saya ikuti aturan mainnya.

Saat saya menunggu pesanan saya dan saat makan, saya sempat secara acak melihat sekeliling. Ada beberapa memang pengunjung yang mungkin tidak sempat untuk sepenuhnya membersihkan tempat makan. Ada sisa-sisa kemasan, yang tertinggal di meja.

Tapi, secara umum sih, yang memang bekerja untuk membersihkan meja tidak terlalu disibukkan dengan sisa makanan/bekas kemasan. Menarik.

Setelah saya selesai, saya bawa seluruh tempat sajian (dan seluruh apa yang saya ambil dari counter pengambilan pesanan. Ada beberapa sisa air dari minuman dingin yang untungnya masih bisa dikeringkan dengan tissue.

mcg-1412403151

Setelah selesai, saya lanjutkan dengan mencuci tangan di lokasi yang berada persis disamping kanan tempat meletakkan alat makan dan membuang sampah. Cuma, entah karena memang disain atau konstruksi yang kurang pas, saya lihat bagian ini sedikit kurang nyaman. Perlu sedikit berhati-hati supaya cairan pencuci tangan tidak menetes ketika jatuh ke telapak tangan.

mcg-1612403151

Secara umum, pengalaman baru yang cukup menyenangkan. Dari sisi harga, masih cukup terjangkau, dan soal rasa untuk yang saya pesan masih dapat diterima oleh lidah Jawa saya. Skor? Wah, ini cukup susah. Tapi, jika harus memberika nilai saya tidak keberatan untuk memberikan 8 dari 10.

Apakah akan datang lagi? Tentu saja. Mungkin datang dalam rombongan yang lebih besar — misalnya sekantor — bisa jadi ide yang bagus.

Catatan: Tulisan ini berdasarkan kunjungan saya pada pertengahan November 2013. Dan, sejak saat itu saya belum sempat berkunjung lagi. Mungkin ada beberapa hal yang berubah/berbeda dari tulisan saya saat Anda mengunjungi restoran tersebut. Maafkan :)


Comments

14 responses to “Ulasan: Pengalaman makan di Michigo, restoran Korea di Jogjakarta”

  1. […] Mungkin datang dalam rombongan yang lebih besar — misalnya sekantor — bisa jadi ide yang bagus.

    kalo #lanangkabeh kok rasanya bukan ide bagus.. :)))

    1. Aku juga berpikir demikian. Tapi… ah, sudahlah…

  2. Aku sempat mau bilang ‘ikut’, tapi..aku juga lanang.. Duh!

    1. Thomas Arie Setiawan

      Ealahhh.. iki warung tidak kenal jenis kelamin kok :P

  3. Wow bagus juga nih infonya…apa lagi kalo Om arie traktir saya disana #weh

    1. Thomas Arie Setiawan

      Hahahaha! Mbok sampeyan yang traktir saya, trus abis itu saya dikasih kaos. Saya mau lhooo =))

  4. Kapan kapan tak kesana, terus kalau bingung pesennya gimana itu? ada yang jelasin gak? terbiasa pakai kertas menu laminating :|

    1. Thomas Arie Setiawan

      Bab,

      Aplikasi di iPad sih simpel banget kok. Dan, kalau tidak jelas, ya tentu saja ada itu yang mendampingi di dekat counter kasir (karena posisinya memang di sebelah kasir). “Mbak, iki terus piye?” ketoke juga bisa/boleh disampaikan kok.

  5. “mengembalikan tempat makan dan membuang sampah pada tempatnya. Memang ini diluar kebiasaan”

    hmmm..menarik :)

    anakku iso protes yen aku ora mbaleke tray opo sampah ga langsung dibuwang bar maem ning resto koyok ngono hihi

    1. Thomas Arie Setiawan

      Ameck,

      Hahaha! Iyo yo, nek sing ngono kui malah dadi kebiasaan njuk piye ya? Jangan-jangan anakmu malah sisan ngakon nyuci piring koyo neng omah. Hihihihi…

  6. #BaruTau Kalo di Jogja sdh ada restoran yg cara mmesan menunya via iPad. Kalau sdh digital seperti ini, biar lebih efisien menunggu dikasih timer yah.. Biar pelanggan gak bosan menunggu menu datang. :)

    1. Thomas Arie Setiawan

      Mas Bagus,

      Kalau video pager sih tidak secara otomatis memberikan informasi kapan pesanan siap (kurang berapa lama lagi). Saya maunya juga gitu sih. Hehehehe… Seingat saya, yang bisa dilayani (pesanan yang sudah siap) akan segera bisa diambil. Jadi misal saya cuma pesan teh kotak belakangan dari pengunjung lain, video pager saya akan nyala duluan untuk ambil itu teh kotak. :D

  7. di jogja ada restoran-korea juga ya??? wah jadi penasaran kepengen moncobanya seperti apa citra rasa masakan korea..
    terimakasih informasinya

  8. Untuk kalangan pelajar harganya terlalau tinggi ga ya? saya pelajar bahasa korea di LPK Bina Insani Yogyakarta