Menciptakan Rutinitas dan Kebiasaan

Karena saya bekerja, berangkat dan pulang kerja adalah salah satu rutinitas yang saya jalani setiap hari kerja. Bosan? Tidak, karena hal ini perlu disyukuri. Ditambah dengan saat ini saya bekerja dalam lingkungan yang nyaman, dengan rekan-rekan kerja yang menyenangkan.

975097qsf713tl

Mungkin sekitar satu tahun terakhir ini, ternyata saya memiliki beberapa rutinitas lain yang tidak terlalu saya sadari. Memang saya ciptakan, tapi sepertinya tidak saya sadari bahwa cukup “berhasil”. Dengan memiliki rutinitas atau sesuatu yang sudah terjadwal, waktu jadi bisa lebih berharga. Tidak terlalu ‘wah’ seperti liburan ke luar kota atau luar negeri, bukan pergi menikmati kuliner untuk memanjakan lidah perasa. Bukan rutinitas semacam itu.

Setiap Jumat, walaupun tidak ada aturan berpakaian di tempat kerja, saya berusaha menggunakan kemeja batik. Sebenarnya, menggunakan kaos juga tidak mengapa, menggunakan kemeja lebih baik lagi. Namun, menggunakan batik merupakan hal yang saya pilih, apalagi beberapa rekan kerja juga memakainya.

Setiap Kamis sore, selepas kerja saya ikut dalam acara kumpulan dengan beberapa rekan satu gereja. Setiap Kamis, meluangkan waktu sekitar tiga jam untuk berkumpul, berbagi cerita,  mendengarkan cerita, dan diikuti dengan ngobrol sambil menikmati minuman dan makanan ringan. Walaupun kadang saya tidak hadir karena beberapa keperluan yang tidak bisa saya tinggalkan seperti ketika harus berada di luar kota, namun hari Kamis sudah ada dalam jadwal.

Setiap awal bulan minggu pertama, saya mengunjungi orang tua/ibu saya. Kunjungan ini untuk mengobrol saja dan melihat kabar. Sambil melaksanakan sedikit komitmen untuk berbagi rejeki kepada orang tua. Sekalian juga sebenarnya kadang sambil ‘berharap’ membawa pulang beras dan telur dari desa sebagai oleh-oleh.

Setiap Sabtu sore, mungkin sejak sekitar enam bulanan lalu saya ikut dalam pelayanan ibadah di gereja — sambil ikut ibadah. Ini dimulai dari sekitar pukul 17.00 sampai dengan 21.00.

Tantangannya tentu ada. Yang pasti, tidak ada yang mengharuskan seluruh rutinitas diatas. Itu semua mungkin lebih voluntary, lebih bersifat pilihan dan sangat mudah untuk dipatahkan dengan “tidak harus”. Iya, tidak harus pakai batik, tidak harus ikut kumpulan atau pelayanan, dan juga tidak harus datang ke orang tua secara langsung kan telpon juga bisa kalau sekadar tanya kabar.

Namun, itulah yang membuatnya jadi lebih menantang menurut saya. Bukannya rutinitas itu justru membosankan? Tidak semua rutinitas itu berupa rutinitas yang membosankan, kan?