Cerita Perjalanan ke Malaysia (Hari Kedua dan Ketiga)

Tulisan ini adalah lanjutan dari cerita perjalan ke Malaysia sebelumnya.

Karena memang perjalanan ke Malaysia awal Januari yang lalu memang untuk urusan pekerjaan, praktis saya tidak bisa menghabiskan waktu untuk jalan-jalan. Pertama, karena memang masih cukup buta dengan geografis di Malaysia. Alasan kedua, karena lebih kepada jadwal yang cukup padat.

Kosakata dan Bahasa

Dulu, ketika di Hong Kong, saya mengalami kendala dalam bahasa. Saya kira, menggunakan bahasa Inggris merupakan pilihan yang tepat saat itu. Tapi, alih-alih bisa berkomunikasi dengan lancar, saya (dan yang saya ajak bicara) lebih sering menggunakan bahasa isyarat. Bahkan, ketika di restoran cepat saji-pun sama saja. Ketika ke salah satu gerai Starbucks di Tung Chung (Hong Kong), saya memesan dengan cara langsung menunjuk ke menu yang terpampang di dinding.

Saya tidak dapat menangkap apa yang disampaikan, dan mungkin sebaliknya.

Namun, di Kuala Lumpur memang sedikit berbeda. Bahasa Inggris masih cukup “aman” untuk digunakan. Mungkin ini dibantu juga dengan logat Melayu dan pelafalan yang lebih jelas. Ketika terkait dengan urusan pekerjaan, komunikasi bisa dikatakan lancar tanpa ada masalah.

8436575229_62c406b2db_z

Ketika makan, hal yang kurang lebih sama juga terjadi. Ketika makan di semacam warung pinggir jalan, saya sempat saja nekat menggunakan bahasa Indonesia — walaupun rada asal juga saya ucapkan dengan sedikit nada Melayu. Hasilnya? Tidak ada masalah. Ya, paling tidak komunikasi lancar.

Beberapa kali ketika misalnya dengan pengemudi taksi, saya berusaha mendengarkan rekan kerja saya yang berbincang dengan bahasa Melayu. Beberapa kosakata yang saya tidak mengerti awalnya. Nah, yang lebih susah adalah ketika saya mencoba memahami informasi yang tertulis di gedung, tempat makan, atau bahkan peta.

Beberapa kosakata mungkin sudah cukup akrab. Sebut saja ‘rumah sakit korban lelaki’, ‘bersetubuh dengan bumi’, dan beberapa kosakata lainnya. Masalahnya, itu bukan kosakata yang mungkin dipakai sehari-hari.

Tapi, gara-gara sering mendengar dan membaca beberapa tanda/informasi, akhirnya saya jadi paham beberapa kosakata seperti ‘peti sejuk’ untuk kulkas, ‘pusing kiri/kanan’ untuk belok kiri/kanan, dan cukup banyak lainnya.

Memang, bagi saya — dan saya mereka yang lebih sering menggunakan bahasa Indonesia — kosakata tersebut terdengar aneh, atau bahkan lucu (dalam bahasa Indonesia). Namun, di sisi yang lain, saya salut dengan bagaimana kosakata tersebut digunakan di Malaysia. Kenapa? Malaysia bangga dengan bahasa mereka sendiri!

Makan di Malaysia

Salah satu bagian perjalanan yang menurut saya cukup mengasyikkan adalah urusan makanan. Saya tidak terlalu banyak kriteria untuk urusan yang satu ini. Namun, saya kadang suka kejutan-kejutan kecil ketika cita rasa makanan masuk menempel ke lidah.

Di tulisan sebelumnya, saya sudah singgung tentang beberapa menu makanan yang saya santap selama di Malaysia. Dan, saya yakin negara tersebut masih menyimpan banyak ragam kuliner. Mungkin lain kali harus mencoba lebih banyak lagi.

Kari

Saya tidak begitu suka dengan cita rasa kari. Apalagi, ini salah satu menu yang cukup sering masuk ke perut selama di Malaysia. Namun, saya memang suka dengan rempah-rempah. Entahlah, kurang begitu cocok di lidah untuk kali ini.

Durian

Sulit untuk menolak ajakan untuk makan durian. Ini adalah salah satu buah favorit saya. Dan, memang sudah cukup lama saya tidak menikmati durian. Saya bersama rekan-rekan diajak untuk mencoba menikmati durian yang namanya Musang King, yang katanya asli dari Malaysia. Pada gigitan pertama, reaksi saya, “Edan, enak banget!”

Saat itu, satu kilogram Musang King dijual dengan harga RM 20 atau sekitar Rp 66.000,-. Harga yang menurut saya cukup mahal. Saya dengar juga kalau ada jenis durian yang tak kalah enak, namanya Duri Hitam. Namun, saat itu memang sedang tidak ada yang jual. Mungkin karena tidak musim, atau memang penjualnya tidak memiliki stok.

Ngomong-ngomong tentang durian, ini ada selingan video ketika saya dan rekan saya mencoba menikmati durian di Kalibata, Jakarta tahun 2010 yang lalu.

Makanan laut (seafood)

Sempat pula mencoba hidangan laut di salah satu tempat makan. Bisa dikatakan hampir sama dengan yang pernah saya makan. Tersaji di atas meja antara lain kepiting, kerang, dan juga ikan pari. Sayuran juga ada. Tidak terlalu banyak makan, karena beberapa saat sebelumnya sudah cukup kenyang durian :)

Makan di warung

Dari beberapa kali mencoba berbagai tempat makan, saya merasa yang paling cocok dilidah saya adalah makanan ala warung. Ketika pagi hari saya bersama rekan-rekan menuju ke kantor klien, kami menyempatkan untuk sarapan di kawasan dekat kantor klien. Di sebuah warung makan pinggir jalan. Dan, ini mungkin bisa dikatakan makanan paling enak malahan. Iya, dasar lidah Jawa! Hahaha!

Bahkan karena cocok di lidah, untuk makan siang juga makan di area yang sama, cuma dengan menu yang berbeda. Total satu porsi makan juga bisa dikatakan sama dengan ketika di Indonesia, hanya sekitar RM 3-4 saja!

8365728135_b20c10666d_z 8366793396_5f3f1021d2_z

Dua kali makan di restoran kecil dekat juga cenderung terasa lebih cocok di lidah. Walaupun ada kari, namun masih bisa untuk menggabungkan dengan menu-menu pilihan yang lainnya.

Hari terakhir di Malaysia dan pulang

Setelah beberapa urusan selesai, kami pulang ke Indonesia. Sebelum pulang, makan siang terlebih dahulu di salah satu pusat perbelanjaan: 1 Utama Shopping Centre. Pilihan jatuh kepada salah satu tempat makan dengan menu ayam.

Setelah makan siang, kami melanjutkan perjalanan ke bandara untuk pulang ke Indonesia dengan pesawat Air Asia QZ8195. Awalnya, kami berencana untuk menggunakan bis, namun karena tidak mau mengambil risiko terlambat, jadi kami putuskan untuk menggunakan taksi.

Walaupun bisa dikatakan singkat, dan dengan jadwl yang cukup padat, saya cukup menikmati perjalanan kali ini. Melihat sebagian kecil dari Malaysia, termasuk mencicipi makanannya. Dan, sepertinya akan kembali lagi dalam beberapa waktu kedepan.


Comments

One response to “Cerita Perjalanan ke Malaysia (Hari Kedua dan Ketiga)”

  1. waaak, kapan ini bisa jalan-jalan kesana