Soal makanan, saya sebenarnya tidak terlalu memiliki selera yang khusus. Mulai dari makanan/camilan tradisional sampai dengan mungkin kategori makanan yang “ini namanya apaan, dan makannya juga bagaimana caranya nggak ngerti”.
Di Jogjakarta sendiri, muncul semakin banyak pilihan bagi mereka yang ingin melampiaskan hobi kuliner. Banyak pilihan tempat makan mulai dari yang menyediakan menu tradisional, sampai dengan sajian dengan cita rasa luar (negeri). Salah satu yang sempat beberapa kali saya lihat adalah hadirnya restoran Korea dengan nama Michigo — dengan tagline: “The Awesome Korean Food“, di daerah Jalan Colombo, tidak jauh dari kawasan Universitas Gadjah Mada dan Universitas Negeri Yogyakarta.
Cuma, walaupun sering lewat, saya malah belum pernah mampir untuk mencicipi. Sebelumnya saya pernah mencoba makan di restoran dengan label “Korean Restaurant”. Ada yang cukup cocok dengan selera lidah saya, tapi ada yang memberikan sensasi kurang cocok. Ya, maklumlah karena lidah saya bisa dikatakan lidan ndheso. :)
Belum juga sempat merasakan suasana dan menu dari Michigo yang sering saya lewati, restoran tersebut baru saja membuka gerai keduanya di Ambarrukmo Plaza Yogyakarta. Kebetulan, beberapa kali saya sempat terlibat obrolan dengan orang yang berada dibelakang hadirnya restoran ini. Dan, pada saat pembukaan gerai baru pada akhir pekan ini, saya mendapat kesempatan untuk mencicipi dan merasakan beberapa menu yang ditawarkan.
Konsep (digital) self-service
Sempat saya lihat informasi di situsnya, Michigo ini menawarkan konsep self-service. Memang, konsep semacam ini mungkin belum terlalu populer (di Indonesia). Betapa tidak, konsep secara umum ketika makan di tempat makan adalah konsumen mendapatkan layanan mulai dari pemesanan, makanan sampai di meja, dan meninggalkan tempat makan. Hanya itu.
Michigo melakukan pendekatan yang sedikit berbeda. Ada sesuatu yang menarik disini. Apakah ini akan bisa berjalan? Saya sempat tanyakan, dan ternyata walaupun belum 100% bisa berjalan, tapi konsep seperti ini mulai diterima. Parameternya, lebih banyak konsumen yang akhirnya “ikut dalam permainan/aturan main ini”.
Make an Order, Pick Your Order, Throw the Waste
Konsep self-service yang dimaksud ini mulai dari pemesanan, pengambilan pesanan, sampai dengan membuang sampah/sisa makanan yang dilakukan seluruhnya oleh konsumen. Pemesanan dilayani dengan menggunakan piranti iPad yang ada di counter pemesana. Pilih menunya, dan setelah selesai konsumen akan mendapatkan video pager. Kalau pesanan sudah siap, maka konsumen dapat mengambilnya. Setelah selesai, sisa makanan dan kemasan diletakkan di tempat yang sudah disediakan. Bagi saya pribadi sih ini bisa menjadi sebuah value tersendiri dalam cara menikmati (dan menghargai) makanan.
Susah dan ribet, atau malah sebenarnya tidak repot juga? Kunjungan pertama saya ke Michigo kebetulan kemarin dalam acara pembukaan. Jadi mungkin kapan-kapan saya akan buktikan sendiri dalam kondisi biasa.
Atmosfer dan pengalaman
Ada yang berbeda dalam hadirnya Michigo ini, yaitu tentang kehadiran beberapa produk teknologi dalam konsep layanannya. Adopsi kepada konteks “memberikan pengalaman yang lain” kepada konsumen dicoba untuk dikemas dengan lebih efisien dan menarik. Tiga buah iPad berjajar dalam bagian pemesanan.
Empat buah layar besar terpasang di salah satu sisi restoran. Bukan hanya sebagai bagian dari disain interior, tapi ini juga dimanfaatkan sebuah medium interaksi antara restoran dengan pengunjung. Michigo menyebutnya dengan Social Wall.
Konsep dari Social Wall versi Michigo ini adalah untuk menampilkan percakapan/interaksi atau informasi baik dari Michigo dan konsumen (termasuk calon konsumen) yang termonitor melalui situs jejarin sosial seperti Twitter, Foursquare, Instagram, dan juga Pinterest.
Icip-icip
Saya sempat mencicipi beberapa menu yang ditawarkan. Salah satu yang wajib dicoba dalam menu adalah: kimchi. Oh ya, foto-foto yang saya ambil memang tidak dalam kondisi kemasan/penyajian yang sebenarnya. Namun, untuk bentuk makanan dan rasa tetap dengan standar yang ditawarkan Michigo. Selain kimchi, saya juga mencicipi Grilled Bulgogi, Gimbab, Spicy Chicken, Sugogi Pajeon, Japchae, dan juga Fishcake Topokkie. Yang mengherankan, kesemuanya cocok di lidah dengan bukti bahwa semua yang saya ambil dalam piring habis tak bersisa.
Rasa dan Harga
Sajian ditawarkan dengan kisaran harga Rp 30.000,- sampai Rp. 50.000,-. Apakah ini sesuai dengan rasa dan kualitas makanan? Saya rasa, harga yang ditawarkan masih masuk di kantong. Kalau soal menu favorit dan yang paling enak, saya sendiri juga belum tahu, karena memang belum mencoba dalam kondisi sajian yang penuh.
Mungkin nanti lain kali akan mampir. :)
Jika ingin mencoba menu yang ditawarkan, berikut informasi seputar Michigo di Jogjakarta:
- Michigo Colombo — Jl. Colombo 7, Yogyakarta
Lokasi sebelah timur Bundaran UGM - Michigo Ambarrukmo Plaza — Jl. Adisutjipto, Yogyakarta
Lokasi ada di lantai 3 - Informasi melalui website di michigoid.com
- Michigo sendiri memiliki arti “going crazy“.
2 replies on “Michigo, restoran di Jogjakarta dengan sajian menu masakan Korea”
Halal nggak nih makanannya. Suka takut makan makanan jepang dan korea karena masih ragu kehalalannya